Filsafat Pendidikan - Aliran Filsafat Pendidikan
Table of Contents
Filsafat
diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of science) yang mampu
menjawab segala pertanyaan tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan
alam semesta, manusia dengan segala problematikanya dalam kehidupan. Kemudian
karena semakin berkembangya pemikiran manusia, banyak problema yang tidak bisa
dijawab oleh filsafat, maka lahirlah ilmu pengetahuan dalam bentuk disiplin
ilmu dengan keterkhususannya masing-masing sehingga sanggup menjawab atas
problematika perkembangan metodologi yang semakin pesat.
Klasifikasi aliran-aliran filsafat pendidikan berdasarkan
perbedaan-perbedaan teori dan praktek pendidikan yang menjadi ide pokok
masing-masing filsafat tersebut. Demikian pula klasifikasi itu sendiri akan
berbeda-beda menurut cara dan dasar yang menjadi kriteria dalam menetapkan
klasifikasi itu. Misalnya ada yang membuat klasifikasi aliran filsafat
pendidikan berdasarkan asas dichotomi yakni antara aliran progressive dan
aliran conservative. Tetapi klasifikasi yang demikian sukar untuk menampung
adanya kenyataan bahwa masing-masing aliran yang relatif banyak itu mempunyai
pula segi-segi yang overlapping. Karena itu tak akan ada sifat yang murni bagi
suatu aliran untuk digolongkan sebagai konservatif semata-mata, jika kita cukup
jujur untuk melihat adanya unsur-unsur progressif di dalamnya. Itulah sebabnya,
perlu kita sadari bahwa klasifikasi aliran-aliran filsafat itu harus didasarkan
atas penelitian yang mendalam dan sangat hati-hati.
1.
Aliran Idealisme
Istilah
idealisme berasal dari bahasa Gerika ( Yunani ), yaitu dari kata “ idea “, yang
secara etimologis berarti; akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam
pikiran, atau dapat juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam
pikiran manusia. Pada pokoknya
aliran ini sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab akal
pikiran manusia inilah yang menjadi sumber ide.
Idealisme meliputi sejumlah
besar sistem serta aliran kefilsafatan yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan
yang besar antara yang satu dengan yang lain. Ciri pengenalan umum yang
menunjukkan kesamaan yang dipunyai oleh sistem-sistem aliran-aliran tersebut
ialah bahwa semuanya mengajarkan tentang pentingnya jiwa atau roh.
Menurut idealisme manusia pada dasarnya merupakan makhluk
rohani. Sebuah contoh yang jelas mengenai idealisme ialah filsafat Hegel, yang
menurut pendiriannya kenyataan berupa ide, roh akal atau pikiran. Maka menurut
idealisme, nilai serta harkat manusia didasarkan atas kenyataan bahwa ia
merupakan wahana roh dan berhakekat kejiwaan.
Paham ini menganggap bahwa roh mempunyai kekuasaan yang
besar, dan berpendapat bahwa dalam bapak terakhir bukan hanya manusia,
melainkan kenyataan yang didalamnya ia hidup dan ikut ambil bagian ditentukan
oleh faktor-faktor rohani. Tetapi, penganut-penganut paham ini jarang ada yang
berpendapat bahwa kenyataan tersebut semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor
rohani, pada umumnya mereka menerima suatu dualisme, yaitu dualisme antara roh
dan alam, antara kerohanian dan kejasmanian, namun senantiasa menganggap roh
mempunyai nilai tertinggi serta kekuatan besar.
Tokoh aliran idealisme adalah Plato
(427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu
filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang
semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita)
dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang
serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau
tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak
dikategorikan idea. Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi
gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan
idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.
Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang
tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia idea.
Prinsipnya, aliran idealisme
mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea
merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti
yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan
yang paling akhir dari idea adalah arche
yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan
Tuhan, arche, sifatnya kekal
dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Aliran filsafat idealisme terbukti
cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup
berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah.
Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap
naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses
pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan
alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus
mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi
realitas spiritual.
