Filsafat Pendidikan Dan Peningkatan Sumber Daya Manusia
1. Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan memang suatu disiplin yang bisa dibedakan tetapi tidak terpisah baik
dari filsafat maupun juga pendidikan, ia beroleh asupan pemeliharaan dari
filsafat. Ia mengambil persoalannya dari pendidikan, sedangkan metodenya dari
filsafat. Berfilsafat tentang pendidikan menuntut suatu pemahaman yang tidak
hanya tentang pendidikan dan persoalan-persoalannya, tetapi juga tentang
filsafat itu sendiri. Filsafat pendidikan tidak lebih dan tidak kurang dari
suatu disiplin unik sebagaimana halnya filsafat sains atau sains yang disebut
mikrobiologi.
Filsafat
secara ringkas berkenaan dengan pertanyaan seputar analisis konsep dan
dasar-dasar pengetahuan, kepercayaan, tindakan, dan kegiatan. Jadi dalam
filsafat terkandung pengertian dua hal, yaitu (1) analisis konsep, dan (2)
pendalaman makna atau dasar dari pengetahuan dan sejenisnya. Dengan
menganalisis suatu konsep, hakikat makna suatu kata dieksplorasi baik secara
tekstual dengan padanannya maupun juga secara kontekstual dalam penggunaannya.
Sehingga akan terkuak dimensi-dimensi moral yang khas dalam pemakaiannya, yang
membedakannya dari kata yang lainnya. Jadi, memasukkan makna suatu kata sebagai
konsep yang khas dalam kesadaran sehingga memiliki asumÃs-asumsi moral guna
membantunya lebih cermat dalam fungsionalisasinya.
Terdapat
tiga persoalan umum yang disebut filsafat yaitu :
a. Metafisika
(Metaphysics)
Istilah
lebih generik adalah “ontology” yang berkenaan dengan hakikat realitas (what
is), sedangkan metafisika berkenaan dengan hakikat eksistensi (what it means
“to be”). Pada konteks ini keduanya dipakai saling menggantikan
(interchangeably). Metafisika bisa diartikan sebagai the theory of reality.
Suatu upaya filosofis untuk memahami karakteristik mendasar atau esensial dari
alam semesta dalam suatu simpul yang sederhana namun serba mencakup. Secara
sederhana, metafisikawan berusaha menjelaskan rangkuman dan intisari dari apa
(of what is), apa yang ada (of what exists), dan apa yang sejati ada (of what
is ultimately real). Intisari atau substansi realitas ini secara kualitatif
maupun kuantitatif bisa jadi satu atau banyak. Mereka yang beraliran
kuantitatif (yakni hakikat sebagai rangkuman realitas atau as the sum of
reality). Sedangkan yang beraliran kualitatif (yakni hakikat sebagai intisari
dari realitas atau as the substance of reality).
b. Aksiologi
(Axiology)
Secara
historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral
(morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih
akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the
theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian
tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta
tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu
teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik
(what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang
untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep
semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi
terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral
dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai. Terdapat dua
kategori dasar aksiologis; (1) objectivism dan (2) subjectivism.
c. Epistemologi
(Epistemology)
Disebut
the theory of knowledge atau teori pengetahuan. Ia berusaha mengidentifikasi
dasar dan hakikat kebenaran dan pengetahuan, dan mungkin inilah bagian paling
penting dari filsafat untuk para pendidik. Pertanyaan khas epistemologi adalah
bagaimana kamu mengetahui (how do you know?). Pertanyaan ini tidak hanya
menanyakan tentang apa (what) yang kita tahu (the products) tetapi juga tentang
bagaimana (how) kita sampai mengetahuinya (the process). Para epistemolog
adalah para pencari yang sangat ulet. Mereka ingin mengetahui apa yang
diketahui (what is known), kapan itu diketahui (when is it known), siapa yang
tahu atau dapat mengetahuinya (who knows or can know), dan yang terpenting,
bagaimana kita tahu (how we know). Mereka adalah para pengawas dari keluasan
ranah kognitif manusia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut didahului dengan
pertanyaan dapatkah kita mengetahui (can we know?).
