Hakikat Sosiologi Pendidikan
Table of Contents
1. Pengertian Sosiologi Pendidikan
a) Definisi
Sosiologi pendidikan secara umum
Ilmu yang
mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika,
masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui
analisis atau pendekatan sosiologis.
b) Definisi
Sosiologi pendidikan menurut F.G. Robbins
Sosiologi khusus
yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur
mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan,
struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat.
Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan
kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.
c) Definisi
Sosiologi pendidikan menurut H.P. Fairchild
Sosiologi yang
diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
d) Definisi
Sosiologi pendidikan menurut Prof. DR S. Nasution,M.A.
Ilmu yang
berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
e) Definisi
Sosiologi pendidikan menurut Drs. Ary H. Gunawan
Ilmu pengetahuan
yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau
pendekatan sosiologis.
Kajian sosiologi
pendidikan menekankan implikasi dan akibat sosial dari pendidikan dan memandang
masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas lingkup sosial kebudayaan,
politik dan ekonomisnya bagi masyarakat. Apabila psikologi pendidikan memandang
gejala pendidikan dari konteks perilaku dan perkembangan pribadi, maka
sosiologi pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian dari struktur
sosial masyarakat. Dilihat dari objek penyelidikannya sosiologi pendidikan
adalah bagian dari ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara
umum juga merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial.
2. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Sebagai ilmu
pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara
bervariasi. Misalnya seorang sosiolog mengkaji dan mengamati kenakalan remaja
di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal,
mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif
pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa
maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang
cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian
sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya. Hal ini dikarenakan ruang
lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan
kelompok di lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika
dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:
a) Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara
prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan
sumber-sumber kekayaan alam;
b)
Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang
membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya;
c)
Persoalan sejarah yaitu berhubungan
dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya
yang tercatat, dan sebagainya.
Sosiologi menggabungkan
data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan
demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang
kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup
kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari
kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan
mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor,
prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang.
Sosiologi
mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan
yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang
dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada,
maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar,
mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor
tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap
analisis sosiologi.
Masalah-masalah yang diselidiki
sosiologi pendidikan antara lain meliputi pokok-pokok berikut ini :
a) Hubungan
sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat
Hubungan
pendidikan dengan sistem sosial atau struktur sosial, Hubungan antara sistem
pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan, Fungsi pendidikan
dalam kebudayaan, Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan
kultural atau usaha mempertahankan status quo, dan Fungsi sistem pendidikan
formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan sebagainya.
b) Hubungan
antar manusia di dalam sekolah
Lingkup ini
lebih condong menganalisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki
karakter berbeda dengan relasi sosial di dalam masyarakat luar sekolah, antara
lain yaitu: Hakikat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaannya dengan
kebudayaan di luar sekolah, dan Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat
sekolah, yang antara lain meliputi berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi
sosial dan pola kepemimpinan informal sebagai terdapat dalam clique serta
kelompok-kelompok murid lainnya.
Pengaruh sekolah
terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di sekolah/lembaga pendidikan Peranan
sosial guru-guru/tenaga pendidikan, Hakikat kepribadian guru/ tenaga
pendidikan, Pengaruh kepribadian guru/tenaga kependidikan terhadap kelakuan
anak/peserta didik, dan Fungsi sekolah/lembaga pendidikan dalam sosialisasi
murid/peserta didik.
c) Lembaga
Pendidikan dalam masyarakat
Di sini
dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan
kelompok-kelompok sosial lainnya dalam masyarakat di sekitar sekolah/lembaga
pendidikan. Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu Pengaruh
masyarakat atas organisasi sekolah/lembaga pendidikan, Analisis proses
pendidikan yang terdapat dalam sistemsistem sosial dalam masyarakat luar
sekolah, Hubungan antarsekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan, dan
Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat berkaitan dengan
organisasi sekolah, yang perlu untuk memahami sistem pendidikan dalam
masyarakat serta integrasinya di dalam keseluruhan kehidupan masyarakat.
3. Tujuan Sosiologi Pendidikan
Francis Broun
mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan
lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi
pengalamannya. Sedang S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah
Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan
untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua
pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan
beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a) Sosiologi
pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh
lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak.
Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah
dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik
dalam keluarga intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual
pula, dan sebagainya.
b) Sosiologi
pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak
orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar
bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi
akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan
yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan social). Disamping itu
dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas
serta kreativitas social.
c) Sosiologi
pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat.
Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering disesuaikan dengan
tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan
tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup
animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.
d) Sosiologi
pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang
terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang
berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang
kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan
kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari
peningkatan taraf hidup social.
e) Sosiologi
pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar
berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dapat
dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di Indonesia,
Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi
dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan
lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada keterkaitanya dengan
GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan
disesuaikan dengan era pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat
dan kebutuhan manusia.
Menurut E. G Payne,
sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada guru- guru (termasuk para
peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan – latihan
yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya
secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. Menurut pendapatnya,
sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan proses belajar dan
sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja, tetapi juga segala sesuatu
dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang
digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain
peranan (role playing) dan sebagainya.dengan demikian sosiologi pendidikan
bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk mengalisis
pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara manusia di sekolah serta
struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah –
masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga hal – hal pokok lain,
seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar,
dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial
dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.
Jika dilihat zaman
peradaban yunani pada masa Plato (427-327 BC), pendidikannya lebih mengutamakan
penciptaan manusia sebagai pemikir, kemudian sebagai ksatria dan penguasa. Pada
zaman Romawi, seperti masa kehidupan Cicero (106-43 BC), pendidikan
mengutamakan penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad pertengahan,
pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi Khalik (baik versi
Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an-1800-an),
melahirkan teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke
(1632-1704) dan konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada
nilai individu anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.
Menurut Nasution ada
beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi Pendidikan, antara lain sebagai
berikut: (1) analisis proses sosiologi (2) analisis kedudukan pendidikan dalam
masyarakat, (3) analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat, (4) alat kemajuan dan perkembangan social, (5) dasar untuk
menentukan tujuan pendidikan, (6) sosiologi terapan, dan (7) latihan bagi
petugas pendidikan.
Konsep tentang tujuan
sosiologi pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat dalam
pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat dijadikan
instrument oleh individu untuk dapat berintraksi secara tepat di komunitas dan
masyarakatnya. Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan memberikan
penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap
individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan
dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.
Tujuan sosiologi
pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan
pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan
keluar darim upaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai
menurut pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi pendidikan
itu adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah memanusia. Itulah
sebabnya system pendidikan nasional menurut UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 3
adalah “ untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujaun nasional”.
Menurut fungsi tersebut jelas sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalan:
(1) untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, (2) meningkatkan mutu
kehidupan manusia Indonesiam (3) meningkatkan martabat manusia Indonesia, (4)
mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-masusia Indonesia. Oleh karena itu
pendidikan diselenggarakan untuk manusia Indonesia sehingga manusia Indonesia
tersebut memiliki kemampuan mengembangkan diri,mmeningkatkan mutu kehidupan,
meninggikan martabat dalam ragka mencapai tujuan nasional.
4. Kegunaan Sosiologi Pendidikan
Kegunaan Sosiologi dalam
masyarakat,antara lain:
a)
Untuk pembangunan
Sosiologi
berguna untuk memberikan data-data sosial yang diperlukan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian pembangunan
b)
Untuk penelitian
Tanpa penelitian
dan penyelidikan sosiologis tidak akan diperoleh perencanaan sosial yang
efektif atau pemecahan masalah-masalah sosial dengan baik
Kegunaan atau faedah sosiologi untuk
kehidupan sehari-hari, yaitu:
a)
Untuk pekerjaan sosial, sosiologi
memberikan gambaran/pengertian tentang berbagai problem sosial, sehingga dapat
dicari solusinya secara tepat dan akurat.
b)
Untuk pembangunan pada umumnya,
sosiologi memberikan pengertian tentang masyarkat secara luas, sehingga dengan
gambaran tersebut para perencana dan pelaksana pembangunan dapat mencari pola
pembangunan yang paling sesuai agar berhasil.
5. Tokoh-tokoh Sosiologi Pendidikan
a) Sosiolog
Barat
Berikut ini penulis kemukakan sepintas
tiga tokoh Sosiolog Barat.
1)
Agustus Comte (1798-1857)
Dalam
ilmu pengetahuan dikenal dengan istilah paternity, yaitu pengakuan bahwa
seorang tokoh adalah pendiri suatu bidang ilmu dengan nama “Bapak” bagi bidang
ilmu yang bersangkutan. Dalam sosiologi, tokoh yang dianggap Bapak adalah
Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis. Namun mengenai hal ini para
ahli tidak sepenuhnya sepakat; Reiss, misalnya berpendapat bahwa Comte lebih
dianggap sebagai Godfather (wali) dari pada Progenitor (leluhur) sosiologi,
karena sumbangan Comte terbatas pada pemberian nama pada suatu filsafat yang
membantu perkembangan sosiologi. Menurut Reiss, tokoh yang lebih tepat dianggap
sebagai penyumbang utama bagi keumculan sosiologi adalah Emile Durkheim.