Sejak idealisme sebagai paham
filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai
saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola
pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran
tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Bagi aliran idealisme, anak didik
merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang
menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka
lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman
pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat
idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam
kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual
merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa
adanya spiritual.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai
berikut :
ü Tujuan
Pendidikan
ü Kedudukan
Siswa
ü Peranan Guru
ü Kurikulum
ü Metode
Macam-macam pengelompokan aliran idealisme dibagi menjadi
tiga, yaitu :
a. Idealisme rasionalistik
Bahwa dengan menggunakan pikiran dan akal, manusia
berusaha mengenal norma-norma bagi perilakunya, dan dengan demikian dapat
sampai pada pemahaman tentang mana yang baik dan mana yang buruk , dan sebagai
akibatnya dapat memahami apa yang boleh dikerjakan dan apa yang tidak boleh
dikerjakan.
b. Idealisme Estetik
Yang lebih tersebar luas dibandingkan dengan
rasionalistik atau rasionalisme ialah idealisme estetik atau estetisisme dalam
etika. Paham ini hendak mendekatkan perbuatan susila pada seni, dalam hal ini
keinsyafan kesusilaan seakan-akan menjadi masalah citarasa.
c. Idealisme Etik
Idealisme etik bertolak dari kenyataan kesusilaan, dan
atas dasar tersebut menyusun pandangannya tentang dunia dan tentang kehidupan.
Paham ini mengakui adanya lingkungan norma-norma moral yang berlaku bagi
manusia dan yang menuntut manusia untuk mengujudkannya. Paham ini
melebih-lebihkan kekuasaan cita-cita terhadap kenyataan serta meremehkan
kekuatan-kekuatan penentang terhadap dalam kenyataan berupa manusia.
Tokoh-tokoh
aliran idealisme yaitu :
1) Plato
(477 -347 Sb.M)
2) B.
Spinoza (1632 -1677)
3) Liebniz
(1685 -1753)
4) Berkeley
(1685 -1753)
5) Immanuel
Kant (1724 -1881)
6) J.
Fichte (1762 -1814)
7) F.
Schelling (1755 -1854)
8)
G. Hegel (1770 -1831)
2. Aliran
Materialisme
Aliran
materialisme adalah satu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari
materi. Materialisme memandang bahwa materi itu adalah primer, sedangkan ide
ditempatkan sebagai sekundernya. Sebab materi itu timbul atau ada lebih dulu,
kemudian baru ide. Pandangannya itu berdasarkan atas kenyataan menurut proses
waktu dan zat. Artinya,, Menurut proses waktu: Lama sebelum manusia yang bisa
mempunyai ide itu ada atau lahir di dunia, dunia dan alam atau materi ini sudah
ada lebih dahulu, Menurut proses zat: Manusia ini tidak bisa berpikir atau
tidak bisa mempunyai ide tanpa ada atau tanpa mempunyai otak. Dan otak itu
adalah suatu materi. Otak itu adalah materi, tapi materi atau benda yang
berpikir. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada, baru kemudian bisa timbul
ide atau pikiran pada kepala manusia.
Tokoh aliran ini adalah Liudwig Feuerbach (1804-1872 M). Menurutnya hanya
alamlah yang ada, manusia juga termasuk alam. Kaum Materialisme mengingkari adanya The Ultimate Nature of Reality
(realitas tertinggi tertinggi atau yang mutlak). Mereka menganggap bahwa
doktrin alam semeta yang digambarkan oleh sains merupakan materialisme
sederhana. Dan mereka berpendapat bahwa filosof tidak dapat menambah atau
memperbaiki pengertian materi yang bersifat deskriptif yang diberikan oleh para
ilmuan pada masa hidupnya.
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran
Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktir yang menyebabkannya adalah bahwa
orang merasa dengan faham Materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar
atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, faham Materialisme ini
praktis tidak memerlukan dalildalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya
jelas berpegang pada kenyataankenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan
yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa
faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis)
yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Adapun kritik yang dilontarkan
adalah sebagai berikut :
o
Materialisme
menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos (kacau
balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau
namanya.
o
Materialisme
menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam. padahal pada hakekatnya
hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
o
Materialisme
mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda itu sendiri.
padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu
Tuhan.
o
Materialisme
tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar sekalipun.