Sumber Daya Manusia
Semula
manusia beranggapan bahwa sumber daya merupakan benda materi yang dapat
dipegang dan digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Benda
materi memang memegang peranan penting karena secara langsung dapat dirasakan
manfaatnya bagi kehidupan manusia. Benda materi tersebut antara lian berupa
sandang, pangan, papan, lahan, alat perlengkapan hidup, bahan bakar seperti
kayu bakar, batubara, dan minyak bumi..
Secara
sederhana sumber daya diartikan sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau
kemampuan untuk memperoleh keuntungan. Pengertian demikian merupakan pengertian
yang bersifat objektif, artinya sumber daya dalam bentuk benda nyata atau
substansi. Perkembangan lebih lanjut sumber daya memiliki pengertian yang bersifat
subjektif, artinya pengertian tersebut ditekankan pada fungsi dari benda yang
dikaitkan dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, sumber
daya dapat diartikan sebagai segala sesuatu baik berupa benda maupun bukan
benda, yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Secara
sederhana sumber daya manusia dapat diartikan sebagai seluruh penduduk yang
berada di suatu wilayah atau tempat dengan ciri-ciri demografis dan sosial
ekonomis. profil demografis merupakan aspek kuantitatif artinya berkaitan
dengan jumlah secara fisik. Memang banyak sedikitnya jumlah penduduk serta
unsur-unsur yang berkaitan dengan jumlah dalam batas tertentu merupakan potensi
dalam bidang pembangungan. Dengan jumlah penduduk yang banyak merupakan sumber daya
manusia untuk melaksanakan pembangunan. Sumber daya manusia juga harus memiliki
profil sosial ekonomi yaitu aspek yang berkitan dengan kualitas. Aspek
kualitatif erat kaitannya dengan kesejahteraan fisik dan nonfisik serta
penguasaan ilmi dan teknologi.
Sumber
daya manusia memegang peranan penting dalam pembangunan. Pesatnya pembangunan
ekonomi Jepang, Eropa Barat, dan Amerika Utara setelah Perang Dunia II terutama
disebabkan negara-negara tersebut telah memiliki sumber daya manusia yang
memadai. Oleh karena itu, dalam merencanakan pembangunan suatu wilayah atau
negara perlu diketahui keadaan sumber daya manusia yang ada di wilayah
tersebut. Semakin lengkap dan tepat data mengenai sumber daya manusia yang
tersedia, semakin mudah dan tepat pula perencanaaan pembangunan yang dibuat.
Pengembangan
sumber daya manusia secara konsepsional telah diterima sebagai strategi
pembangunan jangka panjang bagi banyak negara yang sedang berkembang termasuk
indonesia. Bahkan, Komisi Sosiall Ekonomi untuk Negara-negara Asia Pasifik
(ESCAP) telah merumuskan langkah-langkah yang harus diambil oleh negara anggota
dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Langkah-langkah tersebut
meliputi tiga bidang pokok, yaitu: perluasan lapangan kerja, penguasaan ilmu
dan teknologi, dan peningkatan mutu kehidupan.
Manusia adalah makhluk yang mampu yang mampu mengembangkan diri.kemampuan
ini menyebabkan berpeluang untuk membentuk dirinya baik secara fisik maupun
secara mental.dengan cara mengatur kadar dan komposisi makan dan minuman dengan
disertai latihan yang teratur,fisik manusia dapat dibentuk.
Sebaliknya
manusia pun memiliki potensi mental untuk dikembangkan.berbagai potensi mental
yang terangkum dalam aspek kognisi,emosi,dan konasi dapat dikembangkan manusia
untuk menjadi mahkluk yang berperadapan (homo sapien).peningkatan dan
pengembangan diri ini menyebabkan manusia memiliki tingkat peradapan yang
berbeda dan mengarah maju dari zaman ke zaman.kemajuan peradaban manusia ini
terlihat dari adanya periodisasi sejarah umat manusia.
Manusia
memiliki berbagai potensi atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya.sumber daya ini pada dasarnya baru merupakan kemungkinan layaknya
lembaga atau benih pada tumbuh-tumbuhan.hasilnya baru akan terlihat apabila
potensi tersebut dapa disalurkan melalui pengarahan,bimbingan maupun latihan
yang terarah,teratur dan sinambung.
