Filsafat Pendidikan - Pendidikan Dalam Trilogi Ilmu Pendidikan

Table of Contents
A.    Ontologi Pendidikan
Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab-akibat. Yaitu, ada manusia, ada alam, dan ada causa prima dalam suatu hubungan menyeluruh, teratur dan tertib dalam keharmonisan. Jadi, dari aspek ontologi, segala sesuatu yang ada ini berada dalam tatanan hubungan estetis yang diliputi dengan warna nilai keindahan. Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau pancaindera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa “ontology is the theory of being qua being”, artinya ontologi adalah teori tentang wujud.
1.      Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya “De Anima”. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di pahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
2.      Metode dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metafisik.
Untuk Aristoteles ada empat dimensi ontologis yang berbeda:
1)      menurut berbagai kategori atau cara menangani yang sedang seperti itu
2)      menurut kebenaran atau kesalahan (misalnya emas palsu, uang palsu)
3)      apakah itu ada dalam dan dari dirinya sendiri atau hanya 'datang bersama' oleh  kecelakaan
4)      sesuai dengan potensinya, gerakan (energi) atau jadi kehadiran (Buku Metafisika   Theta).
Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain:
1)      Filsafat Materialisme.
2)      Filsafat Idealisme.
3)      Filsafat Dualisme.
4)      Filsafat Skeptisisme.
5)      Filsafat Agnostisisme.
Jujun S. Suriasumantri (2000: 34 – 35) menyatakan bahwa pokok permasalahan yang menjadi obyek kajian filsafat mencakup tiga segi, yakni :
1)      logika (Benar-Salah)
2)      etika (Baik-Buruk)
3)      estetika (Indah-Jelek)
Ketiga cabang utama filsafat ini lanjut Suriasumantri, kemudian bertambah lagi yakni, pertama, teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; kedua, kajian mengenai organisasi sosial/ pemerintahan yang ideal, terangkum dalam politik. Kelima cabang filsafat ini – logika, etika, estetika, metafisika dan politik – menurut Suriasumantri, kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian lebih spesifik lagi yang disebut filsafat ilmu.
Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam persoalan keberadaan, yaitu:
Keberadaan dipandang dari segi jumlah (kuantitas)
1)      Monoisme
2)      Dualisme
3)      Pluralisme
Keberadaan dipandang dari segi sifat, menimbulkan beberapa aliran, yaitu:
1)      Spiritualisme.
2)      Materialisme.
Keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian, atau perubahan
1)      Mekanisme.
2)      Teleologi.
3)      Vitalisme.
4)      Organisisme.
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme,
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
1)      yang-ada (being)
2)      kenyataan/realitas (reality)
3)      eksistensi (existence)
4)      esensi (essence)
5)      substansi (substance)
6)      perubahan (change)
7)      tunggal (one)
8)      jamak (many)
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1)      kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2)      Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.

B.     Epistemologi Pendidikan
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, dengan asal kata “episteme” yang berarti pengetahuan, dan “logos” yang berarti teori. Secara etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang asal, struktur, metode serta keabsahan pengetahuan.  “ Epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, method, and validity of knowledge” ( Runes, 1963: 94).
Menurut langeveled (1961), epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpunya yang fudamental, metode-metode dan batasan-batasannya.
fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika yang diketahui positif, adalah segala yang nampak dan segala efode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Jenis-jenis pengetahuan
Manusia berusaha mencari pengetahuan Dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan melalui beberapa sumber:
1)      Pengetahuan wahyu ( revealed knowledge)
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tuhan telah memberi pengetahuan dan kebenaran kepada manusia pilihannya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi manusia dalam kehudupannya. Wahu merupskan firman Tuhan. Kebenarannya adalah mutlak dan abadi. Penetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia.
2)      Pengetahuan intuitef (intuitive knowledge)
Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat ia menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam kesadran manusia. Mengenai proses kerjanya, manusia itu sendiri tidak menyadarinya. Pegetahuan ini sebagai hasil penghayatan pribadi, sebagai hasil ekspresi dari keunikan dan individualiatas seseorang, sehigga validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi.
