Bimbingan Bagi Murid Berperilaku Bermasalah

Table of Contents
unsplash.com

Perilaku Bermasalah

Kiranya kita dapat mengatakan bahwa “peserta didik bermasalah” ialah seseorang yang memiliki masalah lebih banyak atau lebih mendalam yang menjadikan dia menderita karenanya. Dalam pendekatan bimbingan perkembangan guru dimungkinkan untuk memberikan layanan bimbingan terpadu dalam KBM. Melalui layanan bimbingan dalam kelas guru membantu seluruh murid tetapi terkadang selalu ada saja murid yang berperilaku bermasalah. Guru perlu memahami perilaku bermasalah ini sebab murid yang bermasalah biasanya tampak didalam kelas dan bahkan dia menampakan perilaku bermasalah itu didalam keseluruhan interaksi dengan lingkungannya. Memahami perilaku bermasalah mengandung arti bahwa guru harus lebih sensitif terhadap interaksi terhadap interaksi antara berbagai kekuatan dan faktor didalam lingkungan peserta didik dengan penampilan peserta didik di sekolah.

Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah emosional dan penyesuaian sosial walaupun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku bermasalah yang kronis.
Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah emosional dan penyesuaian sosial walaupun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku bermasalah yang kronis. Terhadap peserta didik yang menunjukan perilaku bermasalah ini seringkali guru memberikan perlakuan secara langsung dan drastis yang tidak jarang dinyatakan dalam bentuk hukuman fisik. Cara atau pendekatan seperti ini seringkali tidak membawa hasil yang diharapkan karena perlakuan tersebut tidak didasarkan kepada pemahaman apa yang ada dibalik perilaku bermasalah, bagaimana, bukanlah tugas yang mudah dan seringkali diperlukan bantuan dari pakar dibidang pekerjaan-pekerjaan psikologis (konselor dan ahli psikologis). Sekalipun demikian pemahaman terhadap perilaku bermasalah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan guru.

Bentuk-Bentuk Perilaku Bermasalah

Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku tersebut “mekanisme pertahanan diri” yang disebabkan oleh karena peserta didik menghadapi kecemasan dan tidak mampu menghadapinya. Kecemasan pada dasarnya adalah bentuk ketegangan psikologis sebagai akibat dari ketidakpuasan dalam pemenuhan kebutuhan. Disebut “mekanisme pertahanan diri” karena dengan perilaku tersebut, individu dapat mempertahankan diri atas atau menghindari dari situasi yang menimbulkan ketegangan. Mekanisme perilaku ini berentang mulai dari bentuk-bentuk yang normal sampai kepada bentuk-bentuk perilaku psikologis.

Bentuk umum dari perilaku mekanisme pertahanan diri ini ialah:
a. Rasionalisme
Mekanisme perilaku rasionalisme ditunjukan dlam bentuk memberikan penjelasan atas perilaku yang dilakukan oleh individu; penjelasan yang tampak biasanya cukup logis dan rasional tetapi pada dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut sebenarnya individu bermaksud menyembunyikan latar belakang perikunya.

b. Sikap bermusuhan
Sikap ini tampak dalam perilaku agresif, menyerang, mengganggu, bersaing dan mengecam lingkungan.

c. Menghukum diri sendiri
Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sebagai penyebab utama kesalahan atau kegagalan. Perilaku menghukum diri ini terjadi karena individu cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai dia sekiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai yang amat kuat.

d. Represi
Penyebab yang sebenarnya dari perilaku mekanisme diri terletak pada individu. Perilaku represi ditunjukan dalam bentuk menyembunyikan dan menekan penyebab yang sebenarnya ke luar batas kesadaran. Individu berupaya melupakan hal-hal yang menimbulkan penderitaan hidupnya.

e.  Konformitas
Perilaku ini ditunjukan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan atau terhadap harapan-harapan orang lain. Denga memenuhi harapan orang lain, maka dirinya akan terhindar dari kecemasan. Orang seperti ini memiliki harapan sosial dan ketergantungan yang tinggi.

f.  Sinis
Perilaku sinis muncul dari ketidak berdayaan individu utnuk berbuat atau berbicara dalam kelompok. Ketidak berdayaan ini membuat dirinya khawatir dan penilaian, oarang lain terhadap dirinya dan perilaku sinis merupakan perilaku menghindar dari penilaian orang lain.

g.  Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.

h.  Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan .persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.

i Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya.Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.

j  Denial (menyangkal kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.

k. Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.

l Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri.

m. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.

n.  Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).

o.  Reaction formation (pembentukan reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.