2. Filsafat Pendidikan Dan Kepribadian
Peningkatan
kualitas sumber daya manusia tertentu berbeda dari zaman ke zaman.sifat bentuk
dan arahannya tergantung pada kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat
masing-masing. Dimasyarakat tradisional,peningkatan kualitas sumber daya manusia masih
terbatas pada aspek-aspek tertentu,yang erat kaitannya dengan tradisi
setempat.namun yang jelas,peningkatan itu tak lepas hubungannya dengan filsafat
hidup dan kepribadian masing-masing.dalam pengertian sederhana,filsafat diartikan sebagai kepribadian jati diri dan pandangan
hidup seseorang,masyarakat,atau bangsa.kondisi ini dibentuk oleh tradisi
kehidupan masyarakat ataupun oleh usaha yang terprogram.namun demikian
sesederhana apapun,pembntukan itu tak lepas dari peran
pendidikan.pendidikan,menurut Hasan Langgulung,pada prinsipnya dapat dilihat
dari dua sudut pandang : individu dan masyarakat.
Dilihat dari
sudur pandang individu,pendidikan merupakan usaha untuk membimbing dan
menghubungkan potensi individu.sementara dari sudut pandang kemasyarakatan,pendidikan merupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari
generasi tua kepada generasi muda,agar nilai-nilai budaya tersebut dapat terpelihara.dalam
konteks ini dapat dilihat hubungan antara pendidikan dengan tradisi budaya dan
kepribadian suatu masyarakat,betapa sederhananya masyarakat tersebut.
Hal ini
dapat dilihat ketika tradisi sebagai muatan budaya senantiasa terlestarikan
dalam masyarakat,dari generasi ke generasi berikutnya.pelestarian nilai-nilai
budaya tersebut,bagaimanapun hanya akan mungkin terlaksana apabila ada
pendukungnya secara sinambung dari generasi ke generasi.hubungan ini tentunya
hanya akan mungkin terjadi bila para pendukung nilai tersebut data
menularkannya kepada generasi penerusnya.
Transfer
nilai-nilai budaya yang paling efektif adalah melalui proses pendidikan.dalam
masyarakat modern,proses pendidikan tersebut didasarkan pada suatu system yang
sengaja dirancang sebagai suatu program pendidikan secara formal.oleh sebab
itu,dalam penyelenggaraannya dibentuk kelembagaan pendidikan formal.
Menurut
Hasan Langgulung,pendidikan mencakup dua kepentingan utama,yaitu pengembangan
potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya.kedua hal ini berkaitan erat
dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing.dengan
kata lain,system pendidikan bagaimanapun sederhananya mengandung karakteristik
tentang jati diri atau pandangan hidup masyarakat atau bangsa yang membuatnya.
Pandangan
hidup yang merupakan jati diri ini berisi nilai-nilai yang dianggap sebagai
sesuatu ang secara ideal adalah benar.dan nilai kebenaran itu sendiri berbeda
antara masyaakat atau bangsa yang satu dengan yang lainnya.nilai-nilai kebenaran
yang idealis ini disebut sebagai filsafa hidup yang dijadikan dasar dalam
penyusunan system pendidikan.selain itu nilai-nilai tersebut juga sekaligus
dijadikan tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan system pendidikan
dimaksud.
Dengan demikian,antara rantai
hubungan itu terlihat pada perincian sbb :
a)
Setiap masyarakat atau bangsa
memiliki system nilai ideal yang dipandang sebagai sesuatu yang berat.
b)
Nilai-nilai tersebut perlu
dikembangkan sebagai suatu pandangan hidup atau filsafat hidup mereka.
c)
Agar nilai-nilai tersebut
dapat dipelihara secara lestari,perlu diwariskan kepada generasi muda.
d)
Usaha pelestarian melalui
pewarisan ini efektifnya melalui pendidikan.
e)
Untuk menyelaraskan pendidikan
yang diselenggarakan dengan muatan yang terkandung dalam nilia-nilai yang
menjadi pandangan hidup tersebut,maka secara sistematis program pendidikan
harus menempatkan nilai-nilai tadi sebagai landasan dasar,muatan,dan tujuan
yang akan dicapai.
