Filsafat Pendidikan - Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
Table of Contents
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the
mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan.
Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia
dengan segala problematika dan kehidupannya.
Filsafat adalah untuk mengetahui hakikat sesuatu. Namun kalau pertanyaan
filosofis itu diteruskan,akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu
yang disebut agama. Berikut ini akan dibahas lebih rinci.
Diantara permasalahan yang tidak
dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada dilingkungan
pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat
merupakan teori umum dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita
dan pengalaman yang terdapat
dalam pengalaman pendidikan.
Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerukan jawaban secara filosofis
Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerukan jawaban secara filosofis
Disiplin ilmu pengetahuan yang
lahir itu ternyataa memiliki objek dan sasaran yang
berbeda-beda, yang terpisah satusama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan
mengurus dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak
memperhatikan hubungan dengan bidang lainnya. Tugas filsafat adalah mengajukan
pertanyaan–pertanyaan dan menyelidiki faktor–factor realita dan pengalaman yang
banyak terdapat dalam lapangan pendidikan.
Ajaran
filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalamkehidupan
kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dannegara. Tujuan
berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi.
1)
Manusia
Manusia adalah sebuah makhluk yang
unik. Meskipun kita tahu bahwa kita adalah manusia (atau mungkin tidak tahu?)
adalah bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk melukiskan apa yang unik pada
manusia jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain.
Pertama-tama marilah kita lihat dari
ciri biologisnya. Manusia adalah makhluk bersel banyak, metazoa, ketimbang makhluk bersel tunggal, protista. Ia juga adalah makhluk
bertulang belakang, vertebrata,ketimbang
makhluk tidak bertulang belakang, avertebrata.
Di antara vertebrata manusia
tergolong ke dalam kelompok binatang menyusui, mammalia, karena ia berdarah panas, menghirup udara, dengan
kulit berbulu, dan menyusui bayinya. Lebih lanjut manusia tergolong ke dalam mammalia yang janinnya berkembang di
dalam rahim betinanya, eutheria,
yang menerima makanan melalui plasenta. Kemudian manusia dikelompokkan ke dalam
ordo primata, yang di dalamnya
termasuk lemur, tarsius, kera dan kera besar: gorila, orangutan, dan simpanse.
Yang membedakan manusia dengan primata
lainnya adalah perilaku bipedal,
berjalan dengan kedua kaki, berpostur tegak, tulang belakang berbentuk S, dan kaki yang lebih panjang dari
tangan. Hanya tangan yang dapat dipakai untuk menggenggam, prehensil, dengan jempol yang besar
dan bertenaga, terletak berseberangan dengan jari-jari lainnya yang
memungkinkan genggaman yang kokoh. Hampir seluruh tubuh tak berbulu dan hanya
ditumbuhi rambut terutama pada bagian kepala. Rahangnya pendek dengan susunan
gigi melengkung. Mukanya pendek dan hampir vertikal. Otaknya relatif besar jika
dibandingkan dengan makhluk lain terutama pada bagian neo-cortex.
Manusia juga memiliki ciri
psikologis dan tingkah laku yang unik dan membedakannya dengan makhluk lain.
Perilaku manusia mudah berubah dan kurang instingtif dibandingkan dengan
binatang. Manusia memiliki sifat ingin tahu, meniru, memperhatikan, mengingat
dan berimajinasi, seperti yang dimiliki oleh binatang lain yang relatif maju, dan
dapat mengaplikasikannya secara lebih halus dan rumit. Manusia mampu mengubah
alam dengan kemampuan berpikirnya. Mereka membuat alat dan menggunakannya.
Mereka sadar-diri, mampu mengingat masa lalu dan memproyeksikan masa depan,
sadar akan kehidupan dan kematian. Ia mampu berpikir abstrak dan mampu
menggunakan simbol, yang kelak berkembang menjadi bahasa. Mereka juga memiliki
rasa keindahan, estetika, dan perasaan religius yang digambarkan dengan
keheranan dan kepercayaan akan hal yang supranatural dan spiritual. Ia adalah
makhluk bermoral yang mampu mengembangkan struktur kemasyarakatan yang
kompleks.