Pemikiran
sosiologi yang diutarakan Comte banyak terdapat dalam bukunya “Course de
Philosophie Positive”. Dalam buku ini Comte mengutarakan pandangannya mengenai
“hukum kemajuan manusia”. Menurutnya, sejarah manusia akan melewati tiga
jenjang yang mendaki, yaitu jenjang teologi, jenjang metafisika, dan jenjang
positif. Pada jenjang pertama, manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya
dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat adikodrati; pada jenjang kedua,
manusia mengacu pada kekuatan-kekuatan metafisik dan abstrak; dan pada jenjang
ketiga, penjelasan alam maupun sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi
ilmiah (didasarkan atas hukum-hukum ilmiah).
2)
Karl Marx (1818-1883)
Karl
Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniwan
Yahudi. Tahun 1814 ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Berlin
dengan disertasi yang berjudul On the Differences between the Natural
Philosophy of Democritus and Epicurus. Marx dikenal sebagai seorang tokoh
sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai
sosialisme yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan Marxisme dari pada
seorang perintis sosiologi. Namun demikian sebenarnya Marx merupakan pula
seorang tokoh teori sosiologi. Levebvre mengemukakan, meskipun Marx bukan ahli
sosiologi, namun tulisannya mengandung sosiologi.
Sumbangan
Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpandangan
bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut
Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas
berbeda, yaitu kelas yang terdiri dari orang-orang yang mengusai alat produksi,
yang kemudian dinamakan kaum borjuis, yang mengeksploitasi kelas yang terdiri
dari orang-orang yang tidak memiliki alat produksi, yang dikenal dengan kaum
proletar. Menurut Marx pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan
bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang
kemudian berlansung –yang oleh Marx dinamakan perjuangan kelas – kaum borjuis
akan dikalahkan. Marx meramalkan bahwa kaum proletar kemudian akan mendirikan
suatu masyarakat tanpa kelas.
3)
Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim
merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karya-karya utamanya antara
lain: The Division of Labor in Socity (1968), karya pertamanya yang berbentuk
disertasi doktor; Rules of Sociological Method (1968); Suicide (1968); Moral
Education (1973), dan The elementary Forms of the Religious life (1966).
Durkheim
melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia
membedakan antara dua tipe utama
solidaritas, yaitu solidaritas mekanis dan solodaritas organis. Solodaritas
mekanis merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan.[15]
Menurut Durkheim solidaritas mekanis dijumpai pada masyarakat yang masih
sederhana, yang dinamakan “segmental” pada masyarakat ini tidak ada sistem
pembagian kerja. Pada masyarakat ini apa yang dilakukan seseorang dapat pula
dikerjakan oleh orang lain, sehingga tidak ada sikap saling ketergantungan dengan
orang lain. Tipe solidaritas sosial yang didasarkan atas kepercayaan dan
kesetiakawanan ini diikat oleh sesuatu yang oleh Durkheim dinamanakan
conscience collective (hati nurani kolektif), yaitu suatu sistem kepercayaan
dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat.
Pada
buku The Division of Labor in Socity, Durkheim menekankan pada arti penting
pembagian kerja dalam masyarakat, karena menurutnya pembagian kerja berfungsi
untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat
dengan solidaritas mekanis tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang
bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas karena bagian-bagian
masyarakat menjadi saling bergantung.
Pada
buku Rules of Sociological Method, Durkheim menawarkan definisi mengenai
sosiologi. Menurutnya, bidang yang harus dipelajari sosiologi adalah
fakta-fakta sosial, yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berfikir,
dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut. Di antara contoh-contoh
yang dikemukan Durkheim mengenai fakta sosial adalah hukum, moral, kepercayaan,
adat istiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi. Fakta-fakta sosial
seperti inilah yang menurut Durkheim yang menjadi pokok perhatian sosiologi.
Kalau
Comte membagi sosiologi menjadi statika sosial dan dinamika sosial, maka
Durkheim memperkenalkan pembagian berdasarkan pokok bahasannya, yaitu sosiologi
umum, sosiologi agama, sosiologi hukum, sosiologi kejahatan, sosiologi konflik,
sosiologi ekonomi, morfologi, sosial, dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup
sosiologi estetika, teknologi, bahasa, dan perang.
b) Sosiolog
Muslim
Dalam tradisi keilmuan
Islam mengenal pula aspek sosiologi dalam suatu ilmu yang dikembangkan. Oleh
karena itu, untuk mendukung pernyataan di atas, berikut ini penulis kemukakan
tiga orang sosiolog muslim.