Pandangan
ini dapat diangkat dari sejumlah system pendidikan diberbagai Negara yang
menggambarkan hubungan filsafat bangsa dengan tujuan pendidikan yang akan
dicapainya.sejak zaman Yunani kuno,hubungan seperti itu telah
diterapkan.setidak-tidaknya ada dua Negara yang menampilkan sisi pandang yang
berbeda yaitu Sparta dan Athena.Sparta berpandangan bahwa pendidikan yang benar
apabila dapat membentuk manusia yang sehat dan kuat secara fisik,sedangkan
Athena yang berpandangan bahwa pendidikan yang ideal adalah yang dapat
membentuk manusia yang harmonis.
Kepribadian
dapat dilihat dari empat aspek muatannya.Pertama
aspek personalia,yaitu
kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir dam batin yang dimiliki
seseorang.Kedua aspek individualitas,yakni karakteristik atau
sifat-sifat khas yang dimiliki seseorang,sehingga dengan adanya sifat-sifat ini
seseorang secara individu berbeda dengan yang lainnya.Ketiga aspek mentalitas,sebagai
perbedaan yang berkaitan dengan cara berpikir.mentalitas sebagai gambaran pola
pikir seseorang.Keempat aspek identitas,yaitu kecenderungan seseorang
untuk mempertahankan sikap dirinya dari pengaruh luar.identitas merupakan
karakteristik yang menggambarkan jati diri seseorang.
Berdasarkan
keempat aspek tersebut, terlihat bagaimana hubungan
antara pendidikan dan pembentukan kepribadian,dan hubungannya dengan filsafat
pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai budaya sebagai pandangan hidup suatu
bangsa.
3. Filsafat Pendidikan Dan Sumber Daya Manusia
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT dalam rangka menjadi khalifah dimuka bumi, hal ini
banyak dicantumkan dalam al-Qur’an dengan maksud agar manusia dengan kekuatan
yang dimilikinya mampu membangun dan memakmurkan bumi serta melestarikannya.
Untuk mencapai derajat khalifah di buka bumi ini diperlukan proses yang
panjang, dalam Islam upaya tersebut ditandai dengan pendidikan yang dimulai
sejak buaian sampai ke liang lahat.
Menurut
Hadawi Nawawi (1994) Sumber daya manusia (SDM) adalah daya yang bersumber dari
manusia, yang berbentuk tenaga atau kekuatan (energi atau power). Sumber daya
manusia mempunyai dua ciri, yaitu : (1) Ciri-ciri pribadi berupa pengetahuan,
perasaan dan keterampilan (2) Ciri-ciri interpersonal yaitu hubungan antar
manusia dengan lingkungannya. Sementara Emil Salim menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan SDM adalah kekuatan daya pikir atau daya cipta manusia yang
tersimpan dan tidak dapat diketahui dengan pasti kapasitasnya. Beliau juga
menambahkan bahwa SDM dapat diartikan sebagai nilai dari perilaku seseorang
dalam mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, baik dalam kehidupan pribadi
maupun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Dengan
demikian kualitas SDM ditentukan oleh sikap mental manusia (Djaafar, 2001 : 2).
T.
Zahara Djaafar (2001 : 1) menyatakan bahwa bila kualitas SDM tinggi, yaitu
menguasai ilmu dan teknologi dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya dan merasa bahwa manusia mempunyai
hubungan fungsional dengan sistem sosial, nampaknya pembangunan dapat
terlaksana dengan baik seperti yang telah negara-negara maju, dalam pembangunan
bangsa dan telah berorientasi ke masa depan. Tidak jarang di antara
negara-negara maju yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan bangsanya
adalah bangsa yang pada mulanya miskin namun memiliki SDM yang berkualitas. Dalam
Islam sosok manusia terdiri dua potensi yang harus dibangun, yaitu lahiriah
sebagai tubuh itu sendiri dan ruhaniyah sebagai pengendali tubuh. Pembangunan
manusia dalam Islam tentunya harus memperhatikan kedua potensi ini. Jika
dilihat dari tujuan pembangunan manusia Indonesia yaitu menjadikan manusia
seutuhnya, maka tujuan tersebut harus memperhatikan kedua potensi yang ada pada
manusia. Namun upaya kearah penyeimbangan pembangunan kedua potensi tersebut
selama 32 tahun masa orde baru hanya dalam bentuk konsep saja tanpa upaya
aplikasi yang sebenarnya. Telah dimaklumi bahwa pendidikan Islam memandang
tinggi masalah SDM ini khususnya yang berkaitan dengan akhlak (sikap, pribadi,
etika dan moral).
