Filsafat Pendidikan - Hubungan Filsafat, Manusia, Dan Pendidikan

Table of Contents

A.    Pandangan Filsafat Tentang Hakekat Manusia
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat. Hakekat berarti adanya berbicara mengenai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu:
1)      Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
2)      Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakekat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992: 288 ). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.

3)      Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substransi yaitu jasmani dan rohani. Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, dan ruh tidak  berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua,  jasat dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi.
4)   Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berfikir tentang hakekat manusia merupakan kewajiban eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakekat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri didunia ini. Filsafat berpandangan bahwa hakekat manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh allah, dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material. Pendirian islam bahwa manusia terdiri dari substansi yaitu materi dari bumi dan ruh yang berasal dari tuhan, maka hakekat pada manusia adalah ruh sedang jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.

Pandangan tentang hakekat manusia ini poespoprodjo mengemukakan bahwa :
1)      Hakekat manusia haruslah diambil dengan seluruh bagiannya yaitu bagian esensional manusia, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik ( badan dan jiwa ) juga semua bagian yang integral ( anggota-anggota badan dan pelengkapannya ). Manusia wyamajib menguasai hakekatnya yang kompleks san mengendalikan bagian bagian tersebut agar bekerja secara harmonis. Manusia menurut hakekatnya adalah hewan dan harus hidup seperti hewan ia wajib menjaga badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi hewan yang berakal budi dan ia harus juga hidup seperti makhluk yang berakal budi.
2)      Hakekatnya manusia harus diambil dengan seluruh nisbahnya, seluruh kaitannya tidak hany terdapat keselarasan batin antara bagian-bagian dan kemampuan –kemampuan yang membuat manusia itu sendiri, tetapi juga harus terdapat keselarasan antara manusia denagn lingkungannya.
Keberadaan manusia dimuka bumi suatu yang menarik.sebab selain manusia itu sendiri selalu menjadi pokok permasalahan ,juga dapat dilihat bahwa segala peristiwa apapun yang terjadi didunia ini dan masalah apapun yang harus dipecahkan dibumi ini ,pada intinya dan akhirnya berhubungan juga dengan manusia .untuk itu usaha mempelajari hakikat manusia memerlukan pemikiran yang filosofis .karena setiap manusia akan selalu berfikir tentang dirinya sendiri .namun tingkat pemikiran itu selalu mempunyai perbedaan (nawawi ,1993:65). Hal itu disadarkan pada pemikiran bahwa selain sebagai subyek pandidikan ,manusia merupakan objek pendidikan itu sendiri.
Kedudukan manusia yang paling menarik ialah bahwa manusia itu menyelidiki kedudukannya sendiri dalam lingkungan yang diselidiki pula (Drijarkara, 1986:50).suatu kenyataan terkadang yang diperoleh, ternyata hasil penyelidikan mengenei lingkungannya itu lebih memuaskan dari pada penyelidikan tentang manusia itu sendiri. Pemikiran tentang hakikat manusia sejak jaman dahulu sampai jaman modern ini belum berakhir dan tak akan pernah berakhir karena dalam pandangan yang lebih jauh, antara badan dan ruh menyatu dalam pribadi manusia yang disebut “aku”.
Manusia yang pada dasarnya hewan memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk lain. Meski demikian ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain yang tidak disamai, yang menganugrahi keunggulan pada diri manusia ( Muthahhari,1992: 62). Kenyataan seperti ini terkadang membuat manusia mempunyai versi yang berbeda dalam fikirannya. Sesuatu saat manusia akan berfikir bahwa mereka merupakan salah satu anggota margasatwa ( Animal kingdom). Disaat lain dia juga akan merasa warga dunia idea dan nilai ( Anshari, 1992:6). Pandangan seperti itulah yang pada akhirnya akan memperlihatkan keberadaan manusia secara utuh, bahwa mereka adalah pencari kebenaran.