3)      Pengetahuan rasional (rational knowledge)
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh   dengan latihan rasio/akal semata,tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip logika formal dan mmatematika murni merupakan paradigma pengetahuan rasional, dimana kebenarannya dapat ditunjukan dengan pemikiran abstrak. Prinsip pengetahuan rasional dapat diterapkan pada pengalaman indra, tetapi tidak disimpulkan dari pengalaman indra.
4)      Rasionalisme memberikan kritik terhadap empirisme, bahwa :
1)      Metode empiris tidak memberi kepastian, tetapi  hanya sampai pada probabilitas yang tinggi;
2)      Metode empiris, baik dalam sains maupun dalam kehidupan sehari-hari, biasanya bersifat sepotong-sepotong (piece meal)
3)      Pengetahuan Empiris (empirical knowledge)
4)      Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti pengindraan, dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indra-indera lainnya, sehingga kita memiliki konsep dunia disekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris adalah sains, dimana hipotensi-hipotensi sains diuji dengan observasi atau dengan eksperimen.
5)      Pengetahuan Otoritas (authoritative knowledge)
a.       Kita menerima sesuatu pengetahuan itu benar bukan karena telah mencekangnya diluar diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, berhak) dilapangan. Teori pengetahuan
Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah pengetahuan itu benar atau salah yaitu :
1)      Teori korespondensi (correspondence theory)
Menurut teori korespondensi, kebenaran merupakan penyesuaian antara fakta dan siuasi nyata. Kebenaran nerupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya. Teori ini paling luas diakui olah realis.
2)      Teori koherensi (coherence theory)
Menurut teori  koherensi, kebenaran bukan persesuaian antara pikiran dengan kenyataan, melainkan kesesuaian swcara harmonis antara pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan kita yang tekah dimiliki. Teori ini pada umumnya diaakuai oleh golongan idealis.
3)      Teori pragmatisme (pragmatism theory)
Menurut teori pragmatisme, kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan kenyataan, sebab kita hanya bisa mengetahui dari pengalaman kita saja. Dilain pihak, menurut pragmatisme, teori koherensi adalah formal dan rasional. Pragmatisme berpendirian bahwa mereka tidak mengetahui apapun (agnostik) tentang wujud, esensi, intelektualitas, rasionalitas. Oleh karena itu, pragmatisme menentang otoritariarisme, intelektualisme, dan rasionalisme. Penganut pragmatisme merupakan penganut empirisme yang panatik untuk memberikan interpretasi terhadap pengalaman. Menuntut pragmatisme, tidak ada kebenaran yang mutlak dan abadi. Kebenaran itu dibuat dalam proses penyesuaian manusia.
   Para pendukung pragmatisme cenderung memberikan tekanan pada tiga pendekatan, yaitu :
1)      Bahwa sesuatu itu dikatakan   benar apabila memutuskan atau memenuhi keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan manusia. Kepercayaan akan kebenaran bukan hanya memberikan keputusan bagi seluruh sifat dasar manusia, melainkan juga memberi kepuasan selama jangka waktu tertentu.
2)      Bahwa sesuatu itu benar apabila dapat dikaji kebenarannya secara eksperimen. Pengujian kebenaran ini selaras dengan semangat dan praktik sains modern, baik dala laboratorium maupun dalam kehidupan sehari-hari. Begitu suatu kebenaran atau  ketidak benaran muncul, maka kita hendaknya mencoba dan mengadakan pebuktiannya.
3)      Bahwa sesuatu itu benar apabila membantu dalam perjuangan hidup bagi eksistensi manusia. Instrumentalisme Dewey menekankan fungsi bagi kehidupan dari ajaran serta ide-idenya.

A.    Aksiologi Pendidikan
Aksiologi merupakan cabang filsasat yang berbicara tentang nilai (what is the value). Nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang berharga, berkualitas, bermakn adan bertujuan bagi kehidupan manusia, individu maupun kelompok. Umumnya orang menimbang nilai dengan kadar baik atau buruk(etika), indah atau jelek (estetika). Karena itu, nilai mengarahkan tindakan, mendasati perbuatn dan pda gilirannya membentuk “preferensi nilai” (system nilai atua nilai). Aksiologi secara Etimologis brasal dari kata axia (nilai, value: inggris), dan logos (perkataan, pikiran,ilmu). Aksiologi berarti ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.