Kualitas
SDM menyangkut banyak aspek, yaitu aspek sikap mental, perilaku, aspek
kemampuan, aspek intelegensi, aspek agama, aspek hukum, aspek kesehatan dan
sebagainya (Djaafar, 2001 : 2). Kesemua aspek ini merupakan dua potensi yang
masing-masing dimiliki oleh tiap individu, yaitu jasmaniah dan ruhaniah. Tidak
dapat dipungkiri bahwa aspek jasmaniah selalu ditentukan oleh ruhaniah yang
bertindak sebagai pendorong dari dalam diri manusia. Untuk mencapai SDM
berkualitas, usaha yang paling utama sebenarnya adalah memperbaiki potensi dari
dalam manusia itu sendiri, hal ini dapat diambil contoh seperti kepatuhan
masyarakat terhadap hukum ditentukan oleh aspek ruhaniyah ini. Dalam hal ini
pendidikan Islam memiliki peran utama untuk mewujudkannya.
Peningkatan
kualitas manusia hanya dapat dilakukan dengan perbaikan pendidikan. A. R. Saleh
(2000 : 205) menyatakan ada beberapa ciri masyarakat atau manusia yang
berkualitas, yaitu :
a) Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia dan berkepribadian
b) Berdisiplin,
bekerja keras, tangguh dan bertanggung jawab
c) Mandiri,
cerdas dan terampil
d) Sehat
jasmani dan rohani
e) Cinta
tanah air, tebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.
Generasi
yang berkualitas yang akan disiapkan untuk menyongsong dan menjadi pelaku
pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk meningkatkan kualitas
keberagamaannya (dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan agamayang tetap
bertumpu pada iman dan aqidah). Dengan kata lain masyarakat maju Indonesia
menuntut kemajuan kualitas hasil pendidikan Islam. A. R. Saleh menyatakan bahwa
modernisasi bagi bangsa Indonesia adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam
aktivitas pendidikan Islam secara sistematis dan berlanjut. Tujuan pendidikan
nasional termasuk tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak untuk menjadi
anak manusia berkualitas dalam ukuran dunia dan akhirat.
Untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas, ditetapkan
langkah-langkah dalam pembinaan pendidikan agama yaitu :
a) Meningkatkan
dan menyelaraskan pembinaan perguruan agama dengan perguruan umum dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi sehingga perguruan agama berperan aktif bagai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b) Pendidikan
agama pada perguruan umum dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi
akan lebih dimantapkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME serta pendidikan agama berperan aktif bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Pendidikan
tinggi agama serta lembaga yang menghasilkan tenaga ilmuan dan ahli dibidang
agama akan lebih dikembangkan agar lebih berperan dalam pengembangan
pikiran-pikiran ilmiah dalam rangka memahami dan menghayati serta mampu
menterjemahkan ajaran-ajaran agama sesuai dan selaras dengan kehidupan
masyarakat (A. R. Saleh, 2000 : 206).
Manusia
adalah makhluk yang memiliki beberapa potensi bawaan.dari sudut pandang yang
dimiliki itu,manusia dinamai dengan berbagai sebutan.dilihat dari potensi
inteleknya manusia disebut homo intelectus.manusia juga disebut sebagai homo
faber,karena manusia memiliki kemampuan untuk membuat barang atau
peralatan.kemudian manusia pun disebut sebagai homo sacinss atau homo saciale
abima,karena manusia adalah mahkluk bermasyarakat.di lain pihak manusia juga
memiliki kemampuan merasai,mengerti,membeda-bedakan,kearifan,kebijaksanaan,dan
penetahuan.atas dasar adanya kemampuan tersebut,manusia disebut homo sapiens .
Filsafat
pendidikan,seperti dikemukakan oleh Imam Barnadib,disusun atas dua
pendekatan.pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan
filosofis tokoh-tokoh tertentu.sedangkan pandangan ke dua adalah usaha untuk
menemukan jawaban dari pendidikan beserta problem-problem yang ada yang
memerlukan tinjauan filosofis.
