Perkembangan Pemikiran HAM
Dalam perkembangannya, pemikiran mengenai HAM mengalami pasang surut sejalan dengan sejarah peradaban manusia terutama dalam ikatan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasang surut HAM ini, sebenarnay mulai muncul setelah manusia mulai memikirkan tentang dirinya dalam lingkungan alam semesta. Pemikiran mengenai HAM ini mulai menvapai titk paling rendah setelah dikemukakan konsep kedaulatan Tuhan yang didunia barat dalam menghargai harkat dan martabat manusia.
![]() |
kompasiana.com |
Kedaulatan Tuhan yang dilaksakan raja atau paus, menjadikan raja/paus mempunyai kekuasaan yang maha dahsyat sehingga mengakibatkan hak-hak raja termasuk para keturunannya dan Paus dapat terpenuhi secara optimal, sementara bagi manusia kebanyakan sama sekali tidak memiliki hak apapun. Dalam kondisi yang demikian maka HAM dapat diibaratkan merupakan suatu impian dan barang komoditi yang sangat mahal harganya, sekaligus langka keberadaannya.
Dalam sejarah HAM, pengalaman dunia barat telah memberikan tonggak-tonggak sejarah yang sangat penting dalam perkembangan HAM pada tahun 1215, misalnya perjuangan para bangsawan Inggris berhasil mencatat “Magna Charta” yang membatasi kekuasaan raja John.
HAM yang dirumuskan sepanjang abad ke 17 dan 18 dipengaruhi oleh gagasan hukum alam (natural law) seperti yang dirumuskan John Lock dan J.J.Rousseau yang hanya membatasi kebebasan dalam bidang politik saja. Timbulnya gagasan HAM pada dasarnya merupakan akibat dari berkembangnya aliran rasionalisme.
Perjalanan HAM mempunyai sejarah yang panjang, diperjuangkan oleh umat manusia akibat adanya pertentangan antara manusia dengan negara yang memayunginya maupun penindasan, perbudakan dan sejenis lainnya yang pernah tumbuh dan berkembang dalam peradaban umat manusia. Apabila sejarah perkembangan HAM dikaji, sekurang-kurangnya ada 4 kelompok pemikiran, yaitu sebagai berikut.
1. Kelompok pertama berpandangan bahwa pengertian HAM berpusat pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan politik. Pandangan ini sebagai reaksi keras terhadap kehidupan kenegaraan yang bersifat totaliter dan fasis yang mewarnai kondisi sebelum Perang Dunia (PD) II. Hal yang mendasari pemikiran dan partisipasi tentang HAM pada kelompok ini adalah pemikiran hukum yang sangat menonjol.
2. Kelompok kedua pembahasan HAM merupakan perluasan HAM dari kelompok pertama. Selepas PD II banyak negara dunia ketiga telah merdeka, lepas dari penjajahan. Kemerdekaan perlu diisi dengan pembangunan disegala bidang kehidupan seperti bidang sosial, ekonomi dan budaya. Pada generasi kedua ini lahir dua covenant, yaitu covenant on Economic, Social and Cultural Right dan International Covenant on Civil and Political Rights. Kedua covenant tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi keseimbangan dengan hak sosial budaya, hak ekonomi dan hak politik.
3. Kelompok ketiga merupakan sintetis dari generasi pertama dan kedua. Pada saat berkembangnya kelompok ini kondisi ketidakseimbangan pembangunan memunculkan berbagai kritik yang menyarankan harus ada kesatuan antara hak ekonomi, hak sosial, budaya, hak politik dan hak hukum dalam suatu wadah yang disebut “Pembangunan” (the rights of development). Dalam kelompok di akui banyak kemajuan karena semua hak dapat dilakukan secara bersama-sama, namun masih banyak kesenjangan antara hak-hak tersebut karena penekanan pembangunan pada sekotor ekonomi telah menimbulkan banyak korban dan banyak hak-hak rakyat yang dilanggar. Di dunia ketiga peranan negara sangat dominan dan implementasi HAM didekati secara top down.
4. Kelompok keempat banyak melakukan kritik terhadap peranan negara yang dominan dalam pembangunan. Kelompok ini menghasilkan deklarasi yang disebut Declaration of the basic duties of Asia people and government. Dalam deklarasi ini masalah HAM dirumuskan lebih berpihak pada perombakan tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu lebih ditekankan pada kewajiban asasi dan bukan pada hak asasi. Alasan dari semuanya adalah kata kewajiban mengandung pengertian keharusan pemenuhan, sedangkan kata hak baru sebatas perjuangan dari pemenuhan hak. Negara diharuskan memenuhi hak asasi rakyat, dengan kata lain negara wajib menjunjung tinggi HAM. Beberapa masalah dalam deklarasi yang terkait dengan HAM dalam kaitan dengan pembangunan sebagai berikut.
a. Pembangunan bedikari (self development)
Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebaskan rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada rakyat sumber-sumber daya sosial ekonomi. Relokasi dan redistribusi kekayaan dan modal nasional harus dilakukan dan sudah waktunya sasaran pembangunan itu ditujukan kepada rakyat banyak dipedesaan.
b. Perdamaian
Masalah perdamaian tidak semata-mata berarti anti perang, anti nuklir dan anti perang bintang. Akan tetapi, justru lebih dari suatu upaya untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan dengan segala bentuk tindakan. Hal itu berarti penciptaan budaya damai menjadi tugas semua pihak baik rakyat, negara, regional maupun dunia internasional.
c. Partisipasi rakyat
Soal partisipasi rakyat ini adalah suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan publik lainnya.
d. Hak-hak budaya
Di beberapa masyarakat menunjukkan tidak dihormatinya hak-hak budaya. Adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh Negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya karena mengarah ke penghapusan kemajemukan budaya yang menjadi identitas kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa.
e. Hak keadilan sosial
Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan naiknya pendapatan perkapita, tetapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.
1. Hak Asasi dalam Islam
Isu pelaksanaan HAM tidak lepas dari perhatian umat islam karena mayoritas negara-negara islam merupakan bagian negara dunia ketiga yang banyak merasakan ketidakadilan perlakuan negara-negara barat dengan atas nama HAM dan demokrasi.
Dari segi tujuan, ajaran islam tentang HAM mempunyai persamaan dengan yang terdapat dalam UUD 1945 dan deklarasi sedunia tentang HAM, baik yang dikeluarkan pada 10 Desember 1948 maupun 1966.
Dalam ajaran islam, manusia ditempatkan pada kedudukan setara dan sejajar dengan manusia lainnya. HAM yang dimiliki manusia dalam ajaran islam bukan sesuatu yang telah dimiliki manusia sejak awal tertanam dalam dirinya (inherent), akan tetapi sebagai karunia Allah SWT yang diberikan kepada manusia dengan segala persayaratn dan pertanggung jawaban. HAM dalam islam berbeddda dari segi asal-usul, hakikat, dan cara pelaksanaannya.
Menurut ajaran islam, perbedaan stu individu dengan individu lainnya, terjadi bukan karena haknya sebagai manusia melinkan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaannya dan perbedaan ini tidak menyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Pemikiran ini yang menjadi sumbangan yang sangat besar pada perkembangan HAM dalam masyarakat internasional.
Dalam sejarah islam, yang berkaitan dengan HAM terdapat dua deklarasi, yaitu “Piagam Madinah” dan “Deklarasi Kairo”. Konsep dasar dari deklarasi tersebut adalah kesepakatan perlindungan dan jaminan hak-hak semua warga masyarakat tanpa melihat latar belakang suku dan agama di kota Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.
Piagam Madinah bertujuan menciptakan keselarasan dan keserasian dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya dan pengembangan toleransi antar pemeluk agama penduduk Madinah yang majemuk. Setiap warga Madinah berkewajiban membela Madinah dari ancaman atau serangan dari luar. Dari sisi pemerintahan, piagam Madinah merupakan alat legitimasi Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pemimpin umat majemuk di kota Madinah dengan menekankan asas kesetaraan dan kesamaan pada masyarakatnya. Deklarasi Kairo adalah deklarasi yang dihasilkan dari sidang organisasi konferensi islam (OKI) pada tahun 1990. Konsep deklarasi Kairo ini diangkat dari Alquran dan Sunah. Dalam deklarasi Kairo terdapat 24 pasal tentang HAM.
