Filsafat Pendidikan Pancasila
Table of Contents
1.
Pengantar
Pancasila
mengakui manusia sebagai pribadi yang otonom. Makna yang terkandung dari
pengakuan ini adalah pribadi manusia diakui unik yang masing-masing mempunyai
kekhasan, manusia bermartabat, manusia makhluk etis, makhluk Tuhan dan terbuka
untuk dididik. Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak
terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung empat sila lainnya
dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya
atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat
sistematis-hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu menunjukkan
suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila
mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga
tidak dapat dipindahkan.
Filsafat merupakan teori umum,
sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Hubungan
filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting, sebab filsafat menjadi dasar,
arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun proses
pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan nilai-nilai dan tujuan yang ingin
dicapai. Filsafat menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan
merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan,
tindakan, tingkah laku dan membina kepribadian manusia ( Noor Syam : 1988 ).
Pribadi
manusia mulai bertumbuh dan berkembang mulai dari lahir. Anak lahir dengan
kebebasan bawaan. Tiap-tiap anak mempunyai sifat kepribadian yang unik, di
samping juga memiliki kesamaan. Ini berarti anak memiliki sifat-sifat khas yang
hanya dimiliki oleh dirinya dan tidak oleh anak yang lain. Keunikan pribadi itu
terbentuk dan berkembang dalam hidupnya yang memberi warna terhadap bagaimana
ia bersifat terhadap tantangan baik alam maupun sosialnya. Dengan kemampuan
bawaan, individu memiliki kekuatan untuk manghadapi lingkungannya, dapat
menciptakan ide-ide baru, memilih dan menolak keinginan sosial yang menghambat
perkembangan dirinya.
Dengan
demikian manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi-potensi yang dapat
dikembangkan. Potensi yang dimiliki ada kalanya berkembang ke arah yang tidak
baik, misalnya menimbulkan kerusakan lingkungan, termasuk manusia sendiri. Maka
pendidikanlah yang dapat menangkal potensi yang berkembang ke arah yang tidak
baik itu. Pendidikan hendaklah mengembangkan semua potensi yang ada pada anak
seoptimal mungkin. Ini berarti bahwa manusia harus dimanusiakan untuk mencapai
harkat manusia yang tertinggi seperti yang dikemukakan oleh Driyarkara (1980).
Pendidikan
terjadi dalam masyarakat dan budaya tertentu, sehingga tujuan pendidikan dan
metode yang digunakan bergantung atau berpedoman pada pandangan hidup
masyarakat. Dengan demikian, pembentukan pribadi dimana anak mengenal dan
menemukan dirinya terjadi di dalam konteks sosial dalam arti yang
seluas-luasnya.
2.
Pancasila Sebagai Filsafat
Hidup Bangsa
a.
Arti Pandangan Hidup Suatu Bangsa
Menurut Padmo Wahjono : “Pandangan hidup adalah sebagai suatu prinsip
atau asas yang mendasari segala jawaban terhadap pertanyaan dasar, untuk apa
seseorang itu hidup”.
Setiap bangsa mempunyasi
cita-cita untuk masa depan dan menghadapi masalah bersama dalam mencapai
cita-cita bersama. Cita-cita kita sebagai bangsa Indonesia tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan
makmur materil dan spirituan berdasarkan Pancasila. Seperti halnya keluarga,
sutau bangsa yang bertekad mencapai cita-cita bersama memerlukan suatu
pandangan hidup. Tanpa pandangn hidup, suatu bangsa akan terombang
ambing. Dengan pandangan hidup suatu bangsa dapat secara jelas mengetahui arah
yang dicapai.
Dengan pandangan hidup, suatu bangsa :
1)
Akan dengan mudah memandang
persoalan-pesoalan yang dihadapi;
2)
Akan dengan mudah mencari pemecahan
masalah-masalah yang dihadapi;
3)
Akan memiliki pedoman dan pegangan;
4)
Akan membangun dirinya.