Pendidikan
adalah sebagai pelaksana dari ide-ide filsafat. Atau dengan perkataan lain
bahwa ide filsafat telah memberikan asas sistem nilai dan atau normatif bagi
peranan pendidikan yang telah melahirkanilmu pendidikan, lembaga-lembaga
pendidikan, dan dengan segala aktifitasnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
filsafat pendidikan sebagai jiwa, pedoman dan sumber pendorong adanya
pendidikan. Inilah antara lain peranan filsafat pendidikan. Karena filsafat
menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan adalah suatu usaha yang
sengaja dan terencana untuk merealisasikan ide-ide itu menjadi kenyataan dalam
tindakan dan prilakuserta pembinaan kepribadian.
Menurut
Kilpatrick bahwa peranan dan fungsi filsafat pendidikan adalah menyelidiki
perbandingan pengaruh-pengaruh dari :
a) Filsafat-filsafat
yang bersaing didalam proses kehidupan
b) Kemungkinan
proses-proses pendidikan dan pembinaan watak kedunya mengusahakan untuk
menemukan pengolahan pendidikan yang dikehendaki untuk membina watak yang
paling konstruktif bagi golongan tua dan muda.
Adapun
perbandingan pengaruh dari beberapa ide filsafat dalam pendidikan dapat
diketahui melalui sejarah pendidikan, antara lain tersimpul dalam
pandangan-pandangan:
1) Aliran
Empirisme
Kata
Empirisme barasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Tokoh aliran ini
adalah John Locke (seorang filosof bangsa Inggris). Ia berpendapat bahwa anak lahir
didunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula
rasa) yang belum ada tulisan di atasnya sehingga aliran ini disebut juga dengan
nama aliran tabula rasa. Menurut teori ini bahwa kepribadian didasarkan pada
lingkungan pendidikan yang didapatnya atau perkembangan jiwa seseorang
semata-mata bergantung kepada pendidikan. Dan menurut teori empirisme ini juga
menyatakan bahwa pendidik dapat berbuat sekehendak hati dalam pembentukan
pribadi anak didik sesuai yang diinginkan.
Disamping
tokoh tersebut di atas terdapat juga ahli pendidikan yang lain dan mempunyai
pandangan yang hampir sama dengan John Locke, Yaitu helvatus (seorang ahli
filsafat Yunani) berpendapat bahwasanya manusia dilahirkan dengan jiwa dan
watak yang hampir sama yaitu suci dan bersih.Pendidikan dan lingkunganlah yang
akan membuat manusia berbeda-beda. Demikian pula seorang pemikir zaman
Aufklarung bernama Claude Adrien Helvetius (1715 – 1771) telah merumuskan
jawaban dari pertanyaan : Bagaimana dapat terjadi agsr msnusia liar itu menjadi
manusia yang kuat dan terampil, beradap serta kaya akan ilmu pengetahuan dan
gagasan-gagasan.
2) Nativisme
dan Naturalisme
a) Nativisme
Aliran
ini adalah penganut dari salah satu ajaran filsafat idealisme. Tokohnya Athur
Schopenhauer (1788 – 1860) yang berpandangan bahwa faktor pembawaan yang
bersifat kodrat dari kelahiran dan tidak mendapatkan pengaruh dari alam sekitar
atau pendidikan sekalipun, dan itulah yang disebut kepribadian manusia.
Potensi-potensi dari faktor pembawaan yang bersifat kodrati sebagai pribadi
sesorang bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi-potensi hereditas yang baik,
tidaklah mungkin seseorang mendapatkan taraf yang dikehendaki, meskipun
mendapatkan pendidikan yang maksimal.
Pendidikan
tidak sesuai dengan bakat dan potensi anak didik , juga tidak akan berguna bagi
perkembangan anak sendiri. Anak akan kembali pada bakatnya. Hal ini sesuai
dengan nama aliran nativisme, bersala dari kata nativus yang artinya terlahir.