Tokoh-tokoh aliran materialisme yaitu :
1)
Anaximenes
( 585 -528)
2)
Anaximandros
( 610 -545 SM)
3)
Thales
( 625 -545 SM)
4)
Demokritos
(kl.460 -545 SM)
5)
Thomas
Hobbes ( 1588 -1679)
6)
Lamettrie
(1709 -1715)
7)
Feuerbach
(1804 -1877)
8)
H.
Spencer (1820 -1903)
9) Karl Marx (1818 -1883)
Materialisme
mempunyai banyak macam aliran antara lain :
ü Materialisme mekanik
adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan metodenya
mekanis. Ajaran materialisme mekanik ialah bahwa materi itu selalu dalam
keadaan gerak atau berubah. Geraknya itu adalah gerak yang mekanis, artinya
gerak yang yang tetap begitu saja selamanya seperti yang telah terjadi, atau
gerak yang berulang-ulang seperti geraknya mesin yang tanpa perkembangan atau
peningkatan.
ü Materialisme metafisik
adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan metodenya
metafisis. Ajaran materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu
dalam keadaan diam, tetap, tidak berubah selamanya. Tapi seandainya materi itu
berubah, maka perubahan itu terjadi karena faktor luar atau karena kekuatan
dari luar. Gerak materi itu gerak ekstern atau disebut gerak luar. Selanjutnya
materi itu dalam keadaan yang terpisah-pisah, tidak mempunyai dan tidak ada
saling hubungan antara yang satu dengan yang lain.
ü Materialisme dialektik
adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan metodenya
dialektis. Ajaran materialisme dialektik mengajarkan bahwa materi itu selalu
saling punya hubungan, saling mempengaruhi, dan saling bergantung antara yang
satu dengan yang lain. Bukannya saling terpisah-pisah atau berdiri sendiri.
Materi itu juga selalu dalam keadaan gerak, berubah dan berkembang. Bukannya
selalu diam, tetap atau tidak berubah.
Adapun pokok-pokok ajaran aliran ini adalah:
1. Teori materialisme histories.
2. teori nilai dan teori lebih.
3. perjuangan kelas (class struggle).
Dasar pemikiran kaum materialisme yaitu :
a) bersifat empirisme, yakni memahami sesuatu atas dasar akal
dan indera saja.
b)
bersifat
naturalisme, yakni semua adalah alamiah.
c)
alam merupakan
semesta yang bersifat abadi dan sebagai keseluruhan tidak terarah secara lurus
kepada satu tujuan tertentu.
d)
jiwa merupakan gejala dari materi.
e)
semua peruahan
yang terjadi bersifat kepastian semata.
f) subtansi-subtansi materi merupakan penyusun utama sebuah materi, dalam hal
ini adalah atom.
3.
Aliran Esensialisme
Essensialisme berasal dari
kata essensial yang berarti
sifat-sifat dasar atau dari kata esesnsi (pokok). Essensialisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan
sebagai pemelihara kebudayaaan. Aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan
lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikan bagi kehidupan
manusia.
Aliran ini berpedoman pada peradaban
sejak zaman Renaissance. Pada zaman Renaissance telah berkembang dengan
megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian
serta kebudayaan purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi. Dalam zaman
Renaissance muncul tahap-tahap pertama dari pemikiran essensialis yang
berkembang selanjutnya sepanjang perkembangan zaman Renaissance itu sendiri.
Pada zaman modern sekarang ini dikembangkan lagi oleh para pengikut dan
simpatisan ajaran aliran filsafat tersebut, sehingga menjadi aliran filsafat
yang teguh berdiri sendiri, yang mempunyai ciri-ciri utama yang berbeda dengan
aliran progressivisme.
Perbedannya yang utama adalah memberikan
dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serba terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memilki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang tertata dan jelas.
Paham filsafat idealisme Plato dan paham
filsafat idealisme Aristoteles adalah dua aliran pikiran yang membentuk
konsep-konsep berpikir golongan essensialisme. Jadi pandangan filsafat
essensialisme meramu dan menampung kedua aliran filsafat itu (tetapi tidak
lebur jadi satu dan tidak melepaskan sifat yang utama pada masing-masing), yang
kemudian mereka terapkan pula dalam bidang pendidikan.