Seorang dewasa yang memiliki pandangan hidup adalah seseorang
yang :
1)
Yang secara sadar mengetahui
cita-citanya;
2)
Yang secara sadar memilih bentuk
kehidupan yang ditempuhnya;
3)
Yang mengetahui nilai-nilai yang
dijunjung tinggi;
4)
Yang mengetahui mana yang benar dan
mana yang salah serta melaksanakanya secara jujur.
Dengan demikian, pandangan hidup suatu bangsa adalah :
1)
Cita-cita bangsa;
2)
Pikiran-pikiran yang mendalam;
3)
Gagasan mengenai wujud kehidupan
yang lebih baik.
Jadi
pandangan hidup suatu bangsa adalah inti sari (kristalisasi) dari nilai-nilai
yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenaranya, yang berdasarkan pengalaman sejarah dan yang
telah menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan pengertian
tersebut, dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai
kehidupan yang dicita – citakan, terkandung pula dasar pikiran terdalam dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
Pancasila sebagai pandangan hidup sering juga
disebut way of life, pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia atau
petunjuk hidup. Walaupun ada banyak istilah mengenai pengertian pandangan hidup
tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih lanjut Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa dipergunakan sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari –
hari masyarakat Indonesia baik dari segi sikap maupun prilaku haruslah selalu
dijiwai oleh nilai – nilai luhur pancasila.
Hal ini sangat penting karena dengan menerapkan
nilai – nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari – hari maka tata kehidupan
yang harmonis diantara masyarakat Indonesia dapat terwujud. Untuk dapat
mewujudkan semua itu maka masyarakat Indonesia tidak bisa hidup sendiri, mereka
harus tetap mengadakan hubungan dengan masyarakat lain. Dengan begitu masing –
masing pandangan hidup dapat beradaftasi artinya pandangan hidup perorangan /
individu dapat beradaptasi dengan pandangan hidup kelompok karena pada dasarnya
pancasila mengakui adanya kehidupan individu maupun kehidupan kelompok.
Selain sebagai dasar Negara, Pancasila juga
merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa
Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
menjalani hidup. Dalam konsepsi dasar itu terkandung gagasan dan pikiran
tentang kehidupan yang dianggap baik dan benar bagi bangsa Indonesia yang
bersifat majemuk.
Setiap bangsa yang ingin berdiri
kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapai sangat
memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan
memandang persoalan-persoalan yang dihadapi dan menetukan arah serta bagaimana
cara bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan
hidup maka sesuatu bangsa akan merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan-persoalan besar yang timbul, baik persoalan-persoalan di masyarakat
sendiri maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan
masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas
sesuatu bangsa akan memiliki pedoman dan pegangan bagaimana ia memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang timbul dalam gerak
masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula
sesuatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup ini terkandung
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa,
terkandung pikiran yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangn hidup suatu
bangsa adalah suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu
sendiri, yang diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkanya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak
dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain
tanpa menyesuaikan dengan pandangn hidup, dan kebutuhan-kebutuhan yang baik dan
memuaskan bagi suatu bangsa, belum tentu baik dan memuaskan bagi bangsa lain.
Oleh karena itu pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat
asasi bagi kekohan dan kelestarian suatu bangsa.
