Filsafat Pendidikan - Hubungan Filsafat, Manusia, Dan Pendidikan
Table of Contents
A.
Pandangan
Filsafat Tentang Hakekat Manusia
Ilmu yang mempelajari tentang
hakekat manusia disebut antropologi filsafat. Hakekat berarti adanya berbicara
mengenai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu:
1)
Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang
sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau
materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat
atau materi.
Aliran ini berpendapat bahwa segala
hakekat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah
ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan
hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh (
Gazalba, 1992: 288 ). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih
berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam
kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya
pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian
aliran ini menganggap ruh itu ialah hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan
atau bayangan.
3)
Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia
itu pada hakekatnya terdiri dari dua substransi yaitu jasmani dan rohani.
Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya
tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, dan ruh
tidak berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua,
jasat dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana
keduanya saling mempengaruhi.
4)
Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berfikir
tentang hakekat manusia merupakan kewajiban eksistensi atau perwujudan
sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakekat manusia itu yaitu apa yang
menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut
serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya
dari segi eksistensi manusia itu sendiri didunia ini. Filsafat berpandangan
bahwa hakekat manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan
ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam,
sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh allah, dijelaskan
bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material.
Pendirian islam bahwa manusia terdiri dari substansi yaitu materi dari bumi dan
ruh yang berasal dari tuhan, maka hakekat pada manusia adalah ruh sedang
jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi
tersebut tidak dapat dikatakan manusia.
Pandangan tentang hakekat manusia ini poespoprodjo
mengemukakan bahwa :
1) Hakekat
manusia haruslah diambil dengan seluruh bagiannya yaitu bagian esensional
manusia, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik (
badan dan jiwa ) juga semua bagian yang integral ( anggota-anggota badan dan
pelengkapannya ). Manusia wyamajib menguasai hakekatnya yang kompleks san
mengendalikan bagian bagian tersebut agar bekerja secara harmonis. Manusia
menurut hakekatnya adalah hewan dan harus hidup seperti hewan ia wajib menjaga
badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi hewan yang berakal budi dan ia
harus juga hidup seperti makhluk yang berakal budi.
2) Hakekatnya
manusia harus diambil dengan seluruh nisbahnya, seluruh kaitannya tidak hany
terdapat keselarasan batin antara bagian-bagian dan kemampuan –kemampuan yang
membuat manusia itu sendiri, tetapi juga harus terdapat keselarasan antara
manusia denagn lingkungannya.
Keberadaan manusia dimuka bumi suatu
yang menarik.sebab selain manusia itu sendiri selalu menjadi pokok permasalahan
,juga dapat dilihat bahwa segala peristiwa apapun yang terjadi didunia ini dan
masalah apapun yang harus dipecahkan dibumi ini ,pada intinya dan akhirnya
berhubungan juga dengan manusia .untuk itu usaha mempelajari hakikat manusia
memerlukan pemikiran yang filosofis .karena setiap manusia akan selalu berfikir
tentang dirinya sendiri .namun tingkat pemikiran itu selalu mempunyai perbedaan
(nawawi ,1993:65). Hal itu disadarkan pada pemikiran bahwa selain sebagai
subyek pandidikan ,manusia merupakan objek pendidikan itu sendiri.
Kedudukan manusia yang paling
menarik ialah bahwa manusia itu menyelidiki kedudukannya sendiri dalam
lingkungan yang diselidiki pula (Drijarkara, 1986:50).suatu kenyataan terkadang
yang diperoleh, ternyata hasil penyelidikan mengenei lingkungannya itu lebih
memuaskan dari pada penyelidikan tentang manusia itu sendiri. Pemikiran tentang
hakikat manusia sejak jaman dahulu sampai jaman modern ini belum berakhir dan
tak akan pernah berakhir karena dalam pandangan yang lebih jauh, antara badan
dan ruh menyatu dalam pribadi manusia yang disebut “aku”.
Manusia yang pada dasarnya hewan
memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk lain. Meski demikian ada
seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain yang tidak disamai,
yang menganugrahi keunggulan pada diri manusia ( Muthahhari,1992: 62).
Kenyataan seperti ini terkadang membuat manusia mempunyai versi yang berbeda
dalam fikirannya. Sesuatu saat manusia akan berfikir bahwa mereka merupakan
salah satu anggota margasatwa ( Animal kingdom). Disaat lain dia juga akan
merasa warga dunia idea dan nilai ( Anshari, 1992:6). Pandangan seperti itulah
yang pada akhirnya akan memperlihatkan keberadaan manusia secara utuh, bahwa mereka
adalah pencari kebenaran.
B.