Essensialisme didasari atas pandangan
humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah keduniawian, serba
ilmiah dan materialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan
dari paham penganut idealisme yang bersifat spiritual dan realisme yang titik
berat tujuannya adalah mengenai alam dan dunia fisik. Adapun beberapa tokoh
utama yang berperan dalam penyebaran essensialisme, yaitu :
§ Desiderius
Erasmus (akhir abad 15)
§ Johan
Amos Comenius (1592-1670)
§ John
Locke (1632-1704)
§ Johan
Heinrich Pestalozzi (1746-1827)
§ Johan
Friedrich Frobel (1782-1852)
§ Johan
Friedrich Herbert (1776-1841)
§ William
T. Harris (1835-1909).
Pada
tahun 1930 telah didirikan suatu organisasi bernama “Essentialists Committee
for Advancement of Education”, dalam rangka mempertahankan paham essensialisme,
khususnya dari persaingan dengan aliran progressivisme. Dan pada tahun 1950-an,
di Amerika didirikan sebuah organisasi yang disebut dengan dewan untuk
pendidikan dasar (council for basic education) yang merupakan jawaban terhadap
apa yang dirasakan oleh sebagian para ahli pendidikan, dengan adanya
kecurangan-kecurangan yang terjadi berangsur-angsur dalam tubuh pendidikan
Amerika, disebabkan timbulnya yang disebut “peniddikan progressive”.
Ciri aliran
Esensialisme adalah :
ü
Berkaitan dengan hal-hal esensial
atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang
dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya.
ü
Menekankan data fakta dengan
kurikulum yang tampak bercorak vokasional.
ü
Konsentrasi studi pada materi-materi
dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika,
sejarah, sains, seni dan musik.
ü
Pola orientasinya bergerak dari
skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.
ü
Perhatian pada pendidikan yang
bersifat menarik dan efisien.
ü
Yakin pada nilai pengetahuan untuk
kepentingan pengetahuan itu sendiri.
ü
Disiplin mental diperlukan untuk
mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada
kemajuan masyarakat teknis.
Menurut Essensialisme pendidikan
harus didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga
sekarang telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan yang
demikian adalah esensi yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan umat
manusia. Kebudayaan sumber itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli-ahli
pengetahuan yang besar, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat
menetap.
Menurut essensialisme
kebudayaan modern sekarang terdapat kesalahan, yaitu kecendrungannya, bahkan
gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan
warisan. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita inginkan sekarang,
hanya dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu
kembali kejalan yang telah ditetapakan itu, dalam hal pendidikan oleh
essensialisme menyebutkan “Education
as cultural conservation”.
Adapun para pemikir basar
yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsafat aliran ini,
terutama yang hidup pada zaman klasik ; Plato, Aristoteles, Demakritos. Plato
sebagai bapak obyektive idealisme dan juga sebagai peletak dasar teori modern
dalam essensialisme. Sedangkan Aristoteles dan Demokritus, keduanya bapak
obyektive realisme. Kedua ide itulah yang menjadi latar belakang thesis-thesis
essensialisme.
4.
Aliran Progressivisme
Aliran
Progressivisme, progress (maju)
adalah sebuah faham filsafat yang lahir dan sangat berpengaruh dalam abad
ke-20. Aliran filsafat ini kelahiran Amerika dan pengaruhnya terasa di seluruh
dunia yang mendorong usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan
Aliran
ini bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada
tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Pada
dasarnya aliran ini memandang bahwa pendidikan adalah sebagai wadah untuk
menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai
generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru. Melalui
pandangannya ”The Liberal Road
Culture”, maksudnya ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat
fleksibel, curious,
toleran dan open-minded,
serta menolak segala otoritarisme dan absolutisme seperti yang terdapat dalam
agama, politik, etika dan epistemologi. Dan pandangannya tentang menaruh
kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia yang diwarisi sejak lahir (men’s natural powers), sehingga
manusia merupakan makhluk biologis yang utuh dan menghormati harkat dan
martabat manusia sebagai pelaku/subyek di dalam hidupnya. Dengan
pandangan-pandangannya tersebut, aliran progressivisme memiliki kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan, yang meliputi : ilmu hayat (manusia untuk mengetahui
semua masalah kehidupan), antropologi (manusia mempunyai pengalaman, pencipta
budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru), psikologi (manusia akan
berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan dan pengalaman-pengalamannya, dan
dapat menguasai serta mengatur sifat-sifat alam).
