Asas - Asas Didaktik
Asas - Asas Didaktik
Didaktik merupakan sebuah kata yang
berasal dari bahasa Yunani didaskein yang berarti pengajaran dan didaktikos
berarti pandai mengajar. Dengan didaktik kila maksud ilmu mengajar yang
memberikan prinsip-prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran
sehingga dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik.
Didaktik berarti ilmu mengajar yang
didasarkan atas prinsip kegiatan penyampaian bahan pelajaran sehingga bahan
pelajaran itu dimiliki oleh siswa. Kegiatan yang dimaksud ialah kegiatan
langsung yang timbul didalam pergaulan siswa dengan gurunya. Dengan kata lain
kegiatan apa yang dimainkan oleh guru dalam menyajikan bahan pelajaran itu.
Apakah ia dapat menarik minat, motivasi, atau mengaktifkan siswa atau tidak?.
Oleh karena kegiatan itu bertujuan untuk mempengaruhi siswa atau anak didik,
maka karakteristik-karakteristik pribadi anak didiklah yang menjadi sasaran
didaktik. Psikologi pada umumnya dapat menyumbangkan asas-asas didaktik itu,
seperti motivasi, aktivitas, minat, persepsi, peragaan, individualitas,
korelasi, konsentrasi, integrasi, penghayatan, penghargaan pengakuan lingkungan
dan sebagainya.
Adapun prinsip-prinsip mengajar antara lain :
1. Asas
perhatian, yaitu asas membangkitkan perhatian murid-murid.
2. Asas
aktivitas, yaitu asas mengaktifkan jasmani dan mental murid-murid.
3. Asas
apersepsi, yaitu asas menghubungkan dengan apa yang telah dikenal anak.
4. Asas
peragaan, yaitu asas memperagakan pengajaran.
5. Asas
ulangan, yaitu mengadakan ulangan-ulangan yang teratur.
6. Asas
korelasi, yaitu mengadakan hubungan dengan pelajaran lainnya.
7. Asas
konsentrasi, yaitu asas pemusatan pada pokok masalah.
8. Asas
individualisasi, yaitu asas penyesuaian pada sifat dan bakat masing-masing
anak.
9. Asas
sosialisasi, yaitu menciptakan / menyesuaikan dengan lingkungan.
10. Asas
evaluasi, yaitu mengadakan penilaian yang tepat dan teliti.
Menurut L Marsell mengemukakan enam prinsip mengajar
yaitu:
1. Prinsip
konteks.
2. Prinsip
fokus.
3. Prinsip
urutan.
4. Prinsip
evaluasi.
5. Prinsip
individualisme.
6. Prinsip
sosialisasi.
Sedangkan menurut Mandigers agar anak mudah dan
berhasil dalam belajar, guru dalam mengajar harus memperhatikan:
1. Prinsip
aktifitas mental.
2. Prinsip
menarik perhatian.
3. Prinsip
penyesuaian perkembangan siswa.
4. Appersepsi.
5. Prinsip
peragaan.
6. Prinsip
aktifitas motoris.
Evaluasi proses dan hasil belajar harus dilaksanakan
dengan prinsip-prinsip:
1. Menyeluruh
2. Berkesinambungan
3. Berorientasi
pada tujuan
4. Obyektif
5. Terbuka
6. Bermakna
7. Mendidik
Prinsip-prinsip atau asas-asas
didaktik itu tidak berdiri sendiri, melainkan bertalian erat satu sama lain.
Misalnya motivasi (minat) timbul bila anak-anak aktif, atau bila kita gunakan
alat-alat peraga, atau kita bawa berkaryawisata ke luar sekolah (lingkungan).
Karena itu biasanya asas-asas itu timbul serempak.
Menguasai asas-asas didaktik belum
merupakan suatu jaminan bahwa seseorang dengan sendirinya akan menjadi guru
yang baik. Mengajar itu sangat kompleks dan dipengaruhi oleh macam-macam faktor
antara lain pribadi guru sendiri, suasana kelas, hubungan antar-manusia di
sekolah, keadaan sosial ekonomi negara, organisasi kurikulum dan sebagainya.