Sistem Nilai
Dalam Kehidupan Manusia
Sistem adalah merupakan suatu
himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang bergabung
menjadi suatu keseluruhan. Berhubungan dengan ini nilai yang merupakan suatu
norma tertentu mengatur ketertiban kehidupan sosial. Sebab perasaan, juga
sebagai makhluk individu, sosial dan bersusila. Sebagaimana kita ketahui
manusia juga merupakan makhluk budaya juga merupakan makhluk sosial. Manusia
selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
oleh karena itu manusia dalam proses interaksinya haruslah berpedoman pada
normal-normal atau nilai-nilai kehidupan sosial dapat terbina dengan baik dan
selaras.
Manusia merupakan subyek
pendidikandan sebagai obyek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap
untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tipendaknya suatu usaha atau kegiatan
banyak tergantung pada jelas tidaklah tujuan. Maka pendidikan yang berlandaskan
pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila, yang menjadi pokok dalam
pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga, masyarakat,
sekolah, dan perguruan tinggi.
Manusia merupakan makhluk sosial
juga merupakan makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia selalu
hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia itu hidup dalam interaksi
dan interdependensi sesamanya. Oleh karena itu manusia tidaklah mungkin akan
dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya bantuan orang lain. Karena pada
dasarnya manusia akan membutuhkan sesuatu dari orang lain, baik itu berupa
jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani ( segi spiritual). Dalam rangka
mengembangkan sifat sosialitasnya manusia akan terjadi masalah-masalahyakni
bahwa masalah sosial itu selalu ada kaitannya dengan yang dekat dengan
nilai-nilai (ahmadi, 1990 :12 ). Nilai tersebut adalah merupakan faktor intern
dengan hubungan antar sosial tersebut. Sehingga menurut Celcius bahwa ubi
societas, ibiius yaitu di mana ada suatu masyarakat, disana pasti ada hukum.
Menurut aliran progressivisme bahwa nilai itu timbul dengan sendirinya, tetapi
ada faktor-faktor masyarakat, dimana nilai itu timbul karena manusia mempunyai
bahasa, maka dengan demikian menjadi mungkin adanya saling hubungan seperti
adanya dalam masyarakat (Noor Syam, 1986: 127 ).
Dari beberapa pendapat diatas dapat
ditarik suatu pengertian bahwa nilai akan selalu muncul apabila manusia
(sebagai makhluk sosial) ini mengadakan hubungan sosial atau dengan kata lain
hidup bermasyarakat dengan manusia lain. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh aliran progressivisme “masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”.
Manusia didalam hubungannya dengan sesama dan dengan alam semesta (hablum
minannas wa hablum minal alam ) ini tidak mungkin melakukan sikap yang netral.
Karena pada dasarnya manusia itu sudah tentu mempunyai watak manusiawi seperti
cinta, benci, simpati, hormat, antipasti, dan lain sebagainya. Kecendrungan
untuk cinta, benci, simpati dll itu merupakan suatu sikap. Setiap sikap yang
ada adalah konsekuensi dari pada suatu penilaian, apakah penilayan itu
didasarkan atas azas-azas obyektif rasional atau subyektif emosional belaka
(barnadib, 1987:31-32).
1.
Pengertian
Nilai
Secara umum , cakupan pengertian
nilai adalah tak terbatas. Maksudnya bahwa segala sesuatu yang ada dalam raya
ini adalah bernilai namun kalau kita lihat kembali bahwasanya, nilai adalah
bagian dari filsafatenga yang dikenal dengan aksiologi.ensiklopedi britanica
dalam noor syam mengatakan bahwa nilai itu adalah suatu penetapan atau suatu
kualitas sesuatu objek yang menyangkut suatu jenis epresiasi atau minat.
Perkembangan penyelidikan ilmu
pengetahuan tentang nilai menyebabkan bermacam-macam pandangan manusia tentang
nilai-nilai.begitu juga sejarah peradaban manusia mengenai masalah-masalah
nilai tetaplah merupakan problem, walau selama itu pula manusia tetap tidak
dapat mengingkari efektivitas nilai-nilai didalam kehidupannya misalnya pada
kaum penganut shopisme dengan tokohnya pitagoras (481-411 SM) berpendapat bahwa
nilai bersifat relatif tergantung pada waktu (ibid:133).sedangkan menurut
pandangan idealisme, nilai itu bersifat normatif dan obyektif serta berlaku
umum maksudnya ialah “bahwa sikap”, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga
mempunyai hubungan dengan kualitas baiku dan buruk.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
diambil suatu pengertian bahwa nilai itu adalah merupakan hasil dari
kreativisika manusia dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa
cinta, simpati dan lain-lain.