Kutipan Bakker dan Kattsoff menyiratkan satu hal yang sangat penting, bahwa makna hakiki nilai dalam perspektif aksiologis akan berlaku bagi segala sesuatu yang ada(pengada). Pengada, dalam konsep bekker,meliputi segala yang ada baik benda mati atau benda hidup, dari taraf yang paling rendah samapai taraf yang paling tinggi, bahkan tuhanpun bisa disebut pengada.
Sedangakan aksiologi menurut  jalaluddin yaitu suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld membedakan tiga bagian didalam aksiologi, yaitu
1)      Moral Conduct, tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
2)      Esthetic Expression, ekspresi keindahan;yang melahirkan estetika.
3)      Socio-political Life.kehidupan sosio-politik, bidang ini mlahirkan ilmu filsafat sosio-politik (Syam, 1986;34-36)
Dalam Kamus Filsafat (Sudarsono, 1993: 8), aksiologi berarti suatu ajaran tentang kebenaran hakiki yang menjadi tujuan hidup manusia misal ajaran agama. Atau dapat juga berarti :
1)      Ajaran tentang nilai-nilai dan sistem
2)      Nilai dalam ilmu filsafat
3)      Cabang filsafat yang membuat tentang nilai
4)      Filsafat nilai
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transfortasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai.
Dagobert Runes (1963:32) mengemukakan beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai yang mencakup:
1)      Hakikat nilai
2)      Tipe nilai
3)      Kriteria nilai
4)      Status metafisika nilai
Menurut objektivitas, nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Pertimbangan terhadap nilai berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Menurut objektivitas logis, nilai itu suatu wujud, suatu kehidupan yang logis tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya, namun memiliki status dan gerak didalam kenyataan.
Karakteristik nilai
1)      Nilai objek atau subjektif
Nilai itu obyektif  jika ia tidak tergantung pada subyek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya, nilai itu “subyektif” jika ekstensinya, mananya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subyek yang melakukan penilaian, tanpa mempertibangkan apakah itu bersifat psikis ataupun fisik. Suatu nilai dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Nilai-nilai baik, benar, cantik, merupakan realitas alam, yang merupakan bagian dari sifat-sifat yang dimili oleh benda atau tindakan tersebut.
Nilai itu subjektif apabila nilai tersebut memiliki preferensi pribadi, dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang. Apapun baik atau berharga bukan karena dalam dirinya, melainkan karena manusia telah menilainya.
2)      Nilai absolut atau berubah
 Suatu nilai dikataka absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta absah sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas sosial. Misalnya nilai kasih sayang dan kemurahan hati adalah untuk semua manusia dimanapun dan kapanpun manusia hidup.
3)      Tingkatan (hieraki) nilai
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hieraki nilai, yaitu:
a)      Kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi dari pada nilai non spiritual (nilai material).
b)      Kaum realis juga berpandangan bahwa terdapat tingkatan nilai, dimana mereka menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hukum-hukum alam dan aturan-aturan berpikir logis.
c)      Kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut mereka. Suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental.
Jenis-jenis nilai
4)      Etika
Etka berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang, yang berarti adat kebiasaan. Etika merupakanteori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan yang memuat dasar-dasar untuk berbuat susila.
5)      Estetika
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni.
Kegunaan Aksiologi  Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.


SUMBER
1.      Buku                                 : Pengantar Filsafat Pendidikan
Penulis                               : Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd.
Diterbitkan oleh    : CV ALFABETA
Jl. Gegerkalong Hilir 84 Bandung 40153
Cetakan ketiga, Agustus 2006
ISBN                                 : 979- 8433-71-5
2.      Dipublikasikan Oleh Moh Syafiruddin Pada Tanggal October 29th, 2011
4.      Diposkan oleh JANU RAHAB AZ-ZAIN di 08:04