B.     Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia
Sistem adalah merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang bergabung menjadi suatu keseluruhan. Berhubungan dengan ini nilai yang merupakan suatu norma tertentu mengatur ketertiban kehidupan sosial. Sebab perasaan, juga sebagai makhluk individu, sosial dan bersusila. Sebagaimana kita ketahui manusia juga merupakan makhluk budaya juga merupakan makhluk sosial. Manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. oleh karena itu manusia dalam proses interaksinya haruslah berpedoman pada normal-normal atau nilai-nilai kehidupan sosial dapat terbina dengan baik dan selaras.
Manusia merupakan subyek pendidikandan sebagai obyek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tipendaknya suatu usaha atau kegiatan banyak tergantung pada jelas tidaklah tujuan. Maka pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila, yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga, masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi.
Manusia merupakan makhluk sosial juga merupakan makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia itu hidup dalam interaksi dan interdependensi sesamanya. Oleh karena itu manusia tidaklah mungkin akan dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya bantuan orang lain. Karena pada dasarnya manusia akan membutuhkan sesuatu dari orang lain, baik itu berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani ( segi spiritual). Dalam rangka mengembangkan sifat sosialitasnya manusia akan terjadi masalah-masalahyakni bahwa masalah sosial itu selalu ada kaitannya dengan yang dekat dengan nilai-nilai (ahmadi, 1990 :12 ). Nilai tersebut adalah merupakan faktor intern dengan hubungan antar sosial tersebut. Sehingga menurut Celcius bahwa ubi societas, ibiius yaitu di mana ada suatu masyarakat, disana pasti ada hukum. Menurut aliran progressivisme bahwa nilai itu timbul dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor masyarakat, dimana nilai itu timbul karena manusia mempunyai bahasa, maka dengan demikian menjadi mungkin adanya saling hubungan seperti adanya dalam masyarakat (Noor Syam, 1986: 127 ).
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa nilai akan selalu muncul apabila manusia (sebagai makhluk sosial) ini mengadakan hubungan sosial atau dengan kata lain hidup bermasyarakat dengan manusia lain.  Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh aliran progressivisme “masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”. Manusia didalam hubungannya dengan sesama dan dengan alam semesta (hablum minannas wa hablum minal alam ) ini tidak mungkin melakukan sikap yang netral. Karena pada dasarnya manusia itu sudah tentu mempunyai watak manusiawi seperti cinta, benci, simpati, hormat, antipasti, dan lain sebagainya. Kecendrungan untuk cinta, benci, simpati dll itu merupakan suatu sikap. Setiap sikap yang ada adalah konsekuensi dari pada suatu penilaian, apakah penilayan itu didasarkan atas azas-azas obyektif rasional atau subyektif emosional belaka (barnadib, 1987:31-32).

1.    Pengertian Nilai
Secara umum , cakupan pengertian nilai adalah tak terbatas. Maksudnya bahwa segala sesuatu yang ada dalam raya ini adalah bernilai namun kalau kita lihat kembali bahwasanya, nilai adalah bagian dari filsafatenga yang dikenal dengan aksiologi.ensiklopedi britanica dalam noor syam mengatakan bahwa nilai itu adalah suatu penetapan atau suatu kualitas sesuatu objek yang menyangkut suatu jenis epresiasi atau minat.
Perkembangan penyelidikan ilmu pengetahuan tentang nilai menyebabkan bermacam-macam pandangan manusia tentang nilai-nilai.begitu juga sejarah peradaban manusia mengenai masalah-masalah nilai tetaplah merupakan problem, walau selama itu pula manusia tetap tidak dapat mengingkari efektivitas nilai-nilai didalam kehidupannya misalnya pada kaum penganut shopisme dengan tokohnya pitagoras (481-411 SM) berpendapat bahwa nilai bersifat relatif tergantung pada waktu (ibid:133).sedangkan menurut pandangan idealisme, nilai itu bersifat normatif dan obyektif serta berlaku umum maksudnya ialah “bahwa sikap”, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baiku dan buruk.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa nilai itu adalah merupakan hasil dari kreativisika manusia dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simpati dan lain-lain.

