Filsafat Pendidikan Dalam Kajian Psikologi
Table of Contents
Secara etimologis, istilah psikologis berasal
dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”, dan logos yang
berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang
mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah
satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat
mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak.
Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu
sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Ada tiga pandangan psikologi utama yang menjadi dasar dalam hal ini, antara
lain :
- Psikologi
Behavioristik
- Psikologi
Kognitif
- Psikologi
Humanistik
1. Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan
nama psokologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap
pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan
aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik adalah
alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi yang lainnya merupakan
pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis ( Misiak
dan Sexton, 2005 ).
Psikologi humanistik memiliki tiga ciri utama, yaitu :
a.
psikologi humanistik menawarkan satu
nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia
b.
psikologi humanistik menawarkan
pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku
manusia
c.
psikologi humanistik menawarkan
metode yang lebih luasakan kaedah-kaeah yang lebih efektif dalam dalam
pelaksanaan psikoterapi
Psikologi humanistik merupakan salah satu
aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran
dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada
akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers
dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya
mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi
atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme seta dipandang sebagai ” kekuatan
ketiga ” dalam aliran psikologi. Psikoanalisis ” Sigmun Freud ” : berusaha
memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran
pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Psikoanalisis berkeyakinan
bahwa prilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dalam
diri . Behaviorisme ” Ivan Pavlov ” : meyakini bahwa semua prilaku dikendalikan
oleh faktor eksternal dari lingkungan . Humanistik ” Abraham Maslow ” :
memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi yang dimiliki manusia,
hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan
aktualisasi diri seseorang .
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi
humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan
dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan
individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai,
tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James
Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi
humanistik, yaitu:
a.
keberadaan manusia tidak dapat
direduksi ke dalam komponen-komponen;
b.
manusia memiliki keunikan
tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya;
c.
manusia memiliki kesadaran akan
dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain;
d.
manusia memiliki pilihan-pilihan
dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya;
e.
manusia memiliki kesadaran dan
sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal,
yaitu :
a.
suatu usaha yang positif untuk
berkembang
b.
kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu
Menurut Maslow, setiap orang memiliki rasa takut,
seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah dimiliki, dsb. tetapi hal itu mendorongnya untuk
bisa maju ke arah kesempurnaan, kepercayaan diri dan pada saat itu juga dia
dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi menjadi bermacam-macam hierarki mengenahi kebutuhan manusia
antara lain :
a.
Kebutuhan
Fisiologis
Jenis
kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia
seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan
untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks.
b.
Kebutuhan
akan Rasa Aman
Ketika
kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan
rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan
akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul
rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
c.
Kebutuhan
akan Rasa Kasih Sayang
Ketika
seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai
timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat
dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau
bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim
sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan
kesepian akan timbul.
d.
Kebutuhan
akan Harga Diri
Kemudian,
setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga
diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower
one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan
higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,
prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka
dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
e.
Kebutuhan
akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan
terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi
diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan
mengembangkan potensi diri.
2. Psikologi Behavioristik
Behavioristik
merupakan teori yang menggunakan hubungan stimulus-responnya dan menganggap
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Teori
Behavioristik juga merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian
teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Prinsip-prinsip dalam psikologi behavioristik yaitu :
a. Perilaku
nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa
atau mental yang abstrak
b. Aspek mental
dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk
sciene, harus dihindari.
c. Penganjur
utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek
yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
d. Dalam
perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para
behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya
pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan
mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt
behavior tetap terjadi.
e. Aliran
behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat
positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
f. Banyak ahli
membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang
lebih belakangan.
Ciri
dari teori belajar behaviorisme adalah :
Mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan
lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan
dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Menurut
Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Pandangan utama Watson yaitu :
a. Psikologi
mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus
adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh.
Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai
dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran
kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
b. Tidak
mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku
manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat
pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p.
173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia
ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
c. Dalam
kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja
ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui
pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total.
Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari
consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak
dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang
berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak
jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind.
Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun
dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.
d. Sejalan
dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan
metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation,
conditioning, testing, dan verbal reports.
e. Secara
bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai
refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan
akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak,
dan lain-lain.
f. Sebaliknya,
konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi
tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil
belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson
mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike.
Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada
percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari
Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
g. Pandangannya
tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut
Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu
digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana sesuatu dijadikan habits.
Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
h. Proses
thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya
proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan
dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui
gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
i.