Semua perilaku mekanisme pertahanan diri mempunyai karakteristik :
1)      Menolak, memalsukan atau mengacaukan kenyataan
2)      Dilakukan tanpa menyadari latar belakang perilaku tersebut.
Pola perilaku ini dipelajari, yang cenderung kepada pengurangan kecemasan dan bukan memecahkan masalah yang menjadi dasar penyebab kecemasan itu.

Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan Karakteristik Perkembangan Murid
Pendekatan bimbingan perkembangan membawa implikasi bahwa penghampiran terhadap mirid berprilaku bermasalah dapat dilakukan dengan mengkaji tugas-tugas perkembangan dan karakteristik perkembanganmurid SD. Dalam aspek tugas perkembangan, perilaku bermasalah dapat dikaji dengan mengkaji kesenjangan antara tugas perkembangan murid SD yang telah dicapai dengan yang seharusnya sedangkan dalam aspek karakteristik perkembangan dapat dihampiri dengan mengkaji masalah-masalah yang muncul berkenaan dengan perkembangan murid SD itu sendiri.

Berikut ini disajikan deskripsi pencapaian murid dalam tiap aspek tugas perkembangan.
a.       Menanamkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME.
Pada umumnya murid SD telah dapat melaksanakan ibadah sesuain dengan ajaran agama yang dianut, terutama untuk siswa kelas IV, V, VI. Temuan penelitian ini tampaknya memeberikan gamabaran bahwa upaya pembinaan keagamaan baik di rumah maupun disekolah. Penanaman kebiasaan dan sikap murid dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME di sekolah, selain melalui mata pelajaran agama, juga dilakukan pada saat perayaan keagamaan, ibadah bersama di sekolah, serta mulai tahun ajaran 1996/1997 diadakan pesantren kilat.

b.      Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku.
Tugas perkembangan di maksudkan agar murid mengembangkan kontrol moral dari dalam, menghargai tauran moral, dan memulai dengan skala nilai yang rasional. Secara psikologis anak pada saat lahir belum memiliki kata hati dan nilai-nilai. Penguasaan murid terhadap tugas-tugas perkembangan dalam aspek pengembangan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku tampaknyan merupakan tugas perkembangan yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Murid SD umumnya mampu bersikap jujur dalam berperilaku, seperti mengembalikan barang yang dipinjaman nya dan memiliki rasa tanggung jawab bersikap rendah hati. Memiliki pemahaman akan perbuatan baik-buruk memiliki kemampuan dalam menerima hukuman dan ganjaran.

c.       Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung (culisting).
Hakekat tugas perkembangan ini adalah murid belajar mengembangkan dasar dalam membaca, menulis dan menghitung sacara memadai agar mampu beradaptasi dengan masyarakat.

d.      Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan untuk permainan kehidupan.
Pada masa anak SD perkembangan fisik tidak secepat pada masa perkembangan lima tahun pertama. Anak usia SD memberikan pengendalian yang lebih besar terhadap badannya dan mampu duduk atau berdiri dalam jangka waktu yang lama. Di sisi lain kekuatan fisik murid belum matang, dan memerlukan aktivitas. Murid SD lebih merasa lelah disuruh duduk dalam waktu lama, dibanding dengan lari-lari, jungkir balik ataupun naik sepeda. Kegiatan fisik sangat penting untuk menyemprnakan perkembangan keterampilannya, seperti melepar bola, lompa tali , keseimabngan dalam meneliti balok kayu. Mengekspresikan kegiatan yang memerlukan kontrol dan kekuatan fisik dapat memperkaya selfesteemnya.