Negara Republik Indonesia memang
tergolong muda dalam barisan Negara-negara lain di dunia. Tetapi bangsa
Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui gemilangnya
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Kemudian mengalami penderitaan
penjajahan sepanjang tiga setengah abad, sampai akhirnya bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah perjuangan
bangsa Indonesia untuk merebut kembali kemerdekaan nasionalnya sama tuanya
dengan sejarah penjajahan itu sendiri. Berbagai babak sejarah telah dilalui dan
berbagai jalan ditempuh dengan cara yang berbeda-beda, mulai dari cara yang
lunak sampai dengan cara yang kasar, mulai dari gerakan kaum cendikiawan yang
terbatas smapai pada gerakan yang menghimpun kekuatan rakyat banyak, mulai dari
bidang pendidkan, kesenian daerah, perdagangan sampai pada gerakan-gerakan
politik.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara
dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah
di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa yang akan
datang, yang secara keseluruhan membentuk kepribadianya sendiri. Oleh karena
itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadianya sendiri, yang bersamaan dengan
lahirnya bangsa dan Negara itu, kepribadian itu ditekankan sebagai pandangan
hidup dan dasar Negara Pancasila. Bangsa Indonesia lahir dengan kekuatan
sendiri, maka percaya pada diri sendiri juga merupakan salah satu cirri
kepribadian bangsa Indonesia. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara
mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang,
dimatangkan oleh sejarah perjungan bangsa kita sendiri, dengan melihat
pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh bangsa kita dan
gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena pancasila sudah merupakan
pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai
Dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah
bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga
buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945,
Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan UUD sementara Republik
Indonesia tahun 1950 pancasila itu tetap tercantum di dalamnya.
Pancasila yang selalu dikukuhkan
dalam kehidupan konstitusional kita, Pancasila selalu menjadi pegangan bersama
pada saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita,
merupakan bukti sejarah bahwa Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa
Indonesia sebagai dasar kerohanian bangsa, dikehendaki sebagai Dasar Negara.
c. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai filsafat Negara Republik Indonesia diangkat dari
realitas sosial budaya dan tata nilai dasar masyarakat Indonesia. Pendapat para
ahli bahwa hakikat ber-Pancasila, ialah :
1) Segala perilaku atau kegiatan harus sesuai dengan nilai dan sifat-sifat
Tuhan Yang Maha Esa
2) Kondisi manusia yang berada dalam kesamaan dan perbedaan, tetapi dalam
kondisi seperti itu, manusia harus hidup berdampingan secara damai dan rukun
3) Bangsa Indonesia memiliki satu kepribadian secara orisinal
4) Rakyatlah yang berdaulat serta melaksanakan musyawarah untuk mufakat
dengan jalan kekeluargaan dan gotong royong
5) Perlu berbuat serasi antara hak dan kewajiban
Nilai-nilai dasar ini telah
menjiwai dan merupakan perwujudan kepribadian bangsa. Nilai dasar tersebut
berakar dan hidup dalam masyarakat dengan sifat fundamental dan universal. Hal
itu juga bersumber dari keyakinan atau pandangan hidup bangsa yang benar, baik,
dan unggul. Jadi, Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa.sa, Pancasila juga
berperan sebagai pedoman dan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Dengan demikian, ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang
diterima dan berlaku untuk semua pihak Secara sederhana, ideologi dipahami
sebagai gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang tersusun secara sistematis yang
diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat dan diwujudkan di dalam kehidupan
nyata. Nilai-nilai yang tercermin di dalam pandangan hidup ditempatkan secara
sistematis kedalam seluruh aspek kehidupan yang mencakup aspek politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan didalam upaya mewujudkan
cita-citanya.
Fungsi filsafat hidup adalah
menjelaskan cita-cita yang diyakini dan mengatur tata nilainya. Hal tersebut
dapat membentuk ide atau gagasan dasar bagi segala aspek kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu, membawa komitmen perwujudan dalam perilaku
kehidupan. Nilai dasar itu menuntut orientasi dalam perbuatan. Merupakan
pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta
mewarnai sikap dan kehidupan masyarakat. Nilai Pancasila pun mesti hidup dan
membudaya dalam masyarakat dan tercermin dalam perilaku sehari-hari anggota
masyarakat tersebut.
Adapun nilai-nilai dasar di dalam sosial budaya
Indonesia yang berkembang sejak awal peradaban terutama meliputi :
1)
Adanya kesadaran ke-Tuhanan dan
kesadaran keagamaan
2)
Kesadaran kekeluargaan, sebagai
dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat,
3)
Kesadaran musyawarah mufakat dalam
menentukan dan memecahkan masalah bersama,
4)
Kesadaran gotong royong atau
tolong menolong
5)
Kesadaran tenggang rasa dan tepa
selira.