Aliran ini menyadari dan
mempraktekkan asas eksperimen Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme
dalam semua realita kehidupan. Agar manusia bisa selamat menghadapi semua
tantangan hidup. Dinamakan “instrumentalisme”, karena aliran ini
beranggapan bahwa kemampuan inteligensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk
kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan “eksperimentalisme”, untuk
menguji kebenaran suatu teori. Dinamakan “environmentalisme”, karena aliran ini
menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Aliran progresivisme
memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan meliputi ilmu hayat,
antropologi, dan juga psikologi. Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini,
antara lain adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant
Schiller, dan George Santayana.
Aliran filsafat progresivisme
telah memberikan sumbangan yang besar didunia pendidikan pada abad ini. Aliran
ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak
didik.Anak didik diberikan kebebasan baik secarafisik maupun cara berfikir,guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam didalam dirinya tanpa
terhambat oleh rintangan-rintangan yang dibuat oleh orang lain.
Untuk itu,sangat diperlukan kurikulum yang berpusat
pada pengalaman atau kurikulum eksperimental,yaitu kurikulum yang berpusat pada
pengalaman yang telah diperoleh anak didik selama disekolah dan dapat
diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan “belajar sambil
berbuat” (learning by doing)
dan pemecahan masalah(problem solving)dengan
langkah-langkah menghadapi problem,mengajukan hipotesis.
Progressivisme menghendaki jenis
kurikulum yang terbuka dan fleksibel, jadi kurikulum tersebut bisa dirubah dan
dibentuk sesuai dengan zamannya. Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau
kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu
berinteraksi di dalam lingkungan yang komplek, sehingga ia memerlukan kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya dan perkembangan
pribadinya. Oleh karena itu manusia harus belajar dari pengalaman.
Pengalaman-pengalaman itu diperoleh sebagai akibat dari belajar. Anak didik
yang belajar di sekolah akan mendapatkan pengalaman-pengalaman dari lingkungan,
di sekolah akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang dapat diterapkan sesuai
dengan kebutuhan umum.
Aliran ini
tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan secara terpisah,
melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian kurikulum
eksperimental mengandung ciri integrated
curriculum, metode yang diutamakan yaitu metode problem solving.
Tujuan umum aliran progressivisme adalah
membentuk pribadi bahagia dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mempu menggerakkan kehendak manusia.
Kurikulum yang digunakan di sekolah bagi essensialisme merupakan semacam
miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan
kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum essensialisme merupakan
bagian pola kurikulum, seperti pola idealisme. Butler mengemukakan bahwa
sejumlah anak untuk setiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan
mengagumi kitab suci, sedangkan Demih Kevich menghendaki agar kurikulum
berisikan moralitas yang tinggi. Ataupun pola kurikulum realisme, yang
mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu
sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang komplek.
Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana
merupakan fundamen atau dasar dari susunannya yang paling komplek. Jadi bila
kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
Dengan demikian, peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa
berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada di
masyarakat.
Ciri
aliran Progresivisme adalah :
ü Suka
melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.
ü Oposisi
bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.
ü Lebih
tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam
hidup.
ü Pendidikan
dipandang sebagai suatu proses.
ü Mencoba
menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan
keterampilan yang memadai.
ü Mempromosikan
pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi.
ü Bercorak
student-centered.
ü Pendidik
adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.
ü Bergerak
sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi
atau masyarakat.
W.H.
Kilpatrik (yang mengembangkan metode problem solving) mengemukakan tentang kurikulum yang dianggap
baik terdiri dari :
·
Kurikulum harus dapat
meningkatkan kualitas anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan.
·
Kurikulum yang dapat
mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif dan mandiri.
·
Kurikulum yang sanggup
membina dan mengembangkan potensi anak didik.