2.      Bentuk dan Tingkat-Tingkat Nilai
Sebagaimana yang telah kami uraikan diatas, maka nilai merupakan sesuatu yang ada hubungannya dengan subyek manusia. Sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa segala sesuatu bernilai. Dengan demikian tujuan itu ialah menuju kebaikan serta keluhuran dari manusia itu sendiri. Disamping itu adanya perbedaan nilai itu secara objektif dan subyektif.
Burbecher  membedakan nilai itu kedalam dua bagian yaitu : nilai instrinsik dan instrumental. Nilai instrumental ialah nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain. Selanjutnya, nilai instrinsik adalah yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain, melainkan didalam dirinya sendiri.
Menurut aliran realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subyek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subyek tersebut. Namun ada juga yang membedakan bentuk nilai itu berdasarkan pada bidang apa itu efektif dan berfungsi misalnya nilai moral, nilai ekonomi dsb.
Pembagian tingkat perkembangan menurut august comte dibagi menjadi tiga, yaitu : tingkat theologis ,tingkat metafisika dan tingkat positif. Di mana tingkat teologis adalah tingkat pertama , kemudian metafisis tingkat kedua , dan sebagai tingkat yang paling atas apabila manusia telah menguasai pengetahuan eksata berarti manusia itu telah mencapai tingkat positif (Noor syam,1986:132). Pada umumnya masyarakat menganut pendapat bahwa hirarki nilai dalam kehidupan manusia adalah indentik dengan hirarki tingkat-tingkat kebenaran ,sebab kebenaran ialah nilai itu sendiri.

3.      Nilai- Nilai Pendidikan Dan Tujuan Pendidikan.
Menurut Noor syam, bahwa pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiyah, nilai moral, dan nilai agama yang semuanya tersimpul didalam tujuan pendidikan yakni membina kepribadian ideal.
Tujuan pendidikan, baik itu pada isinya ataupun rumusannya tidak akan mungkin dapat kita tetapkan tanpa pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai. Membahas tentang nilai-nilai pendidikan, akan lebuh jelas kalau dilihat melalui rumusan dan uraian tentang pendidikan itu yang bersimpul dari semua nilai pendidikan yang hendak diwujudkan didalam pribadi anak didik.
Untuk menetapkan tujuan pendidikan dasar dan fikirannya  harus melalui pendekatan-pendekatan seperti :
1)      Pendekatan melalui analisis historis lembaga-lembaga sosial.
2)      Pendekatan melalui analisis ilmiah tenteng realita kehidupan aktual.
3)      Pendekatan melalui normatfe philosophy, melalui nilai-nilai filsafat yang normatif.
Sedangkan menurut aristoteles dalam karya rapar ( filsafat politik aristoteles) mengatakan bahwa tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan sesuai dengan tujuan didirikannya suatu negara ( rapar, 1988 : 40 ). Dari beberapa argumen diatas dapat diambil suatu pengertian bahwasannya nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada.
Keadaan masyarakat dapat diukur melalui pendidikan, sesuai dengan pendapat plato dalam rapar, yang mengatakan bahwa, kebrobokan masyarakat tak akan dapat diperbaiki dengan cara apapun kecuali dengan pendidikan. Sebagai contoh tujuan pendidikan kita yang tersebut dalam bab dua pasal 4 UU No. 2 tentang sistem pendidikan nasional yaitu : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhsn ysng maha esadan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No. 2/1989).

4.      Etika Jabatan
Fungsi dan tanggung jawab mendidik dalam asyarakat hampir merupakan kewajiban setiap warga masyarakat. Setiap warga masyarakat sadar akan nilai dan peranan pendidikan bagi generasi muda, khususnya anak-anak dalam lingkungan keluarga sendiri. Secara kodrati atau secara naluri apapun namanya setiap orang tua merasa berkepentingan dan berharap supaya anak-anaknya menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri, oleh karena itu kewajiban mendidik ini merupakan panggilan sebagai moral tiap manusia.
Yang  jelas kaum profesional ialah mereka yang telah menempuh pendidikan relatif yang cukup lama serta mengalami latihan-latihan khusus. Oleh karena itulah dalam pendidikan seorang guru harus mempunyai azas-azas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum seperti :
1)      Melaksanakan kewajiban dasar good will atau itikad baik, dengan kesadaran pengabdian.
2)      Memperlakukan siapapun, anak didik sebagai satu pribadi yang sma dengan pribadinya sendiri.
3)      Menghormati perasaan tiap orang.
4)      Selalu berusaha menyumbangkan ide-ide, konsepsi-konsepsi dan karya-karya ilmiah demi kemajuan bidang kewajiban (misalnya mendidik).
5)      Akan menerima haknya semata-mata sebagai satu kehormatan.    

C.     Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai.
Lebih jauh, Jalaludin & Idi (2007: 32) menyampaikan hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, sebagai berikut:
1)      Filsafat merupakan suatu cara pendekatan yang dipakai untuk memecahkan problematika pendidikan dan menyususn teori-teori pendidikan.
2)      Filsafat berfungsi memberi arah terhadap teori pendidikan yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3)       Filsafat, dalam hal ini fisafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Adapun hubungan filsafat umum dan filsafat pendidikan terdapat batasan-batasan sebagai berikut:
    1)     Filsafat pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan.
      2)      Kajian tentang filsafat pendidikan sangat penting karena merupakan upaya dalam pengembangan pandangan terhadap proses pendidikan dalam upaya memperbaikai keadaan pendidikan.
     3)    Filsafat pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan, konsep andaian yang kontinuansi satu sama lainnya.
Tidak semua masalah kependidikan dapat dipecahkan dengan mengunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak diantara masalah- masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan- pertanyaan filosofis, yang memerlukan Pendekatan filosofis pula dalam memecahkannya. Analisa filsafat terhadap masalah- masalah kependidikan tersebut, dan atas dasar itu bisa disusun secara sistematis teori- teori pendidikan.disamping itu jawaban- jawaban yang telah dikemukakan oleh jenis dan aliran fisafat tertentu sepanjang sejarah terhadap problematika pendidikan yang dihadapinya, menunjukan pandangan- pandangan tertentu, yang tentunya juga akan memperkaya teori-teori pendidikan. Dengan demikian, terdapat hubungan fungsional antara filsafat dengan teori pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara legih rinci dapapt diuraukan sebagai berikut :
1)   Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara Pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori- teori pendidikannya, disamping menggunakan metode- metode ilmiah lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek, misalnya filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebaginya, akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori- teori pendidikan yang dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu terhadap teori- teori pendidikan yang di kembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain, teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
2)   Filsafat, juga berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3)   Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik)

Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saifullah dalam bukunya “Antara Filsafat dan Pendidikan”, sebagai berikut :
   1)Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
    2)Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan Negara.
Dari uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubung­an yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendi­dikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.

SUMBER :

1.    Suriasumantri, S. Jujun. 1996. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Purwanto, Ngalim. M. 2003. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan bercorak Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
http://ktp09003.wordpress.com/2010/04/09/manusia-dan-alam-semesta-dalam-pandangan-filsafat-pendidikan-islam/
2.    Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002.
Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI, Remaja Rosdakarya, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000.
3.    Jallaluddin, Dr. dan Abdullah idi, Drs. Filsafat Pendidikan. Jakarta  : GNP, 1997.
Arifin, H.M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bina Aksara, 1999.
Juhairini. Filsafat Pendidikan Islam . Jakarta : Bina Aksara, 1991.
Yusuf, A. M. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Balai Aksara, 1989.
Diposkan oleh SUDIRMAN di 19:27