Pandangan hidup yang dijadikan ideologi
bangsa mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh
sebuah bangsa dan pikiran-pikiran terdalam serta gagasan-gagasan sebuah bangsa
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pandangan hidup sebuah bangsa
adalah perwujudan nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu yang diyakini kebenarannya
dan menimbulkan tekad bagi bangsa itu.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa Indonesia
sendiri yang diyakini kebaikan dan kebenarannya. Pancasila digali dari budaya
bangsa sendiri yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya.
Oleh karna itu, Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak
keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama
yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia.
Manusia yang diciptakan oleh
Tuhan yang Maha Kuasa, dikodratkan hidup secara berkelompok. Kelompok manusia
itu akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Perkembangan manusia dari
yang mengelompok itu sampai pada suatu keadaan dimana mereka itu terjalin
ikatan hubungan yang kuat dan serasi. Ini adalah pertanda adanya kelompok
manusia itu dengan cirri-ciri kelompok tertentu, yang membedakan mereka dengan
kelompok-kelompk manusia lainya. Kelopmok ini membesar dan menjadi suku-suku
bangsa. Tiap suku bangsa dibedakan oleh perbedaan nilai-nilai dan moral yang
mereka patuhi bersama. Berdasarkan hal ini kita dapat menyebutkan adanya
kelompok suku bangsa Minangkabau, Batak, Jawa, Flores, Sunda, Madura, dan lain
sebagainya. Semua suku itu adalah modal dasar terbentuknya kesadaran berbangsa
dan adanya bangsa Indonesia yang kita miliki adalah bagian dari bangsa itu sekarang
ini. Kelompok-kelompok manusia tersebut dikatakan suku bangsa, karena mempunyai
tujuan hidup. Tujuan hidup kelompok ini akan membedakan mereka dengan kelompok
suku bangsa lain di Nusantara ini. Jadi kita kenal dengan pandangan hidup suku
Jawa, Sunda, Batak, Flores, Madura, dan lain-lain sebagainya.
Pandangan hidup merupakan
wawasan atau cara pandang mereka untuk memenuhi kehidupan di dunia dan bekal di
hari akhir. Bangsa Indonesia yang terdiri dari suku bangsa tersebut, meyakini
adanya kehidupan di dunia dan hari akhir. Berdasarkan hal tersebut kita
menemukan persamaan pandangan hidup di antara suku-suku bangsa di tanah air
ini, ialah keyakinan mereka adanya dua dunia kehidupan. Inilah yang menyatukan
pandangan hidup bangsa Indonesia, walaupun mereka terdiri atas berbagai suku
yang berbeda.
Bangsa Indonesia yang terikat
oleh keyakinan Kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan kuatnya tradisi sebagai norma
dan nilai kehidupan dalam masyarakat adalah tali persamaan pandangan hidup
antara berbagai suku bangsa di Nusantara ini. Pandangan hidup kita berbangsa
dan bernegara tersimpul dalam falsafah kita Pancasila. Pancasila memeberikan
pancaran dan arah untuk setiap orang Indonesia tentang masa depan yang
ditempuhnya. Inilah pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam
kelima Sila Pancasila.
3. Pancasila
Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Pendidikan adalah pilar utama
terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu
diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan
tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan
penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis,
sosiologis, dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan
mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan. Pendidikan juga merupakan
bagian dari praktek kultural maupun proses transformasi sosial. Dengan ini,
proses perubahan sosial dan juga politik di tiap level gerakan sosial akan
mempengaruhi ataupun memberikan dampak dalam proses pendidikan. Tidak
dipungkiri bahwa bagaimanapun juga, proses pendidikan pada akhirnya sarat
dengan muatan dan agenda politik dengan kenyataan di atas.