·
Kurikulum bersifat
fleksibel dan berisi tentang berbagai macam bidang studi.
Melalui proses pendidikan dengan
menggunakan kurikulum yang bersifat integrated
curriculum, metode “lerning
by doing” dan metode “problem
solving” diharapkan anak didik menjadi maju (progress), mempunyai kecakapan
praktis dan dapat memecahkan masalah sosial sehari-hari dengan baik.
5.
Aliran Perenialisme
Perennialisme diambil dari kata perennial, yang artinya kekal atau
abadi. Dari makna yang terkandung dalam kata itu, aliran perennialisme
mengandung kepercayaan filasafat yang berpegang pada nilai-nilai dan
norma-norma yang bersifat kekal abadi. Aliran filsafat ini termasuk pendukung
yang kuat dari filsafat essensialisme. Pendiri utama dari filsafat ini adalah
Aristoteles yang kemudian didukung dan dilanjutkan oleh Thomas Aquinas, sebagai
reformer utama pada abad ke-13.
Dengan melihat kehidupan zaman modern
telah menimbulkan banyak krisis, di bidang kehidupan umat manusia. Untuk
mengatasi krisis ini, perennialisme memberikan jalan keluar berupa “regressive
road to culture”. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan
pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modern ini kepada
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal, untuk supaya sikap yang
membanggakan kesuksesan dan memulihkan kepercayaan pada nilai-nilai asasi masa
silam.
Asas-asas filsafat perennialisme
bersumber pada dua filsafat kebudayaan, yaitu perennialisme theologis, yang ada
dalam pengayoman supremasi gereja Katolik, khususnya menurut ajaran dan
interpretasi Thomas Aquinas, dan perennialisme sekuler, yakni yang berpegang
teguh pada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Di
bidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya seperti
Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini, pokok pikiran Plato
tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah menifestasi daripada hukum yang
universal, yang abadi dan sempurna, yakni ideal. Sehingga ketertiban sosial
hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata
pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan ialah membina pemimpin yang sadar
dan mempraktekkan asas-asas yang normatif itu dalam semua aspek kehidupan.
Menurut
Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan dan
pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan
kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan
masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles
dengan lebih mendekatkan pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles tujuan
pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai pendidikan itu, maka aspek
jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Seperti
halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang
dikehendaki Thomas Aquinas adalah sebagai usaha untuk mewujudkan kapasitas yang
ada dalam individu agar menjadi aktivitas, aktif dan nyata. Dalam hal ini
peranan guru adalah mengajar (memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada diri anak didik). Prinsip-prinsip pendidikan
perennialisme tersebut, perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan
modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan
tinggi dan pendidikan orang dewasa.
Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad ke 20. Perenialisme lahir sebagai suatu
reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme
yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu
perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh, kuat dan teruji.,
Perenialisme memandang bahwa
pendidikan harus didasari nilai-nilai kultural masa lampau (regresive road the
cultural) oleh karena kehidupan modern saat sekarang banyak menimbulkan krisis
dalam banyak bidang kehidupan. Masa lampau, terutama zaman abad pertengahan
Eropa telah membuktikan keefektivan nilai-nilai ynag diamalkan dalam kehidupan.
Nilai tersebut ternyata cukup ideal, tangguh dan teruji keberhasilannya dalam
kehidupan manusia.
Watak umum perenialisme
tersimpul dalam makna istilah yang menjadi nama aliran ini. Istilah “perenial” berarti “Everlasting” atau abadi. Kepercayaan
filsafat perenialisme ialah nilai-nilai, norma-norma yang bersifat kekal abadi,
bahkan keabadian, bahkan keabadian itu sendiri. Perenialisme mengambil analogi
realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga. Pohon bunga ini
akan berguna musim demi musim, datang dan pergi secara tetap sepanjang tahun
dan masa. Demikianlah pola perkembangan kebudayaan manusia, abad demi abad, era
demi era, bahkan untuk selama-lamanya akan tetap mengulangi apa yang pernah
dialaminya. Untuk perlu kembali kepada asas kebudayaan silam yang abadi itu.
6. Aliran
Rekontruksionalisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa
Inggris “rekonstruct”, yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks pendidikan, aliran ini adalah suatu
aliran yangberusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern. Merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count
dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat
yang pantas dan adil.