2. HAM di Indonesia
Hak asasi Indonesia dimasukkan dalam UUD 1945 meskipun tidak secara rinci. Hal ini disebabkan ada dua pandangan pemikiran yang berbeda yaitu Prof: Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno di satu sisi dan Drs. Mohamad Hatta di sisi lain. Soepomo mendukung gagasan tentang negara integral.
Sistem pemerintahan yang cocok bagi bangsa Indonesia adalah Demokrasi yang telah lama hidup dan berkembang di pedesaan. Menurut Soepomo, dalam UUD 1945 tidak perlu dimasukkan pasal – pasal yang menyangkut perseorangan / individu karena apabila dimasukkan akan bertentangan dengan konstruksinya, yaitu UUD 1945. Sejalan dengan Soepomo, Soekarno sangat menentang liberalisme yang menjadi hak – hak individu. Oleh karena itu, Soekarno menyatakan apabila negara kita betul – betul hendak mendasarkan pada paham kekeluargaan, paham tolong – menolong, paham gotong – royong dan keadilan sosial maka enyahlah tiap – tiap pikiran, tiap – tiap paham individualisme dan liberalisme.
Sedangkan Mohamad Haatta dengan gigih memperjuangkan hak – hak warga negara. Menurut pendapatnya, dalam konstitusi harus ada perlindungan dasar dalam konstitusi dan tidak harus berkembang dengan liberalisme. Apabila negara kekeluargaan dibangun tetap perlu ditetapkan beberapa hak warga negara karena jaminan terhadap hak tersebut mencegah timbulnya negara kekuasaan. Namun demikian, ada kesejajaran pemikiran Soekarno dan Hatta selaku “ Dwi Tungggal “ yang menitikberatkan pada pemikiran kebersamaan, integrasi dan kesetiakawanan. Pemikiran integratif ini yang banyak mewarnai UUD 1945.
UUD 1945 disusun dalam waktu yang ssangat singkat menjelang akhir pendudukan Jepang dan selama pendudukan tersebut Indonesia tertutup dari dunia luar. UUD 1945 diundangkan sebelum pernyataan sedunia tentang HAM. UUD 1945 singkat dan simpel sehingga tidak banyak atau kurang lengkap mencantumkan HAM. Konstitusi RIS ( 1949 ) dan UUDS ( 1950 ) makin banyak mencantumkan HAM di dalamnya sebagaimana yang telah diputuskan PBB. Meskipun UUD 1945 tidak banyak mencantumkan HAM, bukan berarti para pencetusnya tidak memperhatikan HAM. Di dalam paragraf terakhir UUD 1945 merupakan komitmen yang sangat mendasar terhadap HAM. Perjuangan dalam menegakkan HAM merupakan tugas dan kewajiban negara.
Dalam masa orde baru beberapa langkah penting dilakukan dalam upaya HAM,
yaitu sebagai berikut :
a. MPR membentuk panitia dengan tugas menyusun konsep HAM dan hak warga negara, namun konsep ini tidak pernah disahkan.
b. TAP MPR No.II Tahun 1978 tentang P4 menyebutkan manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan YME, yang sama derajat, sama haknya dan kewajiban asasinya.
c. TAP MPR No.IV Tahun 1978 yang mengamanatkan penyusunan UU yang menyangkut hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Dalam GBHN 1988, dirumuskan dalam upaya pembangunan hukum perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan menegakkan secara serasi hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
3. HAM dalam Amandemen 1945
Sejak diberlakukan kembali UUD 1945 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, praktis secara yuridis UUD 1945 belum pernah mengalami perubahan. Meski dalam praktik ketatanegaraan sejatinya sudah mengalami perubahan berulangkali. Perubahan yang terjadi sebenarnya hanya bermakna penafsiran artinya pelaksanaan UUD 1945 yang dalam kurun waktu demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila harus diletakkan secara murni dan konsekuen ternyata hanya sebatas retorika politik dari pemegang kekuasaan dimasing-masing era tersebut. Praktik ketatanegaraan justru jauh dari nilai-nilai demokrasi dan penghargaan terhadap HAM sebagaimana digariskan oleh UUD 1945.