Wawasan kependidikan dalam Filsafat Pendidikan
Pancasila adalah sebagai berikut :
1)
Pendidikan adalah proses
pembudayaan manusia, yakni usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan dan
kepribadian manusia, yang dilakukan baik dalam keluarga, di sekolah maupun di
masyarakat dan berlaku seumur hidup. Pendidikan adalah proses regenerasi untuk
melangsungkan eksistensi manusia budaya yang lebih maju.
2)
Tujuan pendidikan adalah
menumbuhkan Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS). MIS yaitu manusia pembangunan
yang berkembang secara integral, selaras, serasi, seimbang antara cipta, rasa,
karsa dan karya serta jasmani-rohani yang sehat.
3)
Kurikulum pendidikan, melaksanakan
kurikulum yang komprehensif, memadukan antara teori dan praktek. Wawasan
kurikulum yang dikembangkan adalah:
a)
Wawasan budaya bangsa berdasar
pada kondisi sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia
b)
Wawasan ideologi dan pandangan
hidup Pancasila
c)
Wawasan kemajuan Ilmu dan
Teknologi
d)
Wawasan religius dan keimanan
e)
Wawasan Pembangunan Nasional
f)
Wawasan ketahanan bangsa
g)
Proses belajar dan mengajar,
mengembangkan proses komunikasi diagonal (interaksi aktif). Mengembangkan Cara
Belajar Siswa Aktif.
4)
Hakekat proses belajar dan
mengajar yaitu :
a)
Dalam proses belajar mengajar
terjadi interaktif antara siswa dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru
b)
Proses belajar mengajar yang
efektif memerlukan strategi dan media atau teknologi pendidikan yang tepat guna
c)
Kegiatan belajar mengajar
direncanakan dan diimplementasikan menjadi suatu sistem
d)
Materi dan sistem penyajian
bersifat dinamis selalu berkembang
5)
Hakekat lembaga pendidikan,
sekolah dan perguruan tinggi adalah :
a)
Lembaga pendidikan profesional
yang melaksanakan pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia
b)
Menyelenggarakan program-program
pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat baik kuantitatif dan
kualitatif
6)
Hakekat anak didik adalah
bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan wawasan pendidikan
sepanjang hayat.
7)
Hakekat guru sebagai pendidik
adalah agen perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan pendukung serta
pengembang nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator dan bertanggung
jawab atas tujuan belajar.
8)
Hakekat masyarakat adalah sebagai
lingkungan pendidikan.
Pancasila dijadikan sebagai ideologi
atau paradigma pendidikan diungkapkan dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 1989 yang
menetapkan menetapkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945. Rincian selnjutnya tentang hal itu tercantum dalam
Penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 19889, yang menegaskan bahwa pembangunan nasional
termasuk di bidang pendidikan, adalah pengamalan Pancasila, dan untuk itu
pendidikan nasional mengusahakan antara lain : Pembentukan manusia Pancasila
sebagai manusia pembangunan yang tinngi kualitasnya dan mampu mandiri
(Undang-Undang, 1992: 24).
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa
sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengalaman Pancasila
itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila
itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yakni Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan nasional merupakan
suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di
atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan
kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya. Sedangkan
Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan
teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai
oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan
negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan
pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa
“Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam
usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:
a)
Pendidikan Nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dan disebut sistem Pendidikan Pancasila
b)
Tujuan pendidikan nasional adalah
untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan agar dapat memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan
c)
Fungsi pendidikan nasional
Indonesia adalah untuk mengembangkan warga negara Indonesia, baik sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat, mengembangkan bangsa Indonesia dan
mengembangkan kebudayaan Indonesia
d)
Unsur-unsur pokok pendidikan
nasional adalah pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan watak dan
kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan
kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.
e)
Asas-asas pelaksanaan pendidikan
nasional Indonesia adalah asas semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas
tanggung jawab bersama, asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan
dengan ketahanan nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas
keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.