Aliran rekonstruksionisme
dalam satu prinsip sependapat dengan perenialisme. Tetapi aliran
rekontrusionisme tidak sependapat dengan cara yang ditempuh filsafat
perenialisme. Rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling
luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan
manusia.
Rekonstruksionisme berusaha mencari kesempatan semua
orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam
suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Dengan kata lain,
rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan yang lama, dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dan proses
pendidikan. Tujuan ini
hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerja sama, kerja sama semua
bangsa-bangsa, penganut aliran ini yakni bahwa telah tumbuh kesadaran dan
konsensus seperti dimaksud diseluruh dunia. Mereka percaya bahwa telah ada
hasrat yang sama dari bangsa-bangsa tentang cita-cita yang tersimpul dalam ide
rekonstruksionisme.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan
bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa.
Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan
membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang
benar pula demi generasi sekarang dan yang akan datang, sehingga terbentuk
dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki potensi
bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah
oelh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan
tertentu. Cita-cita demokrasi yang sungguh bukan hanya sekedar teori tetapi
harus menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan
potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan
dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,
keturunan, nasionalisme dan agama (kepercayaan).
Kata rekonstruksi dalam bahasa inggris
reconstruct yang berarti menyusun kembali .dalam konteks filsafat pendidikan
aliran rekonstruksionalisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern
,melalui lembaga dan proses pendidikan.
a)
Pandangan Rekonstruksionalisme Terhadap Pendidikan
Pandangan
aliran filsafat pendidikan ini adalah pertama kali adalah kita harus mengeathui
pengertian dari filsafat .filsafat adalah induk dari segala ilmu serta mencakup
seluruh ilmu-ilmu khusus .filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga
dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan
setiap pribadi warga Negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang diinginkan
dan diwariskan .
b)
Prinsip-prinsip yang menjadi landasan kerja Aliran Rekonstruksialisme yaitu:
Ø Memberikan
kesempatan pendidikan yang sama kepada setiap anak, tanpa membedakan Ras,
kepercayaan, atau latar belakang ekonomi
Ø Memberikan
“pendidikan tinggi” –latihan akademik, professional, dan teknikal– kepada
setiap mahasiswanya untuk dapat menyerap dan menggunakan ilmu dan teknologi
yang diajarkan
Ø Memebuat
sekolah-sekolah Amerika menjadi berperanan sangat penting sebagai satu bagian
dari kehidupan nasional kita yang akan menarik karena para gurunya adalah
laki-laki dan perempuan kita yang sangat bersemangat
Ø Menyusun
sebuah program pemuda untuk usia 17-23 tahun untuk membawa mereka dan sekolah
aktif menuju pada berpatisipasi dalam masyarakat orang dewasa
Ø Mengusahakan
penggunaan penuh dari perlengkapan sekolah dalam waktu di luar sekolah untuk
pertemuan-pertemuan pemuda, kegiatan-kegiatan masyarakat pendidikan orang
dewasa
Ø Bekerjasama
penuh dengan semua lembaga masyaraklat dan lemabaga social menuju sebuah
masyarakat demopkratis yang sesungguhnya, tetapi dalam waktu yang bersamaan
menjaga pendidkan yang bebas dari kekuasaan suatu kelompok atau kepentingan
tertentu
Ø Terus
memperluas penelitian dan eksperimentasi pendidikan
Ø Mengajak
pemimpin-pemimpin masyarakat untuk menjadikan pendidikan sebagai bagian dari
masyarakat dan masyarakat menjadi bagian dari sekolah.
Ciri aliran rekonstruksionisme
yaiu :
§
Promosi pemakaian problem solving
tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan.
§
Mengkritik pola life-adjustment
(perbaikan tambal-sulam) para Progresivist.
§
Pendidikan perlu berfikir tentang
tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun
menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu
diciptakan.
§
Pesimis terhadap pendekatan
akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi
langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
§
Pendidikan berdasar fakta bahwa
belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata
bersama sesamanya.
§
Learn by doing! (Belajar sambil
bertindak).
SUMBER :
asma1khusnul20:35