Dan mendidik menurut aliran ini tiada lain adalah membiarkan anak tumbuh
berdasarkan pembawaannya. Berhasil tidaknya perkembangan anak bergantung kepada
tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki anak. Pandangan dan aliran
ini disebut aliran pesimisme, karena menerima kepribadian sebagaimana adanya dengan
tidak mempercyai adanya niali-nilai pendidikan untuk merubah kepribadian.
b)
Naturalisme
Tokohnya
adalah Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778), seorang filosof bangsa Prancis,
yang mengemukakan pendapat dalam bukunya yang berjudul Emile mengemukakan bahwa:
“ semua adalah baik pada waktu datang dari Sang Pencipta, tetapi semua menjadi
buruk di tangan manusia ”. Aliran ini
disebut juga alirannegativisme, karena berpandangan bahwa pendidik hanya wajib
membiarkan pertumbuhan anak didik saja dengan sendirinya dan selanjutnya
diserahkan kepada alam. Seorangpsikolog Austria yang bernama Rohracher,
mempunyai pendapat hampir sama denangan pendapat tadi yakni mengemukakn bahwa:
“manusia hanya hasil suatu proses alam menurut hukum tertentu, atau manusia
bertanggung jawab tentang bakatnya”.
3) Teori
Konvergensi
Tokoh
aliran ini ialah William Stern (1871-1938), seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman yang berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan sama pentingnya,
kedu-duanya sama berpengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Hasil
perkembangan dan pendidikan anak bergantung kepada besar kecilnya pembawaan
situasi lingkungannya.
Berdasarkan
kenyataan ini, maka William Stren menyusun teorinya yang dinamakan teori
Konvergensi. Ia berpendapat bahwa : “ pembawaan dan lingkungan merupakan dua
garis yang menuju kepada suatu titik pertemuan (garis pengumpul)”.
Oleh
karena itu perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil proses kerjasama
antara potensi hereditas (internal) dan linkungan serta pendidikan (eksternal).
Interaksi antara pembawaan dan lingkungan (termasuk pendidikan) akan mencapai
hasil yang diharapkan, apabila anak sendidri harus memainkan peranan yang aktif
di dalam mencernakan segala pengalaman yang diperolehnya. Jadi dari pandangan
teori Konvergensi tadi dapat disimpulkan bahwa :
a) Pendidikan
itu serba mungkin diberikan kepada anak didik.
b) Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan kepada anak didik untuk
mengembangkan pembawaan yang baik untuk mencegah pembawaan yang buruk.
c) Hasil
pendidikan adalah tergantung dari pembawaan dan lingkungan.
Ketiga
aliran tersebut kemudian menjadi dasar pemikiran tentang manusia dalam kaitan
dengan problema pendidikan.namun kemudian,Kohnstamm menambahkan factor
kesadaran sebagai factor ke empat.dengan demikian menurutnya selain factor
dasar (natur) dan factor ajar (empiri),yang kemudian dikonvergensikan,masih
perlunya factor kesadaran individu.
Menurutnya
walaupun manusia memiliki bakat yang baik,kemudian dididik secara baik
pula,maka hasilnya akan menjadi lebih baik bila ada motivasi intrinsic dari
peserta didik itu sendiri.Kohnstamm,melihat bahwa factor lingkungan belum dapat
memberi hasil yang optimal bila tidak disertai dorongan dari dalam diri peserta
didik.pendapat ini dapat dilihat sebagai temuan yang memperkaya pemikiran
tentang manusia dalam kaitannya dengan pendidikan.
Keempat
tokoh tersebut telah mengangkat latar belakang potensi manusia.kecuali J.J
Rousseau,ketiga tokoh berikutnya seakan menyatu dalam pendapat bahwa potensi
manusia dapat diintervensi oleh pengaruh lingkungan.kenyataan ini antara
lain,dapat dirunut dari sejumlah kasus manusia srigala yang pernah terungkap.
Lyotard dan
Senguin pernah menemukan bocah yang sejak bayi dipelihara oleh sekelompok
serigala.ternyata bocah tersebut dalam kesehariannya hidup mengikuti perilaku
serigala yang menjadi lingkungan hidupnya.kasus yang dijumpai oleh kedua tokoh
ini terjadi di hutan Prancis selatan sekitar abad ke – 18 selanjutya,di india
kasus serupa pun pernah ditemui.kemudian bocah asuhan serigala itu diselamatkan
dan dididik dilingkungan hidup manusia.
Seperti yang
dikatakan Imam Barnadib,bahwa filsafat pendidikan sebagai system dapat dilihat
dari dua pendekatan.pendekatan pertama sebagai pendekatan filosofis,sebagaiman
telah diuraikan terdahulu.dalam pandangan ini terungkap bahwa konsep pendidikan
dalam berbagai aliran itu mengakui bahwa manusia memiliki potensi untuk
dididik.