e.       Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya.
Pada usia sekolah, anak-anak mulai keluar dari lingkungan keluarga memasuki dunia teman sebaya. Peristiwa ini merupakan perubahan situasi dari suasana emosional yang aman dengan hubungan erat dengan ibu dan anggota keluarga lainnya ke dalam dunia baru dalam hal mana ia harus pandai menempatkan diri di antara teman sebaya yang sedikit banyak banyak akan berlomba dalam menarik perhatian guru. Anak-anak hendaknya belajar memperoleh kepuasan yang lebih banyak dari kehidupan sosial bersama teman sebayanya. Melalui kelompok sebaya anak belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial di antara teman sebaya. Belajar berteman dan bekerja dalam kelompok, dapat mengembangkan kepribadian sosial.

f.       Belajar menjadi pribadi yang mandiri
Hakekat tugas perkembangan ini adalah anak belajar menjadi pribadi yang mandiri, mampu membuat perencanaan dan melaksanakan kegiatan pada saat ini dan di masa mendatang secara mandiri tidak tergantung pada orang tua atau orang yang lebih tua. Kemampuan diawali dengan kemampuan untuk melakukan pilihan sendiri di seputar rumah. Ia belajar memilih sendiri jenis permainan yang disukainya, menentukan program TV yang ditontonnya, memilih acara radio yang disukainya, memilih sendiri buku-buku yang akan dipelajarinya, dan mengurus dirinya sendiri. Kemudian berkembang kepada pemilihan teman bermainnya dan jenis permainan yang disukai oleh dirinya sendiri. Disekolah murid belajar merencanakan kegiatan belajar.

g.      Membangun sikap hidup yang sehat mengenai diri sendiri dan lingkungannya.
Tugas perkembangan ini berkenaan dengan kebiasaan dalam memelihara badan, kebersihan dan keamanan, memelihara kesehatan, sikap realitas yang mencakup, perasaan memiliki fisik yang normal dan memadai, kemampuan menyenangi dalam menggunakan badannya, dan memiliki keutuhan sikap terhadap jenis kelamin. Keberhasilan dalam mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya keseimbangan kepribadian. Kebiasaan hidup sehat hendaknya dilakukan secara rutin.

h.      Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari.
Hakekat tugas perkembangan ini adalah anak memperoleh sejumlah konsep untuk berpikir efektif berkenaan dengan pekerjaan, kewarganegaraan  dan peristiwa-peristiwa sosial. Pada saat anak-anak siap memasuki sekolah, ia sebenarnya telah memiliki perbendaharaan beberapa ratus konsep terutama konsep-konsep yang sederhana seperti: bentuk lingkaran, rasa, warna, binatang, makanan, marah dan cinta. Konsep merupakan alat untuk berpikir. Sekiranya konsep yang telah dimiliki sesuai dengan kenyataan, maka akan terjadi pertukaran di antara mereka yang dinyatakan melalui pengalaman nyata. Berdasarkan konsep yang dimilikinya, anak akan membentuk konsep baru melalui pengalaman pengganti seperti melalui bacaan, mendengarkan ceritera atau melihat film.

i Belajar menjalankan peran sosial sesuai dengan jenis kelamin.
Murid SD hendaknya belajar berperan sebagai pria atau wanita sesui dengan jenis kelaminnya sebaimana yang diharapkan. Sebetulnya secara biologis perbedaan anatomi antara pria dan wanita tidak menuntut perbedaan peran jenis kelamin selama murid sekolah dasar. Postur tubuh anak wanita sebagaimana anak laki-laki tumbuh dengan baik melalui aktivitas fisik sehingga menjadikuat dan besar. Baru pada usia sembilan atau sepuluh terdapat perbedaan anatomi antara anak laki-laki dan perempuan. Murid SD cenderung kuat dalam berperilaku sebagai pria dan wanita sesui dengan norma masyarakat. Namun mereka lemah dalam mempelajari peran sosial pria dan wanita, dan menerima peran sosial sebagai pria dan wanita, terutama bagi murid kelas rendah.