2.
Bentuk dan
Tingkat-Tingkat Nilai
Sebagaimana yang telah kami uraikan
diatas, maka nilai merupakan sesuatu yang ada hubungannya dengan subyek
manusia. Sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa segala
sesuatu bernilai. Dengan demikian tujuan itu ialah menuju kebaikan serta
keluhuran dari manusia itu sendiri. Disamping itu adanya perbedaan nilai itu
secara objektif dan subyektif.
Burbecher membedakan nilai itu
kedalam dua bagian yaitu : nilai instrinsik dan instrumental. Nilai
instrumental ialah nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang
lain. Selanjutnya, nilai instrinsik adalah yang dianggap baik, tidak untuk
sesuatu yang lain, melainkan didalam dirinya sendiri.
Menurut aliran realisme, kualitas
nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu, melainkan
tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subyek
tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subyek tersebut. Namun
ada juga yang membedakan bentuk nilai itu berdasarkan pada bidang apa itu
efektif dan berfungsi misalnya nilai moral, nilai ekonomi dsb.
Pembagian tingkat perkembangan
menurut august comte dibagi menjadi tiga, yaitu : tingkat theologis ,tingkat
metafisika dan tingkat positif. Di mana tingkat teologis adalah tingkat pertama
, kemudian metafisis tingkat kedua , dan sebagai tingkat yang paling atas
apabila manusia telah menguasai pengetahuan eksata berarti manusia itu telah
mencapai tingkat positif (Noor syam,1986:132). Pada umumnya masyarakat menganut
pendapat bahwa hirarki nilai dalam kehidupan manusia adalah indentik dengan
hirarki tingkat-tingkat kebenaran ,sebab kebenaran ialah nilai itu sendiri.
3.
Nilai- Nilai
Pendidikan Dan Tujuan Pendidikan.
Menurut Noor syam, bahwa pendidikan
secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai terutama yang meliputi
kualitas kecerdasan, nilai ilmiyah, nilai moral, dan nilai agama yang semuanya
tersimpul didalam tujuan pendidikan yakni membina kepribadian ideal.
Tujuan pendidikan, baik itu pada
isinya ataupun rumusannya tidak akan mungkin dapat kita tetapkan tanpa
pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai. Membahas tentang
nilai-nilai pendidikan, akan lebuh jelas kalau dilihat melalui rumusan dan
uraian tentang pendidikan itu yang bersimpul dari semua nilai pendidikan yang
hendak diwujudkan didalam pribadi anak didik.
Untuk menetapkan tujuan pendidikan
dasar dan fikirannya harus melalui pendekatan-pendekatan seperti :
1)
Pendekatan melalui analisis historis
lembaga-lembaga sosial.
2)
Pendekatan melalui analisis ilmiah
tenteng realita kehidupan aktual.
3)
Pendekatan melalui normatfe
philosophy, melalui nilai-nilai filsafat yang normatif.
Sedangkan menurut aristoteles dalam
karya rapar ( filsafat politik aristoteles) mengatakan bahwa tujuan pendidikan
hendaknya dirumuskan sesuai dengan tujuan didirikannya suatu negara ( rapar,
1988 : 40 ). Dari beberapa argumen diatas dapat diambil suatu pengertian
bahwasannya nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada.
Keadaan masyarakat dapat diukur
melalui pendidikan, sesuai dengan pendapat plato dalam rapar, yang mengatakan
bahwa, kebrobokan masyarakat tak akan dapat diperbaiki dengan cara apapun
kecuali dengan pendidikan. Sebagai contoh tujuan pendidikan kita yang tersebut
dalam bab dua pasal 4 UU No. 2 tentang sistem pendidikan nasional yaitu :
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
tuhsn ysng maha esadan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No. 2/1989).
4.
Etika
Jabatan
Fungsi dan tanggung jawab mendidik
dalam asyarakat hampir merupakan kewajiban setiap warga masyarakat. Setiap
warga masyarakat sadar akan nilai dan peranan pendidikan bagi generasi muda,
khususnya anak-anak dalam lingkungan keluarga sendiri. Secara kodrati atau
secara naluri apapun namanya setiap orang tua merasa berkepentingan dan
berharap supaya anak-anaknya menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri, oleh
karena itu kewajiban mendidik ini merupakan panggilan sebagai moral tiap
manusia.
Yang jelas kaum profesional
ialah mereka yang telah menempuh pendidikan relatif yang cukup lama serta
mengalami latihan-latihan khusus. Oleh karena itulah dalam pendidikan seorang
guru harus mempunyai azas-azas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai
prinsip umum seperti :
1)
Melaksanakan kewajiban dasar good
will atau itikad baik, dengan kesadaran pengabdian.
2)
Memperlakukan siapapun, anak didik
sebagai satu pribadi yang sma dengan pribadinya sendiri.
3)
Menghormati perasaan tiap orang.
4)
Selalu berusaha menyumbangkan ide-ide,
konsepsi-konsepsi dan karya-karya ilmiah demi kemajuan bidang kewajiban
(misalnya mendidik).
5)
Akan menerima haknya semata-mata
sebagai satu kehormatan.
C.
Hubungan Filsafat dengan Filsafat
Pendidikan
Hubungan antara filsafat dan
filsafat pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman
suatu sistem pendidikan. Menurut Jalaludin
& Idi (2007: 32) filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran
teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses
pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan
tujuan yang ingin di capai.
Lebih jauh,
Jalaludin & Idi (2007: 32) menyampaikan hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, sebagai berikut:
1)
Filsafat merupakan suatu cara
pendekatan yang dipakai untuk memecahkan problematika pendidikan dan menyususn
teori-teori pendidikan.
2)
Filsafat berfungsi memberi arah
terhadap teori pendidikan yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3)
Filsafat, dalam hal ini fisafat pendidikan,
mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan
teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Adapun hubungan filsafat umum dan filsafat pendidikan
terdapat batasan-batasan sebagai berikut:
1) Filsafat
pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam
bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan.
2)
Kajian tentang filsafat pendidikan
sangat penting karena merupakan upaya dalam pengembangan pandangan terhadap proses
pendidikan dalam upaya memperbaikai keadaan pendidikan.
3) Filsafat
pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan, konsep andaian yang
kontinuansi satu sama lainnya.
Tidak semua masalah kependidikan
dapat dipecahkan dengan mengunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak diantara
masalah- masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan- pertanyaan
filosofis, yang memerlukan Pendekatan filosofis pula dalam memecahkannya.
Analisa filsafat terhadap masalah- masalah kependidikan tersebut, dan atas dasar
itu bisa disusun secara sistematis teori- teori pendidikan.disamping itu
jawaban- jawaban yang telah dikemukakan oleh jenis dan aliran fisafat tertentu
sepanjang sejarah terhadap problematika pendidikan yang dihadapinya, menunjukan
pandangan- pandangan tertentu, yang tentunya juga akan memperkaya teori-teori
pendidikan. Dengan demikian, terdapat
hubungan fungsional antara filsafat dengan teori pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara legih rinci dapapt diuraukan sebagai berikut :
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara legih rinci dapapt diuraukan sebagai berikut :
1)
Filsafat, dalam
arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara Pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan
dan menyusun teori- teori pendidikannya, disamping menggunakan metode- metode
ilmiah lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu
terhadap sesuatu obyek, misalnya filsafat idelisme, realisme, materialisme dan
sebaginya, akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori-
teori pendidikan yang dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu terhadap teori-
teori pendidikan yang di kembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan
kata lain, teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat pendidikan yang
dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh
pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
2)
Filsafat, juga
berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh
para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar
teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut
bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah
merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat
hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan
dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah
letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan
teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut,
yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari
masyarakat.
3)
Filsafat,
termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk
dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu
filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk
dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data
kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat
berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan
tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori
pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik)
Di samping hubungan fungsional
tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang
bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saifullah dalam bukunya
“Antara Filsafat dan Pendidikan”, sebagai berikut :
1)Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep
tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan
serta isi moral pendidikannya.
2)Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education)
yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi
pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi
dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan Negara.
Dari uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh
bagi tegaknya sistem pendidikan.
SUMBER :
1.
Suriasumantri,
S. Jujun. 1996. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Purwanto,
Ngalim. M. 2003. Ilmu Pendidikan
Teoretis dan Praktis, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Pidarta, Made.
1997. Landasan Kependidikan Stimulus
Ilmu Pendidikan bercorak Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
http://ktp09003.wordpress.com/2010/04/09/manusia-dan-alam-semesta-dalam-pandangan-filsafat-pendidikan-islam/
2.
Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan
Manusia (Kajian Filsafat Ilmu),
Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002.
Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI,
Remaja Rosdakarya, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000.
3. Jallaluddin,
Dr. dan Abdullah idi, Drs. Filsafat Pendidikan. Jakarta : GNP, 1997.
Arifin, H.M. Filsafat Pendidikan
Islam. Jakarta : Bina Aksara, 1999.
Juhairini. Filsafat Pendidikan Islam
. Jakarta : Bina Aksara, 1991.
Yusuf, A. M. Pengantar Ilmu
Pendidikan. Jakarta: Balai Aksara, 1989.