Akan tetapi seseorang pasti tidak
akan menjadi guru yang baik kalau ia mengabaikan asas-asas didaktik. Itu
sebabnya didaktik perlu dipelajari oleh setiap pengajar.
Asas Motivasi
David B. Guralnik (Moekijat, 2002:
4) mengemukakan bahwa “motive : an inner drive, impulse, etc. that causes one
to act” (motif : suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati, dan sebagainya
yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu). Kemudian Malayu S.P. Hasibuan
(2003:141) mengemukakan “Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan
daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Motif terkadang didefinisikan sebagai
kebutuhan (needs), pengendali (drives), atau impuls dalam diri seseorang”. A.A.
Anwar Prabu Mangkunegara (2001:93) mendefinisikan “Motif sebagai suatu suatu
dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut
dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”.
Motivasi merupakan dorongan yang
ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi
kebutuhanya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Makin kuat
motivasi seseorang dalam belajar, makin optimal dalam melakukan aktivitas
belajar.Dangan kata lain intensitas (kekuatan) belajar sangat ditentukan oleh
motivasi/dorongan. ( Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1998)
Anak yang memiliki motif, sikap, minat, penghargaan dan cita-cita akan mendorong seseorang berbuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun tidak semua anak memiliki motivasi seperti itu, maka tugas guru untuk membangkitkan motif dan mendorong anak untuk mencapai tujuan belajar.
Anak yang memiliki motif, sikap, minat, penghargaan dan cita-cita akan mendorong seseorang berbuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun tidak semua anak memiliki motivasi seperti itu, maka tugas guru untuk membangkitkan motif dan mendorong anak untuk mencapai tujuan belajar.
Pada dasarnya motivasi memiliki 2 jenis yaitu :
1. Motivasi
Instrinsik
Motivasi Instrinsik
mengacu pada faktor-faktor dari dalam, tersirat baik dalam tugas itu sendiri
maupun pada diri siswa. Kebanyakan teori pendidikan modern mengambil motivasi
instrinsik sebagai pendorong aktivitas dalam pengajaran dan pemecahan soal.
2.
MotivasiEkstrinsik
Motivasi Ekstrinsik
mengacu pada faktor-faktor dari luar dan ditetapkan pada tugas siswa oleh guru.
Motivasi ekstrinsik biasa berupa penghargaan, pujian, hukuman atau celaan.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:98) asas-asas
motivasi meliputi:
1. Asas
Mengikutsertakan.
Artinya mengajak
bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka
mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
2. Asas
Komunikasi.
Artinya
menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara
mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Asas
Pengakuan.
Artinya memberikan
penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas
prestasi kerja yang dicapainya.
4. Asas
Wewenang yang Didelegasikan.
Artinya memberikan
kewenangan, dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan
kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
5. Asas
Adil dan layak.
Artinya alat dan jenis
motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas
“keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.
Misalnya pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan
layak kalau masalahnya sama.
6. Asas
Perhatian Timbal Balik.
Artinya bawahan yang
berhasil mencapai tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan
alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerjasama yang saling menguntungkan kedua
belah pihak.
Ada 4 fungsi pengajar dalam
memelihara dan meningkatkan motivasi siswa, yaitu sebagai berikut: ( S.
Nasution, Dikdatif Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000).
1.
Menggairahkan
Siswa Dalam kegiatan
rutin dikelas sehari-hari pengajar harus berusaha menghindari hal-hal yang
monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat siswa dalam belajar,
misalnya melalui metode Discovery Learning dan Brain Storming.
2. Memberikan
Harapan Realistis
Guru harus memelihara
harapan-harapan siswa yang realistis dan memodifikasi harapan yang tidak
relistis. Pengajar harus dapat membedakan antara harapan yang realistis,
pesimis dan optimis.