j Memiliki sikap positif terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Kemampuan murid untuk mengembangkan sikap positif terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial, merupakan dasar untuk pengembangan sikap demokrasi. Tugas perkembangan ini dipelajari murid sejak di rumah, melalui teman sebaya, dalam kehidupan di masyarakat dan di sekolah.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan karakteristik perkembangan murid SD (sunaryo kartadinata, 1990, 1996) adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan fisik dan kesehatan
Berdasarkan hasil pengamatan guru, terungkap bahwa gangguan perkembangan fisik dan kesehatan di kelas 1, 2 dan 3 berupa; sangat lamban dalam beraksi, gangguan pertumbuhan gigi, perkembangan fisik tidak sesui dengan usia, dan lebih besar dari teman sebayanya. Sementara itu pada kelas 4, 5 dan 6 terungkap bahwa gangguan perkembangan fisik dan kesehatan berupa; sangat lamban, dalam bereaksi, persoalan gizi, pertumbuhan fisik tidak sesui dengan usia dan lebih kecil dari teman sebaya.

2. Perkembangan diri
Karakteristik yang lemah pada konsep diri murid SD tampak lebih berkaitan dengan kemampuan dan menerima diri sendiri. Kesadaran identitas diri masih banyak didominasi oleh perintahperintah eksternal. Walaupun demikian kesadaran akan identitas jenis kelamin mulai berkembang terutama pada murid-murid kelas 4, 5, 6.

3. Perkembangan sosial
Perkembangan hubungan sosial murid SD telah menunjukan kecenderungan orientasi kelompok yang cukup kuat.  Hubungan sosial murid SD telah diwarnai pula oleh kesadaran akan identitas diri, walaupn masih berada pada intensitas yang lemah.

4. Tenik membantu murid bermasalah
Upaya membantu peserta didik mengatasi perilaku bermasalah dan menggantinya dengan perilaku yang efektif menghendaki keterampilan khusus guru. Bagi guru sekolah dasar yang berperan sebagai guru kelas sekaligus sebagai guru pembimbing, penenganan dan pencegahan perilaku bermasalah dapat ditempuh dengan menggunakan kondisi pembelajaran yang dapat memperbaiki kesehatan mental peserta didik.

Kepembingan guru dalam proses pembelajaran dinyatakan dalam upaya mengembangkan dan memelihara lingkungan belajar yang sehat. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk memperoleh lingkungan belajar yang sehat, yaitu:
a.  Memanfaatkan pengajaran kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok.
b.  Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok dalam melakukan bimbingan.
c.  Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan para guru dan/atau orang tua murid.
d.  Menjadikan segi kesehatan mental sebagai salah satu segi evaluasi.
e.  Memasukkan aspek-aspek hubungan insaniah ke dalam kurikulum sebagai bagian terpadu dari bahan ajaran yang husus disajikan guru.
f.  Menaruh kepedulian khusus terhadap faktor-faktor psikologis yang perlu dipertimbangkan dalm mengembangkan strategi pembelajaran.


Dalam kehidupan anak di sekolah tidak semua dapat melihat dan merasakan bahwa di antara anak ada yang telah atau sedang menghadapi masalah dan ada yang masih gejala, bahkan bagi anak sendiri juga banyak yang tidak tahu bahwa dirinya sedang bermasalah. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan “pengertian berperilaku bermasalah”. Perilaku bermasalah adalah tingkah laku siswa yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan temannya.

Lebih lanjut dikatakan apabila anak tiba-tiba tidak dapat melakukan apa-apa juga merupakan indikasi bahwa anak mengalami masalah yang segera harus ditangani gurunya.
Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut “mekanisme pertahanan diri” karena dengan perilaku tersebut individu dapat mempertahankan diri atau menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan.

Penggunaan mekanisme pertahanan diri dalam diri anak sebenarnya dikatakan normal apabila dalam taraf yang tidak berlebihan (apabila mekanisme pertahan diri dalam taraf berlebihan disebut neurotik). Sebab tujuan dari mekanisme pertahanan diri adalah untuk melindungi ego dan mengurangi kecemasan yang setiap saat diperlukan setiap orang terutama pada anak-anak.

SUMBER :
Abin Syamsuddin Makmun. (1996). Psikologi Kependidikan Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.