Gerakan reformasi yang digulirkan mahasiswa sejak permulaan tahun 1998 ternyata telah mengubah peta kekuasaan dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Terkait dengan hal ini, kesakralan UUD 1945 yang pernah dicanangkan oleh rezim kekuasaan di Indonesia mulai diganggu gugat. Dengan kondisi yang demikian maka terjadi paradigma baru dalam wacana politik dan ketatanegaraan Indonesia yaitu dengan lebih membuka diri untuk mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi pemerintahan dan penghargaan terhadap HAM.
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 di dalam Konsideran Menimbang menyatakan “bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia patut menghormati HAM yang termaktub dalam Deklarasi HAM PBB serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai HAM’. Dengan adanya Ketetapan MPR ini maka mulai tahun 1998 pemerintah Indonesia dan berbagai komponen suprastruktur politik lainnya mulai melakukan berbagai langkah untuk merumuskan dan mengimplementasikan HAM.
Dalam Pasal 1 Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 secara tegas menyatakan “Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat”.
Lebih lanjut dalam Pasal 2 juga menyatakan “menugaskan kepada Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945”.
Di Indonesia, HAM diatur secara formal dalam sistem hukum nasional. Dalam amandemen 1945 HAM dituangkan dalam BAB X (warga negara dan penduduk), BAB X.A dan BAB XI. Tentu saja tidak hanya BAB dan pasal tersebut yang berkaitan dengan HAM, tetapi juga pasal lainnya, seperti agama, pendidikan dan kebudayaan dan perekonomian sangat berkaitan dengan HAM. Lebih dari itu telah ada UU. No.39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No.26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM.
Lebih lanjut, secara lengkap pengaturan mengenai HAM di dalam Amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut.
a. Pasal 27
1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
b. Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
c. Pasal 28 A:
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
d. Pasal 28 B
1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
e. Pasal 28 C
1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapakan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia.
2) Setiap orang berhak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.
f. Pasal 28 D
1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
g. Pasal 28 E
1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
h. Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
i. Pasal 28 G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
j. Pasal 28 H
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun.
k. Pasal 28 I
1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
2) Setiap orang berhak bebas dari perikelakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun ddan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
4) Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
5) Untuk menegakkan dan melindungi HAM dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan HAM dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
l. Pasal 28 J
1) Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dalam maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memnuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
m. Pasal 29 ayat (2) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan memperhatikan pasal-pasal hasil Amandemen UUD 1945 tersebut, ternyata dalm merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan HAM masih bersifat tumpang tindih dan tidak sistemis dan terjadi duplikasi disana-sini. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah Pasal 28 1 dan Pasal 29 ayat (2). Kedua pasal tersebut secara tegas sama-sama memberikan perlindungan HAM dibidang agama.
4. HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999
Pada hakikatnya UU No. 39 tahun 1999 merupakan UU yang dibentuk dengan cara mempersatukan pemahaman sifat universalitas dan sifat kontekstualitas dari HAM. Sifat Universalitas dari HAM mengandung dimensi individualistik, sedangkan sifat kontekstualitasnya mengandung dimensi budaya yang berlaku di suatu komunitas masyrakat. Kolaborasi kedua sifat itu nampak jelas didalam Pasal 6 yang menyatakan :
Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah.
Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
Pasal tersebut dianggap merupakan langkah kolaborasi sifat universalitas dan kontekstualitas HAM karena pada hakikatnya UU No.39 Tahun 1999 di sassmping mengadopsi secara penuh Deklarasi Sedunia tentang HAM, juga masih tetap memberikan ruang gerak bagi komunitas-komunitas masyarakat adat dan budaya di Indonesia untuk mengembangkan sendiri pemahaman mengenai hak dan kewajiban para anggota komunitas masing-masing.
Bahkan dalam hal ini UU tersebut memberikan perlindungan terhadap eksistensinya.