Ciri-ciri Sistem Pendidikan
Nasional
Sistem Pendidikan
Nasional Indonesia mempunyai ciri-ciri yang penting antara lain, nasionalis dan
demokrasi. Sifat nasionalisme mengandung makna bahwa sistem pandidikan harus
mengandung isi dan jiwa pendidikan yang didasarkan atas kebudayaan sendiri, dan
kebudayaan tersebut haruslah merupakan alat penyeleksi masuknya kebudayaan
asing. Adapun ciri demokrasi mengandung makna cara memberi pendidikan
menanamkan kemerdekaan berpikir dan berinisiatif atas kemauannya sendiri. Sifat
demokrasi mengandung arti bahwa mendirikan sekolah bukan monopoli pemerintah,
tetapi juga memberi kesempatan seluas-luasnya bagi partikelir. Demokrasi
mengandung arti pula bahwa kekurangan biaya janganlah menjadi penghalang untuk
meneruskan pelajaran, sebab ada aturan tunjangan biaya dari pemerintah. Untuk
itu, pendidikan bukan monopoli perseorangan atau golongan tertentu saja tetapi
diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan Pendidikan Nasional
a)
UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4, dinyatakan tujuan pendidikan nasional,
yaitu: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap
dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
b)
UU RI No. 2 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dinyatakan tujuan pendidikan nasional yaitu: “ … bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Hal di atas sesuai dengan UUD 1945
pasal 31 ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.”.
Dalam rangka pelaksanaan
pembangunan nasional dan pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka
pendidikan nasional mengusahakan:
a)
Pembentukan manusia Pancasila
sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri
b)
Pemberian dukungan bagi
perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam
ketahanan nasional yang tangguh (mampu menangkal setiap ajaran, paham, dan
ideologi yang bertentangan dengan Pancasila)
Pengertian Kurikulum, Pendidik, dan
Peserta Didik dalam UU RI No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
a)
UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dinyatakan bahwa kurikulum adalah: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”
b)
UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dinyatakan bahwa pendidik adalah: “Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.”
c)
UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dinyatakan bahwa peserta didik adalah: “Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pad jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.”
Kedudukan Sistem
Pendidikan Nasional sebagai alat dan tujuan perjuangan mencapai cita-cita dan
tujuan nasional. Sifat Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan secara semesta,
menyeluruh, dan terpadu. Target yang ingin dicapainya meliputi :
a)
Pemberian pendidikan dasar;
b)
Pemberian hak memperoleh
pendidikan;
c)
Pemberian kesempatan memperoleh
pendidikan;
d)
Pengakuan pengalaman seumur hidup
merupakan pendidikan seumur hidup;
e)
Pengupaya peningkatan harkat dan
martabat kehidupan;
f)
Pendayagunaan sumber daya
pendidikan disediakan oleh pemerintah dan masyarakat.
4. Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila sebagai
sistem filsafat adalah pengungkapan dan penelaahan dunia fisik dan dunia riil
secara sistemik (menyeluruh) dan sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila
memberi ajaran tata hidup manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah
filsafat keselarasan. Pancasila sebagai sistem filsafat juga mempunyai
ajaran-ajaran tentang metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila
dan logika Pancasila.
Pancasila adalah jiwa
bagi seluruh rakyat indonesia , kepribadian bangsa indonesia, pandangan bangsa
indonesia dan dasar negara. Disamping itu, pancasila sekaligus menjadi tujuan
hidup bangsa indonesia juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup
manusia akan mencapai puncak bahagia jika dapat dikembangkan keselarasan dan
keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi,sebagai makhluk sosial
dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, tuhan maupun dalam mengejar
kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Dalam kehidupan suatu bangsa,
pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan
kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia adalah negara yang berdasarkan
padaPancasila dan Undang- Undang dasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa
pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem
pengajaran nasional. Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama
dengan tujuan didirikannya suatu negara ( Rapar ; 1988 ). Demikian juga dengan
Indonesia. Pendidikan selain sebagai sarana tranfer ilmu pengetahuan, sosial
budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi
selanjutnya. Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai bangsa-bangsa lainnya
dengan sistem pendidikannya yang kuat demikian juga sebaliknya sistem
pendidikan yang lemah akan menjadikan sustua bangsa tidak berdaya ( Tadjab ;
1994 ). Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa
yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan idiologi bangsa Indonesia yang
mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat adalah berfikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, filsafat pendidikan
adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan berdasarkan filsafat, apabila
kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat
pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam
kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia
wajarapabila dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan
karsa bangsa Indonesia diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan
nasioanl yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan
folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila
merupakan tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub
sistem dari sistem negara Pnacasila. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam
membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan
kepribadian bangsa yang ada padaakhirnya menentukan eksistensi dan martabat
bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan pancasila
seyogyanya terbina secar optimal supaya terjamin tegaknya martabat dan
kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau
spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem pendidikan nasioanal tanpa
filsafat pendidikan.
Filsafat merupakan kegiatan
reflektif dan merupakan kegiatan akal budi, tetapi juga merupakan perenungan
dan merupakan suatu tahap lebih lanjut dari kegaitan rasional umum. Tujuan
filsafat adalah untuk memperoleh kebenaran yang mendasar, menelusuri makna dan
inti suatu masalah, oleh karena itu filsafat merupakan eksploitasi tentang
hakekat realita yang ada dalam kegiatan manusia. Masalah pendidikan tidak dapat
dipecahkan hanya dengan menggunakan pendekatan ilmiah semata, akan tetapi harus
juga menggunakan analisa filsafat.
Hubungan antara filsafat dengan
pendidikan menjadi sangat penting sebab filsafat menjadi dasar, arah dan
pedoman sustu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran
teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses
pendidikan, menyelarasakan dan mengharmoniskan dan menrangkan nilai-nilai dan
tujuan yang ingin dicapai. Filsafat menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan
pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi
kenyataan, tindakan dan tingkah laku serta membina kepribadian manusia.
5. Filsafat Pendidikan Pancasila
dalam Tinjauan Trilogi Ilmu Pengetahuan
a.
Ontologi
Ontologi ialah penyelidikan hakikat
ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik,
psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan.
Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
1)
Tuhan yang mahaesa adalah sumber
eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural,
transendental dan suprarasional;
2)
Ada – kesemestaan, alam semesta
(makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber
daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi,
matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya;
3)
Eksistensi subyek/ pribadi manusia:
individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek
unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek
pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam
kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia),
sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia
bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan
sebagai pengemban amanat keagamaan;
4)
Eksistensi tata budaya, sebagai
perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan
nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia:
sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi,
negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup
dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
5)
Eksistensi bangsa-negara yang
berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang
menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan
yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat
kesetiaan, dan kebanggaan nasional.
Secara garis besar, interelasi
eksistensi manusia sebagai pribadi dan warganegara, yang menghayati kedudukan
dan fungsinya, hak dan kewajibannya untuk berbakti dan mengabdi dapat
digambarkan sebagai berikut:
1)
T Eksistensi Tuhan yang mahaesa sebagai sumber semua eksistensi, sumber
motivasi dan cita-cita kebajikan, puncak proses teleologis eksistensi
kesemestaan. Subyek manusia – sadar atau tidak – menuju dan kembali kepada-Nya.
2)
AS Eksistensi Alam Semesta, sebagai prawahana kehidupan manusia dan
makhluk semesta.
3)
SM Eksistensi Subyek Manusia yang unik, mandiri, merdeka, berdaulat,
dengan potensi martabat dan kepribadian yang mengemban amanat ketuhanan/
keagamaan, sosial, nasional dan kemanusiaan.
4)
SB Eksistensi Sosio-Budaya sebagai kreasi, karya dan wahana kehidupan manusia.
5)
SK Eksistensi Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan puncak prestasi
bangsa-bangsa; perwujudan identitas nasional, kemerdekaan, kedaulatan dan
kewibawaan nasional.
6)
P Pribadi manusia, sebagai eksistensi tunggal, utuh dan unik, berada
dalam antarhubungan fungsional dengan semua eksistensi horisontal. Artinya,
pribadi berada di dalam, dipengaruhi dan untuk semua eksistensi horisontal itu.
Secara khusus dengan Tuhan yang mahaesa, pribadi manusia menghayati hubungannya
dengan Tuhan secara secara vertikal sebagai sumber motivasi dan harapan,
rohani, religius.
b.
Epistemologis
Epistemologi menyelidiki sumber,
proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila
secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
1)
Mahasumber ialah Tuhan, yang
menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi,
menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai
subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta,
karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah
dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
2)
Sumber pengetahuan dibedakan
dibedakan secara kualitatif, antara:
a)
Sumber primer, yang tertinggi dan
terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan
dan dengan dinamikanya;
b)
Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu
yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi;
c)
Sumber tersier: cendekiawan,
ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
3)
Wujud dan tingkatan pengetahuan
dibedakan secara hierarkis:
a)
Pengetahuan indrawi;
b)
Pengetahuan ilmiah;
c)
Pengetahuan filosofis;
d)
Pengetahuan religius.
4)
Pengetahuan manusia relatif
mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi
individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan
kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu
guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif,
sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan
matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial
(sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi
kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan
berkarya.
5)
Martabat kepribadian manusia
dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh
di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini
dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara
suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah
mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran
filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur.
Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia
dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui
tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius
yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan
ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
c.
Aksiologis
Aksiologi menyelidiki pengertian,
jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi
Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya.
Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
1)
Tuhan yang mahaesa sebagai
mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta
antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia
secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut
ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan
pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi
keharmonisan dan kelestarian hidup.
2)
Subyek manusia dapat membedakan
hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa,
pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
3)
Nilai-nilai dalam kesadaran manusia
dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan
perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur
yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis,
subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya.
Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang
tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia
yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan
zamannya.
4)
Manusia dengan potensi martabatnya
menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai
pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma
penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai
dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be
something else, God created everything from nothing to be everything.”
Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
5)
Martabat kepribadian manusia secara
potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk
individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta
keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
6)
Manusia dengan potensi martabatnya
yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk
beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan
supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori:
diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai
keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk
manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
7)
Manusia sebagai subyek nilai memikul
kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan
melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan
hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam,
permusuhan, perang, etc.).
8)
Eksistensi fungsional manusia ialah
subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat
(kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai
supranatural.
Skema pola antarhubungan sosial
manusia meliputi:
1)
hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan
pribadi manusia (P) dalam antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas
yaitu hubungan antarbangsa (A2-P-B2);
2)
hubungan sosial-vertikal antara
pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C: Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis
PC).
a)
kualitas hubungan sosial-vertikal
(garis PC) menentukan kualitas hubungan sosial horisontal (garis APB);
b)
kebaikan sesama manusia bersumber
dan didasarkan pada motivasi keyakinan terhadap Ketuhanan yang mahaesa;
c)
kadar/ kualitas antarhubungan itu
ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis PC. Tegasnya, garis PC1
akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2
menghasilkan garis A2PB2. Jadi, kualitas kesadaran akan
Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas kesadaran kemanusiaan.
Nilai
instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan
luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam
hubungan teleologis; normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan
‘ikatan’ hukum alam dan hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran
pribadi yang natural, sosial, spiritual, supranatural dan suprarasional.
Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self dan ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi kehidupan
abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.
SUMBER :
1.
Ahmad Kosasih Djahiri,Pancasila
sebagai ideologi bangsa,Jakarta: Prenada Media,2008 Lembaga Pancasila
Indonesia,Pancasila Sebagai Dasar Negara,Jakarta:2000
Diposkan oleh Joko adi yulianto di 01:39
2.
Diposkan oleh : Sanyata Jaka Santosa, M.Pd di serang 3/02/2009 09:51:00 PM
4.
http://sahabatilmucenter.wordpress.com/landasan-pendidikanfilsafat-ilmu/