Selanjutnya
pendekatan kedua adalah filsafat pendidikan dilihat dari sudut pandang
pendidikan.berdasarkan pendekatan ini,filsafat pendidikan merupakan usaha untuk
menemukan jawaban tentang pendidikan dan problema-problema yang ada yang
memerlukan tinjauan filosofis .dalam pandangan ini,filsafat pendidikan menjadi
tumpuan bagi penyesunan system pendidikan.
Menurut
Hasan Langgulung,pendidikan dalam hubungannya dengan individu dan
masyrakat,dapat dilihat dari bagaimana garis hubungannya dengan filsafat
pendidikan dan sumberdaya manusia.dari sudut pandang individu,pendidikan
merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu,sebaliknya dari sudt
pandang kemasyrakatan,pendidikan adalah sebagai pewaris nilai-nilai budaya.
Dalam
pandangan ini pendidikan mengemban dua tugas utama,yaitu peningkatan potensi
individu,dan pelestarian nilai-nilai budaya.manusia sebagai mahkluk berbudaya
dan hakikatnya adalah pencipta budaya itu sendiri.budaya itu kemudian meningkat
sejalan dengan peningkatan potensi manusia pencipta budaya itu.
Tingkat
perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh
tingkat kualitas sumber daya manusia yang menjadi pendukung nilai-nilai budaya
tersebut.pada masyarakat yang masih memiliki kebudayaan asli,berbeda dengan
masyarakat yang memiliki kebudayaan campuran.
Kemajuan
peradapan manusia sebagian besar ditentukan oleh IPTEK.makin tinggi tingkat
penguasaan IPTEK,makin maju pula perdapan suatu bangsa.juga tingkat kualitas
sumberdaya manusianya.salah satu sarana yang paling efektif dalam pengembangan
dan peningkatan kualitas sumber daya anusia adalah pendidikan.
Sejalan
dengan tujuan tersebut,disusunlah suatu system pendidikan yang layak dan serasi
dengan tujuan pengembangan sumberdaya manusia sebagai pendukung nilai-nilai
budaya bagi peningkatan kemajuan peradapan yang dimiliki.kemudian agar system
pendidikan tersebut tetap terjaga,diperukan adanya suatu landasan filsafat
pendidikan yang dinilai mengakarpada kepribadian bangsa itu masing-masing.dalam
kaitan ini,terlihat bagaiman kaitan hubungan antara filsafat pendidikan dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Sesuatu akan
dinilai benar bila ia dapat direalisasikan dan hasilnya bermanfaat bagi
kehidupan.pemikiran ini dijadikan landasan dalam penyusunan system pendidikan
dan kemudian diterapkan dalam bentuk sekolah kerja dan dinamakan sekolah
masyarakat.sekolah ini bertujuan untuk mendidik para siswa menjadi tenaga
praktis yang siap pakai.dibidang keahlian disesuaikan dngan bidang profesi yang
ada di masyarakat.dengan demikian,diharapkan tamatan dari sekolah-sekolah ini
akan ssegera mendapat pekerjaan.
Tujuan
pendidikan Indonesia mancakup pengembangan potensi individu yang diamanatkan
oleh filsafat pendidikan Pancasila.secara individu diharapka peserta didik
dapat memiliki kepribadian yang mencakup keenambelas karakteristik seperti
tergambar dalam tujuan pendidikan nasional.karakteristik ini sekaligus merupakan
aspek yang menjadi muatan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia yang
berlandaskan filsafat pendidikan yang digali dari filsafat dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.
SUMBER
5.
Aly, H. N. dan Munzier,
H. (2000). Watak Pendidikan Islam. Jakarta : Friska Agung Insani.
6. Azra,
Azyumardi. (2001). Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta : Kalimah.
7. Hasan,
Chalijah. (1994). Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya : Al Ikhlas.
8. Prasetya.
(2000). Filsafat Pendidikan : Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung : Pustaka
Setia.
9. Shaleh,
A. R. (2000). Pendidikan Agama dan Keagamaan : Visi, Misi dan Aksi. Jakarta :
Gemawindu Pancaperkasa.
10. Tilaar,
H. A. R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif
Abad 21.Magelang : Tera Indonesia.