Pembelajaran IPS SD - Karakteristik Konsep Dasar IPS
Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apapun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah, geografi ataukah itu politik, bersumber dari masyarakat. Sebagai contoh, secara langsung kita mengamati, mempelajari, bahkan mengalami aspek kehidupan sosial yang kita sebut ekonomi, tidak terlepas dari masyarakat. Ataukah dengan kata lain, aspek ekonomi ini bersumber dari masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pokok, hubungan kegiatan ekonomi, seperti pedagang, proses produksi, semuanya terjadi di masyarakat. Dengan demikian masyarakat ini menjadi sumber materi IPS.
Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan,, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Ketiga aspek yang dikaji dalam proses pendidikan IPS (memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan) merupakan karakteristik IPS sendiri.
Nu’man Somantri, yang dikutip oleh Daldjoeni (1981) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Adapun ciri-ciri yang kedapatan di dalamnya memuat rincian sebagai berikut.
Bahwa pelajarannya akan lebih banyak memperhatikan minat para siswa, masalah-masalah sosial dekat, keterampilan berpikir (khususnya tentang menyelidiki sesuatu), serta pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam.
a) Program studi IPS akan mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia.
b) Organisasi kurikulum IPS akan bervariasi dari susunan yang integreted (terpadu), correlated (berhubungan) sampai yang separated (terpisah).
c) Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari pendekatan kewargaan negara, fungsional, humanitis sampai yang struktural.
d) Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboratorium demokrasi.
e) Evaluasinya tak hanya akan mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomor saja, tetapi juga mencobakan mengembangkan apa yang disebut democratic quotient dan citizenship quotient.
f) Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya akan melengkapi program pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science, teknologi, matematika, dan agama akan ikut memperkaya bahan pembelajarannya.
Karakteristik lain yang juga merupakan ciri mandiri pengajaran IPS, yakni digunakannya pendekatan pengembangan bahan pembelajaran IPS dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam proses pembelajaran, baik di Sekolah Dasar maupun Lanjutan.
Pemilihan atau seleksi konsep-konsep ilmu-ilmu sosial guna pengembangan materi pembelajaran IPS sesuai dengan kebutuhan pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada beberapa prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Buchori Alma dan Harlasgunawan (1987) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut, antara lain berikut ini.
a. Keperluan
Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta didik dalam memahami “dunia” sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang berbeda memerlukan konsep yang berlainan pula.
b. Ketepatan
Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluang bagi penafsiran yang salah (salah konsep).
c. Mudah Dipelajari
Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan contohnya harus terdapat di lingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
d. Kegunaan
Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia pada umumnya serta masyarakat lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dengan keterlaksanaan proses pembelajarannya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapt diikuti dan dipahami oleh peserta didik. Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetensi yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi semacam ini bisa kita sebut sebagai evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan kulminasi tadi, merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif.
Untuk membahas lebih jelas tentang karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya
1. Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b.Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga.
2. Strategi Penyampaian Pembelajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut.
Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya.
Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.
b) Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
c) Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat
d) Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna
e) Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b. Suka memuji diri sendiri
c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting
d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya
e. Suka meremehkan orang lain
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
a. Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.