3. Memberikan
Insentif
Bila siswa mendapatkan
keberhasilan, pengajar diharapkan memberikan hadiah pada siswa atas
keberhasilanya. Dapat berupa pujian, angka yang baik, dsb. Sehingga siswa
terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut.
4. Mengarahkan
Pengajar harus
mengarahkan tingkah laku siswa dengan cara menunjukan pada siswa hal-hal yang
dilakukan secara tidak benar dan meminta mereka memperbaikinya.
Usaha meningkatkan motivasi dalam belajar siswa,
guru dapat melakukanberbagai cara sebagai berikut:
1. Memberi
angka.
Umumnya setiap anak
ingin mengetahui hasil pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberikan oleh
guru. Siswa yang mendapat angka baik, maka akan terdorong motivasi belajarnya
menjadi lebih besar. Sebaliknya, siswa yang
mendapat angka kurang, mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga
menjadi pendorong agar belajar lebih baik.
2. Pujian.
Pemberian pujian kepada
siswa atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil, besar manfaatnya
sebagai pendorong belajar. Pujian menimbulkan rasa puas dan senang.
3. Pemberian
hadiah.
Cara
ini dapat juga dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu, misalnya,
memberikan hadiah pada akhir tahun
ajaran, dengan menunjukkan hasil belajar yang baik, atau kegiatan-kegiatan lain
yang mendorong siswa untuk berprestasi.
4. Kerja
kelompok.
Dalam kerja kelompok di
mana para siswa melakukan kerja sama dalam belajar. Setiap anggota memberikan
motif belajar pada anggota lainnya. Kadang-kadang rasa untuk mempertukarkan
anggota kelompok menjadi pendorong dalam perbuatan belajar.
5. Persaingan.
Baik bekerja kelompok
maupun persaingan mencari motif-motif sosial kepada siswa. Hanya saja
persaingan antara individual akan menimbulkan pengaruh yang kurang baik,
seperti hubungan persahabatan, perkelahian dan pertentangan. Persaingan yang
baik ialah dalam bentuk antar kelompok belajar.
Motivasi sering tumpang tindih
dengan asas-asas belajar lainnya, namun demikian kita perlu mengenal konsep
pokok (key concept) dari pada motivasi kelas ini sebagai suatu asas belajar
tersendiri.Tafsiran tentang motivasi menurut pandangan lama, sering dianggap
sama artinya dengan perhatian. Misalnya guru berupaya menarik perhatian siswa
terhadap pokok yang akan diajarkan dengan cara tertentu, sehingga siswa
tertarik minatnya untuk mempelajari bahan yang baru tersebut. Tumbuhnya
perhatian dan minat siswa belajar dianggap telah tumbuhnya motivasi
belajar siswa bersangkutan.Motivasi dapat bersumber dan dalam diri siswa
sendiri berdasarkan kebutuhan,dorongan dan kesadaran pada tujuan belajar.
Motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Motivasibelajar dapat juga tumbuh
berkat rangsangan dan tekanan atau desakan dari luar,misalnya dengan hadiah,
ganjaran, hukuman dan pemberian harapan lainnya, yang disebutmotivasi
ekstrinsik. Kedua jenis motivasi ini berdayaguna dalam melakukan proses
belajar,kendatipun motivasi yang bersumber dari diri sendiri dinilai lebih baik.Kendatipun
demikian, motivasi ekstrinsik perlu digerakkan dan digunakan
untuk mendorong kegiatan belajar siswa, dengan cara menciptakan
kondisi-kondisi yang relevan.
Kondisi-kondisi kelas berikut ini dapat meningkatkan
motivasi di dalam kelas:
1. Suasana
Lingkungan Kelas
Pada umumnya, siswa
memberikan respons dan berperilaku baik jika guru bersifatmenunjang dan
membantu selama berlangsungnya pembelajaran. Motivasi siswa dipengaruhisecara
positif oleh guru yang bersemangat dan antusias terhadap isi/materi yang
diajarkannya.Guru juga perlu memberikan umpan balik yang positif sepanjang
berlangsungnya kegiatanbelajar mengajar. Untuk itu, guru perlu menciptakan
suasana lingkungan kelas yangmenyenangkan (comportable) dan menunjang
(supportive), sehingga membangkitkan motivasisiswa untuk mencapai hasil belajar
yang positif.
2. Keterlibatan
Langsung Siswa
Jika mata ajaran dalam
kelas dihubungkan dengan kehidupan pribadi siswa dan minatnya,maka proses
belajar biasanya lebih melibatkan dan memotivasi siswa. Karena itu guruhendaknya
memilih topik pelajaran yang populer bagi para siswa, agar mereka secara
aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Karena itu guru perlu
sewaktu-waktu mengubah pelajaranyang diberikannya untuk mengakomodasikan minat
dan daerah keterlibatan pribadi siswa.
3. Menjamin
Keberhasilan
Umumnya siswa akan
memberikan respons yang positif bila mereka mengalamikeberhasilan. Memang
kadang-kadang ada siswa yang justru bekerja keras setelahmengalami kegagalan,
namun umumnya motivasi belajar lebih meningkat berkat tumbuhnyarasa
keberhasilan. Karena itu, guru hendaknya berupaya sebanyak mungkin
memberikankesempatan berhasil kepada siswa sepanjang urutan belajar. Untuk itu,
guru dituntut memberikanpenguatan ekstra (extra reinforcement) dan bimbingan,
agar supaya siswa mau belajar lebih kerasdengan penuh perhatian melaksanakan
tugas-tugas belajarnya.
Konsep Didaktik
Didaktik adalah sebagaian dari
pedagogik atau ilmu mendidik anak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
didaktik adalah ilmu mengajar yang memberikan prinsip-prinsip tentang cara-cara
menyampaikan bahan pelajaran sehingga dikuasai dan dimilki oleh siswa.
Prinsip-prinsip yang utama untuk dihayati dan
diterapkan oleh guru dalam pembelajaran diuraikan sebagai berikut:
1. Prinsip Apersepsi
Herbart (1841) menyatakan bahwa apersepsi adalah
memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada.
Apersepsi digunakan dalam mengajar dengan maksud untuk mempermudah memahami
ide-ide yang baru dipelajari dengan mangaitkan pada pemahaman ide yang telah
dimiliki siswa. Apersepsi membangkitkan minat dan perhatian untuk
sesuatu. Karena itu pelajaran harus selalu dibangun di atas pengetahuan yang
telah ada.
2. Prinsip Peragaan
Ada pepatah yang
menyatakan:
- Saya dengar, saya lupa
- Saya lihat, saya tahu
- Saya kerjakan, saya mengerti
Konsep akan mudah dipahamai jika
siswa aktif memanipulasi benda konkrit dan semi konkrit sebagai model
representasi dari konsep yang abstrak. Prof. Burner juga mengatakan kepada kita
dengan teorema belajarnya yang dikenal dengan:
1) Teorema
Konstruktif
Dimana anak lebih mudah
belajar mengkonstruksikan ide-ide abstrak ke dalam struktur kognitifnya jika
dengan menggunakan peragaaan konkrit (enactiive) dilanjutkan ke tahap semi
konkrit (iconic) baru ke tahap abstrak (simbolik).
2) Teorema
Notasi
Untuk mengajarkan
matematika yang begitu banyak symbol-symbol yang harus dipahami maknanya harus
dipahami secara bertahap dari yang paling sederhana sesuai tingkat pemahaman
siswa. Peragaan merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif.Para siswa
akan lebih tertarik jika peragaan tersebut mampu menggambarkan aktivitas yang
sebenarnya.
3) Teorema
Kekontrasan dan Variasi
Untuk mengajarkan
bentuk segitiga, perlu diberikan contoh yang bukan segitiga, misalnya terbuat
dari kertas manila, atau bentuk-bentuk segitiga yang terdapat di lingkungannya.