Sumbangan utama Watson adalah
ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang
mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku.
Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi
praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan
kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi
riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut
pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan
pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
3.
Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit,yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama
ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa
konsep umum seperti :
a)
Pelajar
aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b)
Dalam
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c)
Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d)
Unsur
terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
e)
Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
f)
Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik minat pelajar.
Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Menurut Wheatley (1991: 12)
berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori
belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara
pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi
bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang
dimiliki anak.
Dari pengertian di atas
menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses
pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa
seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada
apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu
materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan
tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya
dengan pembelajaran, yaitu :
a.
siswa
mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki
b.
pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti
c.
strategi
siswa lebih bernilai
d.
siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya.
Tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut :
- Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
- Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
- Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
- Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
- Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme yaitu :
a. Menekankan
pada proses belajar, bukan proses mengajar
b. Mendorong
terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
c. Memandang
siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
d. Berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
e. Mendorong
siswa untuk melakukan penyelidikan
f. Mengharagai
peranan pengalaman kritis dalam belajar
g. Mendorong
berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
h. Penilaian
belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
i.
Berdasarkan proses belajarnya pada
prinsip-prinsip toeri kognitif
j.
Banyak menggunakan terminologi
kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi,
kreasi, dan analisis
k. Menekankan
bagaimana siswa belajar
l.
Mendorong siswa untuk berpartisipasi
aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
m. Sangat
mendukung terjadinya belajar kooperatif
n. Melibatkan
siswa dalam situasi dunia nyata
o. Menekankan
pentingnya konteks siswa dalam belajar
p. Memperhatikan
keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang
didasarkan pada pengalaman nyata
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222)
mengajukan karakteristik sebagai berikut:
a. siswa tidak
dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan
b. belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa
c. pengetahuan
bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal
d. pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas
e. kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak
(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
a.
tujuan pendidikan menurut teori
belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
b.
kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehidupan sehari-hari
c.
peserta didik diharapkan selalu
aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah
berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif
untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktivisme
Kelebihan
- Berfikir
: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
- Faham :
Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
- Ingat :
Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina
sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan
menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
- Kemahiran
sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan
guru dalam membina pengetahuan baru.
- Seronok
: Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam
membina pengetahuan baru.
Kelemahan
- Dalam
bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu
mendukung.
Proses Belajar Menurut
Konstruktivistik antara lain :
b. Proses
belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari
pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu
arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi
dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan
belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan
dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
c. Peranan
siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa
untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar.
Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah
niat belajar siswa itu sendiri.
d. Peranan
guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
e. Sarana
belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
f. Evaluasi.
Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya
berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan,
serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
Adapun Model Pengajaran Konstruktivisme
- Model
Pengajaran Interaktif (Biddulph & Osborne)
- Guru
lebih sensitif kepada ide dan persoalan pelajar.
- Guru
menyediakan pengalaman penerokaan yang membolehkan pelajar menimbul
persoalan
- dan
mencadangkan penerangan yang munasabah.
- Guru
menydiakan aktiviti yang memfokuskan kapada ide dan persoalan oleh guru
- Guru
menyediakan aktiviti yang menggalakkan pelajar membuat penyiasatan.
- Guru
berinteraksi dengan pelajar untuk mencabar dan melanjutkan idea mereka.
- Pelajar
menyelesaikan masalah yang terbuka.
Teori belajar ini sangat membebaskan siswa untuk
belajar sendiri yang disebut bersifat discovery (belajar dengan cara
menemukan). Disamping itu, karena teori ini banyak menuntut
pengulangan-pengulangan sehingga design yang berulang-ulang tersebut disebut
sebagai kurikulum spiral Brunner. Kurikulum ini menurut guru untuk memberi
materi perkuliahan setahap demi setahap dari yang sederhana sampai yang
kompleks dimana suatu materi yanag sudah sebelumnya sudah diberikan suatu saat
muncul kembali secara terintegrasi dalam suatu materi baru yang lebih kompleks.
Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga tak terasa siswa telah mempelajari
ilmu pengetahuan secara utuh.
SUMBER
Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. 1991. Psikologi
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharuddin dan Wahyuni, Nur. 2008. Teori Belajar
dan Pembelajaran. Jogajakarta : Ar-Ruz Media Group.
Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar dan Mengajar.
2007. Bandung:Sinar Baru Algesindo Offset
Sudjana, Nana. 1989. Teori-teori Belajar Untuk
Pengajaran. Jakarta: UI Press.
Syah,Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar.
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada