Pelanggaran Pengadilan dan Penegakan HAM
PELANGGARAN HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan / mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku. Dengan denmikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakan.
Deklarasi HAM Universal (1948) lahir sebagai akibat pelanggaran HAM yang sangat berat selama PD II. Selama penjajahan Japan (1942-1945) rakyat Indonesia sangat menderita, dengan pelanggaran HAM yang berat, antara lain kekejaman Polisi Militer Japan, Pengiriman dengan Paksa ribuan tenaga kerja (Romusha) ke Birna dan Thailand dan pengerahan wanita penghibur bagi tentara wanita.
![]() |
Kompasiana.com |
Pada era revolusi fisik atau Perang Kemerdekaan (1942-1945) terkenal kekejaman Polisi Rahasia Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan yang ditawan oleh Belanda. Pembantaian terhadap kira-kira 40.000 rakyat Sulawesi Selatan oleh Kapten Westerling merupakan pula noda sejarah pada era perang kemerdekaan. Demikian pemberontakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia
(DI/TII) pada awal tahun lima puluhan di Jawa Barat diduga tidak lepas dengan kekejaman para pemberontak tersebut terhadap rakyat dan prajurit TNI dan sebaliknya.
Setelah masa-masa tersebut, pelanggaran HAM massih terus berlanjut . Menurut Pakar Hukum Adnan Buyung Nasution, pelanggaran HAM dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu sebagai berikut.
1.Kejahatan terhadap kemanusiaan, antara lain:
- Gerakan 30 september/PKI pada tahun 1965, yaitu pembunuhan terhadap tujuh orang Pahlawan Revolusi, yang disusl oleh pembunuhan terhadap 500.000 orang yang dituduh PKI
- Kasus Timor timur pada tahun 1971-1977 dan 1977-1982
- Peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 dengan pembunuhan terhadap kelompok umat Islam.
- Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dengan korban meninggal 2.000 dan 7.000 kasus penyelesaian
- Penembakan terhadap mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dengan gugur empat Pahlawan Reformasi
- Penembakan terhadap mahasiswi dalam peristiwa semanggi pada tahun 1998
2.Kejahatan terhadap integritas orang, antara lain :
- a.Arbritori arrset and dendemtion (komunis) pada tahun 1965-1971
- b.Arbritori arrset and dendemtion (Peristiwa malari) pada tahun 1971-1977
- c.Penghilangan orang (Timor Timur) pada tahun 1977-1982
- d.Penembakan misterius pada tahun 1982-1983
- e.Peristiwa 27 juli yaitu penyerbuan, perusakan dan pembunuhan pada Markas Partai Demokrasi Indonesia
3.Tindak kekerasan terhadap hak sipil dan politik, antara lain berikut ini:
- Kemerdekaan berserikat dan berkelompok yang secara sistematik dilanggar
- Kebijakan kemerdekaan berpendapat dilanggar
- Kebijakan dari lembaga Ekstra-Yudisial yang mencampuri fungsi kehakiman
4.Tindak kekerasan terhadap hak sosial ekonomi dan budaya, antara lain berikut :
- pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat
- Pelanggaran terhadap hak lingkungan hidup
- Pemiskinan secara struktural
- Proses pemiskinan
HAM merupakan hak yang ada dalam diri seseorang sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME, baik sebagai makhluk individu maupun sosial. Oleh sebab itu, Pelanggaran HAM dapat dikategorikan merupakan pelanggaran hukum yang sifatnya struktural, artinya pelanggaran itu bukan merupakan pelanggaran biasa melainkan suatu pelanggaran yang sifatnya mengurangi eksistensi keberadaan manusia yang memiliki harkat dan martabat.
Dengan kata lain “pelanggaran hukum yang sifatnya struktural” adalah perbuatan yang secara sistemik dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara yang sifatnya mengurangi, menghalangi, membatasi dan/atau mencabut HAM dan dengan adanya tindakan tersebut seseorang atau kelompok orang jadi insan yang telah kehilangan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME.
Dalam UU No. 39 tahun 1999 tidak membedakan secara tegas antara perbuatan seorang atau kelompok orang maupun aparat negara yang menafikan HAM dimasukkan dalam kategori pelanggaran terhaadap HAM. Berkaitan dengan sifat istimewa ini maka UU ini juga memberikan upaya hukum yang istimewa yaitu dengan cara slass action.
Pasal 90 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang dan/atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM”.
Lebih lanjut 101 menyatakan:
“Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM”.
Ketentuan Pasal 90 ayat (1) dan Pasal 101 mengandung makna bahwa class action ysng dimaksudkan tidak diarahkan kepada mekanisme penyidikan, penyidikan dan penuntutan melainkan hanya diarahkan kepada aspek pelaporannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 104 menegaskan:
- Untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk Pengadilan HAM dilingkungan peradilan umum.
- Pengadilan tersebut dibentuk dengan UU dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.
- Sebelum terbentuk pengadilan HAM maka kasus-kasus pelanggaran HAM diadili oleh pengadilan yang berwenang.
Berdasar Pasal 104 itulah, dikeluarkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa Pengadilan HAM yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat. Ketentuan semacam ini menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap HAM merupakan pelanggaran yang bersifat khusus bahkan sebagai pelanggaran yang sifatnya struktural.
Pelanggaran HAM di Indonesia, baik yang dilakukan oleh aparat, negara maupun masyarakat, secara kuantitas terus meningkat. Hal ini disebabkan belum adanya penyelesaian secara tuntas mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM, meskipun kita memiliki UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Ham. Padahal apabila ditelaah, UU tentang pengadilan HAM telah memberikan kewenangan penuh, antara lain berikut ini:
- Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan menuntaskan perkara pelanggaran HAM yang berat.
- Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan mmutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara RI oleh WNI.
- Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutusriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur dibawah 18 tahun pada saat kejahtan dilakukan.
- Pelanggaran HAM yang berat meliputi kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000 yang dimaksud kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama dengan cara:
- Membunuh anggota kelompok.
- Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok.
- Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian.
- Memaksakan tindakan-tindakanyang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
- Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Menurut Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
- Pembunuhan.
- Pemusnahan.
- Perbudakan.
- Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
- Perampasan kemerdekaan yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional.
- Penyiksaan.
- Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
- Penganiayaan terhadap paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
Memperhatikan pelanggaran-pelanggaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa sifat struktural dari pelanggaran HAM juga dapat dilihat dari pelaku pelanggaran HAM. Dalam UU Pengadilan HAM, perlindungan terhadap korban dan saksi juga mendapat perhatian di mana korban dan saksi berhak atas perlindungan fisik dan metal dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan. Perlindungan tersebut wajib dilakukan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-Cuma. Sebagai konsekuensi dari pelanggaran HAM maka para korban dan ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabitasi yang diatur dengan menggunakan peraturan pemerintah. Ketentuan pidana yang dijatuhkan terhadap pelanggaran HAM, di mana meliputi genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah pidana mati, pidana seumur hidup dan penjara antara 10 sampai 25 tahun. Oleh karena itu, pelanggaran HAM dapat terjadi dalam dua cara, yaitu sebagai berikut:
- Pelanggaran yang dilakukan oleh negara secara aktif dengan tindakan yang bersifat langsung sehingga menimbuulkan pelanggaran HAM.
- Pelanggaran yang timbul akibat kelalaian negara.
PENEGAKAN HUKUM
Implementtasi demokrasi dan HAM tidak akan bermakna dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat apabila tidak ditunjang dengan penegakan hukum dalam bidangnya. Oleh karena itu, harus diciptakan “ budaya hukum”. Tanpa budaya hukum mudah terjadi pelanggaran hukum dalam masyarakat. Langkah awal yang harus diciptakan untuk menuju budaya hukum adalah membangun kesadaran hukum dalam masyarakat, artinya individu dan masyarakat mematuhi hukum karena suara batinnya yang menghendaki demikian karena hukum itu sendiri dapat menjaminn hak-hak yang sangat diperlukan bagi kelanjutan hidupnya. Kesadaran hukum tidak lahir dengan sendirinya, tetapi dapat tumbuh dari perasaan hukum yang dimiliki setiap orang atau masyarakt.
Adanya perasaan hukum tumbuh ditandai dengan adanya keinginan dari masyarakat itu sendiri untuk senantiasa berbuat yang benar, menegakkan hak dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat. Setiap anggota masyarakat hendaknya memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang sama tentang apa yang patut atau tidak patut dilakukan atau dikerjakan atau meninggalkan hal-hal tercela. Perasaan ini harus tumbuh dan berkembang serta terpelihara sampai meningkat menjadi kesadaran hukum.
Faktor moral sangat berperan kerna dengan moral orang, akan terdorong untuk melakukan hal-hal posotof dan pantas. Apabila kondisi ini ditumbuhkan dalam masyarakat, akan tercipta kedaulatan hukum yang dapat melahirkan negara hukum. Kedaulatan Hukum atau negara hukum dimaksud bukan dalam arti formal saja, tetapi sekaligus dalam arti materil yaitu masyarakat sendiri dengan suara batinya atau dengan kesadaran mematuhi hukum dalam realitas hidup sehari-hari.
Menurut Hugo krabbe, tumbuhnya perasaan hukum akan menjelma menjadi kesadaran hukum yang akan menimbulkan kewajiban bagi setiap orang atau masyarakat untuk mematuhi hukum bukan karena tekanan dari pihak luar (pengusaha) Contoh : Presiden Kennedy sebagi presiden AS, pada saat melakukan perjalanan secara kebetulan anjingnya ikut serta. Ia menolak kebijakan perusahaan penerbangan yang tidak memungut harga tiket untuk anjingnya. Sang presiden tetap membelikaan tiket untuk anjingnya karena anjingnya memiliki berat badan dan memerlukan tempat dipesawat walaupun hanya inggal dilantai pesawat. Sikap presiden demikian tidak lain karena kepatuhan terhadap hukum AS yang sudah membudaya sehingga setiap orang termasuk presiden merasa tidat tepat diperlakukan istimewa.
Bagaimaimana dengan di Indonesia ? Jika kita tidak mengembangkan budaya hukum dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat sekarang, rasanya tidak akan banyak manfaat yang dihasilkan oleh reformasi termasuk reformasi hukum. Bila kita tidak mereformasi tingkah laku melalui peningkatan budaya hukum yang dapat menjamin dilaksankan hasil-hasil reformasi menjadi kenyataan, tampaknya akan sia-sia pengorbanan yang telah dilakukan pada masa orde baru, dimana yang kuat leluasa melakukan pelanggaran HAM sehingga rakyat kecil banyak yang jadi korban