Demikian juga variasi dalam menggambar bangun-bangun segitiga perlu
dikembangkan supaya siswa tidak berpandangan sempit terhadap konsep yang
dipelajari. Misal, untuk menggambarkan segitiga siku-siku perlu digambarkan
dalam berbagai posisi. Dalam proses pembelajaran, guru dapat menerima siswa
untuk menjelaskan kekontrasan anatara: siang dan malam, terang dan gelap, lurus
dan begkok , dan sebagainya.
4) Teorema
Konektivitas.
Untuk mengajarkan
sesuatu konsep tertentu perlu diorganisasikan dengan urutan yang tidak begitu
saja dapat dibolak-balik karena konsep yang satu diperlukan untuk memahami
konsep yang lain.
5) Prinsip
Motivasi
Salah satu fungsi yang
melekat pada diri guru adalah guru sebagai motivator anak didik agar memiliki
semangat dan kemauan belajar yang lebih tinggi. Ada dua macam motivasi pada
diri siswa, yaitu motivasi yang tumbuh dan kesadaran pribadi untuk melakukan
sesuatu yang didorong oleh cita-cita, harapan pribadi yang bersangkutan
(motivasi intrinsik), dan ada yang dibangkitkan oleh pegaruh dari luar
(motivasi ekstrensik). Tugas guru adalah mendorong siswa untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu demi suksesnya tujuan belajar.
4. Prinsip Belajar Aktif.
Pada hakekatnya, belajar adalah
wujud keaktifan siswa walaupun derajatnya tidak sama antara siswa satu dengan
yang lain dalam sustu proses belajar mengajar di atas. Menurut Mc. Keachie
(1954) siswa belajar secara aktif adalah belajar dengan melibatkan keaktifan
mental (intelektual-emosional) walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan
phisik.
5. Prinsip Kerjasama
Wujud nyata dalam proses belajar
mengajar adalah diharapkan keterlibatan setiap siswa di dalam tugas-tugas
klasikal atau kelompok. Tugas guru adalah mengakomodasikan dan memfasilitasi
agar kegiatan kelompok dapat berlangsung secara produktif dan dinamis.
6. Prinsip Mandiri
Siswa perlu dibiasakan untuk
mencapai kepuasan dengan usaha yang keras dari diri siswa sendiri. Pendidikan
tidak boleh terlalu memanjakan anak, bantuan yang kita berikan sifatnya hanya
berupa kail untuk dapat memancing penyelesaian masalah oleh siswa sendiri.
Perlu ditanamkan pada siswa motto “Tidak ada sukses tanpa kerja keras”.
7. Prinsip Penyesuaian Dengan Individu Siswa.
Idealnya karena adanya perbedaan setiap
idividu siswa maka dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa tentu
dengan cara dan kecepatan yang berbeda-beda pula.
8. Prinsip Korelasi.
Prinsip korelasi pada intinya
adalah mengaitkan pokok bahasan yang diajarkan dengan pokok bahasan lain dalam
satu mata pelajaran, dan mengaitkan hubungan atau manfaat suatu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lain dan dalam kehidupan sehari-hari serta dalam
perkembangan IPTEK. Penerapan prinsip korelasi juga dapat meningkatkan daya
tarik minat, dan motivasi siswa terhadap proses pembelajaran.
9. Prinsip Evaluasi Yang Teratur.
Kegiatan mengevaluasi keberhasilan
proses belajar mengajar yang ditunjukkan oleh kinerja siswa dalam belajar perlu
dilakukan secara teratur dan kesinambungan selama dan setelah proses belajar
mengajar berlangsung.
Didaktik dapat dibagi kedalam 2 macam yaitu :
1. Didaktik
umum memberi prinsip-prinsip yang umum yang berhubungan dengan penyajian bahan
pelajaran (yakni motivasi, peragaan dan lain-lain) agar anak-anak menguasainya.
Prinsip-prinsip itu berlaku bagi semua mata pelajaran, apakah itu ilmu alam,
pekerjaan tangan, antropologi atau psikologi.
2. Didaktik
khusus membicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran tertentu di mana
prinsip didaktik umum digunakan. Didaktik khusus perlu oleh sebab tiap mata
pelajaran lain. Didaktik khusus juga disebut metodik. Metodik berasal dari
methodos (bahasa Yunani), meta (melalui) + hodos (jalan) artinya cara melakukan
sesuatu, prosedur. Ada metodik berhitung, metodik membaca dan lain-lain. Untuk vak-vak
di Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi masih diperlukan metodiknya, misalnya
metodik ekonomi, metodik psikologi, metodik filsafat dan lain-lain.
Didaktik memperoleh bantuan dari
ilmu-ilmu lain dan bertalian erat dengan sejumlah ilmu lainnya.
Didaktik adalah sebagian dari
pedagogik atau ilmu mendidik. Didaktik digunakan dalam pendidikan formal yang
dilakukan di sekolah. Didaktik sangat dipengaruhi oleh psikologi. Psikologi
memberikan petunjuk-petunjuk tentang perkem-bangan dan sifat-sifat anak-anak.
Mengajar itu akan efektif bila kita mengenal anak. Selain dari itu psikologi
memberi penjelasan tentang proses belajar. Psikologi asosiasi mendasari
didaktik "lama" yang menekankan hafalan, sedangkan psikologi Gestalt
menimbulkan didaktik "baru" yang mengutamakan pemahaman dan pemecahan
soal. Juga filsafat mempengaruhi didaktik. Filsafat menentukan tujuan
pendidikan dan dengan demikian bahan yang harus diajarkan. Filsafat menentukan
pandangan kita terhadap anak sebagai manusia dan hubungan antara guru dan anak.
Kita mendidik anak dalam masyarakat tertentu. Dengan demikian didaktik juga
memerlukan bahan dari sosiologi dan antropologi.
Itu sebab pendidikan guru harus
mempunyai dasar yang luas antara lain meliputi bidang-bidang ilmu seperti yang
disebutkan di atas. Selain itu ia harus pula menguasai bahan yang akan
diajarkannya. Guru sejarah harus menguasai bahan sejarah, guru geografi harus
menguasai bahan pelajaran geografi. Guru yang tak benar-benar memahami sendiri
seluk-beluk matematika dengan jelas, tak mungkin memberi pelajaran itu dengan
baik. Dengan pengetahuan yang tanggung-tanggung tak dapat tiada ia menimbulkan
pengertian dan pemahaman yang samar-samar pada anak, mengacaukan pikiran mereka
dan dengan demikian menyulitkan hidup anak-anak dan akan memupuk sikap yang
negatif terhadap pelajaran yang diberikan oleh guru itu. Salah satu tanggung
jawab guru adalah memupuk sikap yang positif terhadap bidang studi yang
diberikannya. Dalam hal ini ia mendapat bantuan dari didaktik.
Hubungan Didaktik dengan Metodik
Untuk mengetahui hubungan antara
didaktik dan metodik perlu diperbincangkan lebih dahulu lingkaran permasalahan
Didaktik dan Metodik itu, setelah itu barulah kita mengetahui garis temu antara
kedua lingkaran tersebut.
Menurut sejarahnya, Johann Amos
Comenius (1592-1670) adalah tokoh pertama yang memformulasikan ide didaktik
itu. Ia terkenal dengan bukunya yang bernama “Didactica Magna” yang dalam
penerbitannya yang pertama (1632) ditulis dalam bahasa Ceko.
Dalam pasal 2 bab 17 dari buku Didactica Magna itu
disebutkannya bahwa pengajaran akan menjadi mudah, jika diikuti
langkah-langkah:
1. Jika
pengajaran dimulai awal benar, sebelum jiwa rusak.
2. Jika
jiwa telah sedia untuk menerimanya.
3. Jika
dimulai dari yang umum kepada yang khusus.
4. Jika
dimulai dari yang mudah kepada yang sukar.
5. Jika
siswa tidak dibebani dengan mata pelajaran yang banyak.
6. Jika
pelajaran berangsur-angsur maju dengan perlahan-lahan dalam setiap hal.
7. Jika
kecerdasan tidak dipaksa untuk suatu yang belum mengarah kepada kecenderungan
dan harus sesuai dengan umur dan metode yang benar.
8. Jika
segala sesuatu diajarkan dengan media pengertian.
9. Jika
penggunaan segala sesuatu pengajaran berkesinambungan.
10. Jika
segala sesuatu diajarkan dengan satu dan metode yang sama.
Jika diformulasikan maka Didaktik
itu bergerak dalam lingkaran penghidangan bahan pelajaran sewaktu pelajaran
sedang berlangsung. Sedangkan Metodik bergerak didalam lingkaran penyediaan
jalan atau siasat yang akan ditempuh. Jadi, garis sentuh yang menghubungkan
antara Didaktik dengan Metodik terletak pada titik persiapan pengajaran. Pengajaran yang diharapkan akan berjalan baik
dimulai dari pemilihan metode mengajar dan kemudian atas dasar metode yang
dipilih itu dipersiapkan kegiatan penghidangan bahan pelajaran. Kegiatan yang
demikian itulah yang disebut dengan Metodik Khusus.
Jika diformulasikan maka didaktik itu dalam
lingkaran penghidangan bahan pelajaran sewaktu pelajaran sedang
berlangsung.Sedangkan metodik bergerak didalam lingkaran penyediaan jalan yang
akan ditempuh.
Jadi garis sentuh yang
menghubungkan antara didaktik dengan metodik terletak pada titik persiapan
pengajaran. Pengajaran yang diharapkan akan baik dimulai dari pemilihan metode
mengajar dan kemudian atas metode yang itu dipersiapkan kegiatan penghidangan
bahan pelajaran.kegiatan yang demikian itulah yang disebut methodic khusus.
Asas Aktifitas
Siswa adalah suatu oraganisasi yang
hidup. Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup dan
sedang berkembang. Dalam diri masing- masing siswa tersebut terdapat “prinsip
aktif” yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan
tingkah lakunya. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat
perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan berkembang
ke arah tujuan tertentu.
Siswa memiliki kebutuhan- kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial yang perlu mendapat pemuasan, dan oleh karenanya
menimbulkan dorongan berbuat tertentu. Tiap saat kebutuhan itu bisa berubah dan
bertambah, sehingga varietasnya menjadi bertambah besar. Dengan sendirinya
perbuatan itupun menjadi banyak macam ragamnya.
Pendidikan modern sekarang ini
lebih menitik beratkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil
bekerja. Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. Sehubungan
dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat menenaknkan pada
pendayagunaan asas keaktifan (aktivitas) dalam proses belajar mengajar dan
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Sriyono
(http://ipotes.wordpress.com/2008)”Aktivitas adalah segala kegiatan yang
dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani”. Aktivitas siswa selama proses
belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk
belajar. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama
proses belajar mengajar. Kegiatan – kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang
mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan
tugas – tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa
lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Menurut Diedrich yang dikutip oleh Sardiman
(Sardiman, 2006: 99), aktivitas atau kegiatan siswa dapat digolongkan sebagai
berikut:
1. Visual
activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar, mengamati eksperimen,
mengamati demonstrasi dan pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Moral
activities, mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi, dan iterupsi.
3. Listening
activities, sebagai contoh mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan permainan, mendengarkan radio,
mendengarkan musik, dan pidato.
4. Writing
activities, seperti misalnya menggambar, membuat grafik, membuat peta, diagram,
pola, dan membuat chart.
5. Motor
activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, memilih
alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, meyelenggarakan permainan,
kegiatan menari, berkebun, berternak.
6. Mental
activities, sebagai contoh misalnya:merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,
menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan, mengambil keputusan.
7. Emotional
activities, seperti misalnya menaruh minat, membedakan, merasa bosan, senang
atau gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Menurut Oemar Hamalik (2001 :21) penggunaan asas
aktivitas besar nilainya bagi pembelajaran kepada siswa karena:
1. Siswa
mencari pengalaman sendiri dan langsung menglaminya
2. Berbuat
sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral
3. Memupuk
kerjasama yang harmonis antara siswa
4. Para
siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri
5. Memupuk
disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis
6. Mempererat
hubungan sekolah dengan masyarakat dan guru dengan orang tua
7. Pelajaran
diselenggarakan secara realistis dan konkret, sehingga mengembangkan pemahaman
dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalitas
8. Pembelajaran
di sekolah menjadi sebagaimana aktivitas dalam kehidupan masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat
diketahui bahwa aktivitas pembelajaran di sekolah sangat kompleks dan beragam.
Guru hendaknya dapat memotivasi peserta didik agar aktivitas dalam pembelajaran
dapat optimal. Dengan demikian proses pembelajaran tidak membosankan dan siswa
dapat terlibat aktif. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi seorang guru agar
dalam proses pembelajaran dapat menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga
aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat optimal.
Jenis- jenis aktivitas
Aktivitas belajar banyak macamnya.
Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich membagi
kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan
visual : membaca, melihat gambar- gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan
lisan (oral) : Mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara,
diskusi.
3. Kegiatan-kegiatan
mendengarkan : Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau
diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan
siaran radio.
4. Kegiatan-kegiatan
menulis : Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan
kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan
menggambar : Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
6. Kegiatan-kegiatan
metrik : Melakukan percobaab, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan
mental : Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis
faktor-faktor, menemukan hubungan- hubungan, membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan
emosional : Minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut
diatas, dan bersifat tumpang tindih (Burton, 1952, h. 436).
Upaya pelaksanaan aktivitas dalam pembelajaran
Asas aktivitas dapat diterapkan dalam semua kegiatan
dan proses pembelajaran. Untuk memudahkan guru dalam melaksanakan asas ini,
maka dalam hal ini dipilih empat alternatif pendayagunaan saja, yakni :
1) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dalam kelas.
Asas aktivitas dapat dilaksanakan dalam setiap tatap
muka dalam kelas yang terstruktur, baik dalam bentuk komunikasi langsung,
kegiatan kelompok, kegiatan kelompok kecil, belajar independen.
2) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran sekolah
masyarakat.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam
bentuk membawa kelas kedalam masyarakat, melalui metode karyawiasata, survei,
keja lapangan, pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Cara lain, mengundang nara
sumber dari masyarakat ke dalam kelas, dan pelatihan diluar.
3) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dengan
pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa
dan guru bertindak sebagai fasilitator dan nara sumber, yang memberikan
kemudahan bagi siswa untuk belajar.
SUMBER
Diposkan oleh : Suhirman 09:24
http://aditya6666.blogspot.com/2011/11/guru-dan-asas-asas-diktatit.html
http://www.abdulrahmansaleh.com/2011/06/prinsip-prinsip-belajar-mengajar.html
http://dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2011:upaya-meningkatkan-aktivitas-dan-kreativitas-siswa-dalam-pembelajaran-matematika-di-sekolah-dasar-dengan-metode-pemecahan-masalah&catid=159:artikel-kontributor
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/01/18/pengertian-jenis-dan-fungsi-motivasi-belajar/menjadi
salah satu bagian yang integral pada asas pengajaran.
Diposkan oleh Yudhistira Ardana di 05:06
http://ardanayudhistira.blogspot.com/2012/02/aktivitas-belajar.html
https://pgsdkita.blogspot.com/2018/12/asas-asasdidaktik-didaktik-merupakan.html
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran.
Bumi Aksara: Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan Sistem. Bumi Aksara: Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan Sistem. Bumi Aksara: Jakarta.
Suherman, Erman. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. JICA:.Bandung.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Andi: Yogyakarta.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Andi: Yogyakarta.