Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbandingan Pendidikan Di Singapura dan Indonesia

Kali ini akan mengajak pembaca sekalian untuk membandingkan pendidikan di Indonesia dengan Singapura. Dua negara ASEAN ini memiliki persamaan dan perbedaan yang cukup banyak. Namun nampaknya yang paling menarik untuk dibahas adalah perihal edukasi.

Seperti apa perbandingan pendidikan antara Indonesia dengan Singapura? Lantas apa saja hal yang penting untuk dibandingkan dari dua negara tetangga ini?

Pertama, kita akan membandingkan jenjang pendidikan mulai dari yang paling rendah hingga tingkat perguruan tinggi.

Kedua, kita akan melihat perbedaan antara ujian yang dilangsungkan di Indonesia maupun Singapura.

Ketiga, kita akan membahas beberapa isu terkait dunia pendidikan yang ada di Indonesia maupun negeri singa itu.

Kami berharap tulisan sederhana ini bisa menjadi bahan refleksi kita bersama dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan menyiapkan generasi muda dalam menyongsong masa depan yang tentu saja penuh tantangan.


Jenjang Pendidikan di Indonesia dan Singapura


sumber : ourjuniours.com.sg

Jenjang pendidikan antara di Indonesia dan Singapura cukup jauh berbeda. Perbedaan ini tidak hanya mengenai lama tiap jenjang namun juga fokus pembelajaran dan standar lulusan.

Di Indonesia jenjang pendidikan dibagi menjadi :

  • Kelompok Bermain (2 tahun)
  • Taman Kanak-kanak (2 tahun)
  • Sekolah Dasar (6 tahun)
  • Sekolah Menengah Pertama (3 tahun)
  • Sekolah Menengah Atas / Sekolah Menengah Kejuruan (3 tahun)
  • Kuliah (4 tahun)

Di Singapura jenjang pendidikannya terdiri dari :

  • Pra Sekolah / Pre-school (3 tahun)
  • Sekolah Dasar / Primary (6 tahun ; 4 tahun pendidikan dasar & 2 tahun masa orientasi)
  • Sekolah Lanjutan / Secondary (5 tahun)
  • Persiapan Pendidikan Tinggi / Pre-college (3 tahun)
  • Kuliah (4 tahun)

Perbedaan antara Indonesia dan Singapura sangat terlihat jelas dari penyusunan jenjang. Di Singapura, anak-anak mulai sekolah di tingkat preschool sejak usia 3 tahun. Mereka kemudian masuk primary school selama kurang lebih 6 tahun.

Setelah itu siswa di Singapura akan melanjutkan pendidikan ke jenjang secondary, yakni gabungan antara SMP dan SMA selama 5 tahun. Dari sini, mereka akan dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan prestasi akademik. Lalu kemudian para murid di sana akan melanjutkan ke jenjang Pre-college.

Ujian di Indonesia dan Singapura


Perbedaan Ujian di Indonesia dan Singapura
Mari kita mulai dengan membahas berbagai tes dan ujian di Singapura. Negeri bekas jajahan Inggris itu terkenal dengan serangkaian tes dan ujian. Uniknya, tidak seperti Indonesia yang bergonta-ganti sistem penilaian, Singapura cenderung stabil. Perlu dicatat inilah salah satu pijakan mengapa pendidikan di sana bisa berkembang pesat.

Pada saat akhir Primary (grade 6), siswa di Singapura akan menghadapi PSLE atau Primary School Leaving Examination.

Merujuk pada situs resmi Badan Ujian dan Penilaian Singapura (SEAB), PSLE merupakan sebuah ujian tahunan yang diselenggarakan untuk siswa Primary yang akan melanjutkan ke jenjang Secondary.

Tidak ada batas kelulusan dalam arti semua siswa pasti lulus. Hanya saja, PSLE juga merupakan tes penempatan dimana siswa akan dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan nilai tes mereka, yakni ; Express, Special dan Normal (Academic dan Technical).

Hebatnya PSLE ini sudah ada sejak tahun 1960an dan hingga artikel ini ditulis masih diteruskan. Sangat berbeda dengan Indonesia yang memilih sibuk untuk bergonta-ganti kurikulum serta sistem penilaian secara rutin.

Setelah lulus dari primary, mereka akan digolongkan menjadi 3 kategori. Semua ini ternyata memiliki maksud agar siswa bisa fokus mengembangkan minat dan potensinya.

Express dan Special akan mengikuti Ordinary tes di kelas 4 Secondary. Sedang Normal Academic dan Normal Technical akan mengambil ujian di tahun kelima.

Ada beberapa jenis tes di akhir jenjang secondary dan bagi orang Indonesia mungkin ini terdengar sangat berbelit-belit.

Secara umum, Express dan Special akan mengikuti GCE-O di tahun ke 4, sedang di saat yang sama Normal akan mengikuti GCE-N.

Normal bisa mengikuti GCE-O di tahun ke lima. Nilai GCE-O akan menentukan untuk ke jenjang berikutnya yaitu Pre-college atau persiapan universitas. Sedang untuk siswa Normal Technical akan masuk ke Program Pelatihan dengan subyek skill yang lebih spesifik.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sangat sulit untuk menuliskan apa yang ada di negeri ini mengingat ketidakstabilan kondisi politik nampaknya juga mempengaruhi kebijakan dari pemerintah yang selalu berubah-ubah.

Pada suatu masa, Indonesia pernah menikmati sebuah kestabilan dimana Ujian dilangsungkan di kelas 6 SD, 3 SMP dan 3 SMA yang masing-masing tidak menentukan kelulusan namun menentukan sekolah mana mereka akan melanjutkan pendidikannya.

Lalu muncullah ambang batas kelulusan yang disambut dengan histeria. Kemudian berubah lagi dengan kebijakan kejar paket untuk yang tak lulus. Hanya bertahan sebentar, kemudian kebijakan itu dirombak lagi dengan adanya remidial test.

Entah akan dibawa kemana bangsa ini. Satu hal yang pasti dari Indonesia adalah ketidakpastian. Semoga seiring berjalannya waktu kondisi ini bisa berubah. Namun jika ingin mencontoh Singapura dan segala keribetannya, bisa dipastikan belasan juta siswa, orang tua dan guru akan turun ke jalan untuk menyuarakan protes.

Permasalahan Pendidikan di Indonesia dan Singapura



Siswa harus bertaruh nyawa untuk bisa sekolah
Permasalahan di Indonesia, khususnya bidang pendidikan amat pelik. Naiknya anggaran pendidikan dan guyuran berbagai tunjangan dan kenaikan gaji yang luar biasa untuk sebagian guru yang dianggap kompeten nampaknya belum mampu membuat Indonesia menyalip Singapura.

Beberapa permasalahan di bidang pendidikan tanah air antara lain :

-Kompetensi guru.

-Kestabilan politik.

-Isu intoleransi dan bullying di sekolah.

-Infrastruktur.

-Latar belakang yang sangat beragam.

-Kesenjangan gaji guru PNS dan non PNS.

-Guru ikut terlibat politik praktis.

-Kurikulum yang rutin berubah.

Sedang permasalahan terbesar di Singapura adalah tekanan yang luar biasa yang dirasakan para siswa untuk bisa lulus tes dengan nilai sempurna. Ini merupakan alasan bagi banyaknya kasus bunuh diri dan depresi di kalangan para siswa.

Itulah gambaran perbedaan antara pendidikan di Indonesia dengan Singapura. Kita tentu berharap semakin hari dunia pendidikan tanah air bisa semakin maju, setidaknya tidak diremehkan di level Asia Tenggara.

Sumber : esaiedukasi