2) Ilmu Pengetahuan
Di
antara makhluk hidup, manusia memiliki derajat lebih tinggi. Ia memiliki sifat
“ingin tahu“ yang berasal dari akal budinya. Kemampuan itu tidak dimiliki
makhluk hidup lain (seperti hewan dan tumbuhan). Sifat keingintahuan manusia
adalah ingin tahu lebih banyak akan segala sesuatu yang ada di lingkungan
sekitarnya. Sifat ini mendorong manusia untuk melakukan penelitian. Dengan
penelitian tersebut, manusia dapat menjawab ketidaktahuan serta mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Seiring
dengan perkembangan zaman, sifat keingintahuan manusia semakin berkembang. Hal
itu dilakukan dengan cara mempelajari, mengadakan pengamatan dan penyelidikan
untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya tentang makhluk hidup seperti
manusia, hewan, dan tumbuhan serta alam sekitarnya.
Ilmu pengetahuan adalah
warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang tertentu.
Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual
Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui
prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara
khusus telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad
Kebangkitan. Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju
kebahagian akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian
tak kenal lelah dan terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran
mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai
tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa ilmu
pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita. Meskipun biasanya dikemukakan
sebagai pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan, pertikaian zaman
Renaissance terutama adalah antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus, Galileo, dan
Bacon [dikemukakan sebagai] anti-agama. Kenyataannya, dapat kita katakan bahwa
ketaatan mereka terhadap agama telah memunculkan cinta dan pemikiran untuk
menemukan kebenaran.
2.
Pemikiran
Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli
Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang
pemikir besar kuno (470-399 SM) yang gagasan filosofis dan metode pengajarannya
sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat.
Socrates lahir Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang bidan yang
tidak begitu dikenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete (Smith, 1986: 19).
Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates, adalah
metode diakletis. Metode ini digunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan
yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar berpikir secara cermat,
untuk menguji coba dirri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Metode
ini tidak lain digunakan untuk meneruskan intelaktualitas. Dengan kata lain,
tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan
disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang
terus-menerus dan standar moral yang tinggi (Smith, 1986: 25).
Dalam pendidikan, Socrates menggunakan system atau
cara berpikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat
umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus.
2)
Pemikiran Filsafat Pendidikan
Menurut Plato (427-347 SM)
Plato dilahirkan dalam keluarga aristokrasi di Athena,
sekitar 427 SM. Ayahnya, Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena
yang pernah berkuasa pada abad ke-7 SM. Sementara ibunya, Perictions, adalah
keturunan keluarga Solon, seorang pembuat undang-undang, penyair, memimpin
militer dari kaum nigrat dan pendiri dari demokrasi Athena terkemuka (Smith,
1986:29).
Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk
menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia
menjadi seorang warga Negara yang baik, masyarakat yang harmonis, yang
melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai seorang anggota masyarakat.
Menurut Plato, pendidikan direncanakan dan deprogram menjadi tiga tahap sesuai
tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga hingga
sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh
tahun. Ketiga, dari tiga puluh tahun samapi empat puluh tahun.
3) Pemikiran filsafat
pendidikan menurut Aristoteles (367-345 SM )
Aristoteles adalah murid plato. Dia
adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka, mungkin sepanjang masa. Umat
manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya kemajuan pemikiranya
dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika, biologi,
dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di
semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah
dokter perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang
terkemuka.
Menurut Aristoteles, agar orang
bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal
akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan kepada perasaan-perasaan
yang lebih tinggi,yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak
berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di
arahkan secara benar. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik itu
yang mempunyai tujuan tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah
hidup spekulatif ( Barnadib. 1994:72).
Jadi jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang
sesuai dengan perputaran dan perubahan zaman.
SUMBER :
2.
Diposkan oleh Fethullah Gülen
Filed under: Tentang Ilmu
Alam,Tentang
Peradaban — Oni Suryaman @ 11:14 am 01/08/2011 Filsafat Pendidikan :
Pengantar
4.
Oleh : Sumadi, M.Ag.
Fakultas
: Tarbiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis Jawa Barat