1)
Ibn Khaldun
Abu
Zaid Abdurrahman Ibnu Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun Waliyuddin al-Tunisi al-Hadrami al-Isybili
al-Maliki, dikenal sebagai sejarahwan dan sosiolog muslim yang banyak
mengemukakan gagasannya tentang manusia. Ia dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1332
M di Tunisia, dan wafat di Kairo pada tanggal 17 Maret 1406. Ibn Khaldun
dikenal pula sebagai bapak ilmu-ilmu sosial
Menurut
Ibn Khaldun Masyarakat berbudaya di mana saja dalam menuju kemajuannya harus
melalui tiga fase secara berurutan, yaitu:
1. Fase
primitif, yaitu fase yang bercirikan kekerasan, keberanian, dan fanatik. Pada
fase ini masyarakat dikendalikan oleh adat istiadat dan kebutuhannya serta
tidak dikendalikan oleh hukum.
2. Fase
perubahan masyarakat dari primitif ke masyarakat maju berbudaya. Pada fase ini
muncul sebuah negara yang memiliki penguasa yang mengatur urusan-urusan
masyarakat, dan penduduknya mulai tunduk dan patuh kepada hukum dan
undang-undang.
3. Fase
timbulnya negara. Pada fase ini para penduduk saling bekerja sama dalam
memelihara dan mempertahankan negara dari bahaya, baik yang timbul dari dalam
maupun dari luar demi kestabilan dan keamanan. Pada fase ini pula kefanatikan
terhadap golongan akan hilang.
2)
Basyarat Ali
Ali
pernah memperoleh pendidikan di Jerman, dan pernah menjadi murid Karl Mannheim,
dari tokoh inilah Ali memperoleh pemahaman mengenai sosiologi pengetahuan. Ali
mempelajari dan menerjemahkan karya-karya filosof seprti Ibn Khaldun, al-Farabi, al-Ghazali,
Ibn Rusyd, dan lain-lain. Dengan memperalat sosiologi pengetahuan, dia menolak
watak sekular dan aneka ragam dari sosiologi Barat umumnya, dan sosiologi
Amerika khususnya.
3)
Ali Syari’ati (1937-1977)
Ali
Syari’ati adalah seorang pemikir dan pembaharu Iran yang memperoleh pendidikan
di Perancis. Syari’ati bukanlah seorang peneliti lapangan. Ia sebenarnya adalah
sebuah unsur dan faktor dalam semangat revolusioner yang akhirnya menumbangkan
pemerintahan Syah Iran beserta tentaranya yang kejam. Syari’ati melihat dengan sangat
jelas dua aspek sosiologi, yaitu aspek murni dan aspek terapan, sebagai sebuah
disiplin ilmiah. Tugas sosiologi murni, baginya adalah “mengenal dan
mengartikan Islam sebagai sebuah mazhab pemikiran. Untuk tujuan ini, ia
memberikan beberapa sumbangan berharga dalam mensosiologikan konsep-konsep
seperti tauhid, syirk dan al-nās.
6. Faktor yang menunjang pertumbuhan sosiologi pendidikan
Ada tiga faktor yang
menunjang pertumbuhan sosiologi pendidikan dalam tahun 1960-an. Pertama, sifat
pendidikan guru yang berubah-ubah mulai dengan diperkenalkannya program
pendidikan tahap pertama selama tiga tahun di college-college pada tahun 1962.
Kedua, Permintaan terhadap tenaga guru semakin banyak, sehingga para mahasiswa-
yang mengambil jurusan pendidikan guru- yang sedang belajar di college-college
menambah studinya selama satu tahun lagi hingga mencapai gelar Bachelor of
Education (Sarjana Muda Pendidikan). Faktor kedua ini merangsang perkembangan
studi akademik pendidikan, dan dengan demikian merangsang pula pertumbuhan
ilmu-ilmu sosial dasar yang menopangnya, yakni sosiologi, psikoligi, filsafat,
dan sejarah. Dari sini lahirlah permintaan-permintaan akan tenaga sosiolog
untuk ikut mengajar pada program-program studi akademis ini. Selanjutnya
perkembangan ini merangsang pula departemen-departemen pendidikan di
universitas untuk menyelenggarakan program-program diploma dan program gelar
lainnya yang lebih tinggi guna menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan.
Ketiga, perubahan
suasana mental perencanaan pendidikan di penghujung tahun 1960-1n dari
optimisme ke pesimisme. Perubahan sosial yang sangat pesat di tahun 1960-an,
mendorong para ahli sosiologi mempelajari pola-pola ketimpangan dalam
masyarakat dan efek-efek kelas terhadap apa yang dicapai dibidang
pendidikan.
