Filsafat Pendidikan Pancasila

Table of Contents



1.      Pengantar

Pancasila mengakui manusia sebagai pribadi yang otonom. Makna yang terkandung dari pengakuan ini adalah pribadi manusia diakui unik yang masing-masing mempunyai kekhasan, manusia bermartabat, manusia makhluk etis, makhluk Tuhan dan terbuka untuk dididik. Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung empat sila lainnya dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat sistematis-hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindahkan.
Filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Hubungan filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting, sebab filsafat menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Filsafat menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku dan membina kepribadian manusia ( Noor Syam : 1988 ).
Pribadi manusia mulai bertumbuh dan berkembang mulai dari lahir. Anak lahir dengan kebebasan bawaan. Tiap-tiap anak mempunyai sifat kepribadian yang unik, di samping juga memiliki kesamaan. Ini berarti anak memiliki sifat-sifat khas yang hanya dimiliki oleh dirinya dan tidak oleh anak yang lain. Keunikan pribadi itu terbentuk dan berkembang dalam hidupnya yang memberi warna terhadap bagaimana ia bersifat terhadap tantangan baik alam maupun sosialnya. Dengan kemampuan bawaan, individu memiliki kekuatan untuk manghadapi lingkungannya, dapat menciptakan ide-ide baru, memilih dan menolak keinginan sosial yang menghambat perkembangan dirinya.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Potensi yang dimiliki ada kalanya berkembang ke arah yang tidak baik, misalnya menimbulkan kerusakan lingkungan, termasuk manusia sendiri. Maka pendidikanlah yang dapat menangkal potensi yang berkembang ke arah yang tidak baik itu. Pendidikan hendaklah mengembangkan semua potensi yang ada pada anak seoptimal mungkin. Ini berarti bahwa manusia harus dimanusiakan untuk mencapai harkat manusia yang tertinggi seperti yang dikemukakan oleh Driyarkara (1980).
Pendidikan terjadi dalam masyarakat dan budaya tertentu, sehingga tujuan pendidikan dan metode yang digunakan bergantung atau berpedoman pada pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian, pembentukan pribadi dimana anak mengenal dan menemukan dirinya terjadi di dalam konteks sosial dalam arti yang seluas-luasnya.

2.      Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Bangsa

a.    Arti Pandangan Hidup Suatu Bangsa
Menurut Padmo Wahjono : “Pandangan hidup adalah sebagai suatu prinsip atau asas yang mendasari segala jawaban terhadap pertanyaan dasar, untuk apa seseorang itu hidup”.
Setiap bangsa mempunyasi cita-cita untuk masa depan dan menghadapi masalah bersama dalam mencapai cita-cita bersama. Cita-cita kita sebagai bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur materil dan spirituan berdasarkan Pancasila. Seperti halnya keluarga, sutau bangsa yang bertekad mencapai cita-cita bersama memerlukan suatu pandangan hidup. Tanpa pandangn hidup, suatu bangsa akan  terombang ambing. Dengan pandangan hidup suatu bangsa dapat secara jelas mengetahui arah yang dicapai.
Dengan pandangan hidup, suatu bangsa :
1)      Akan dengan mudah memandang persoalan-pesoalan yang dihadapi;
2)      Akan dengan mudah mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi;
3)      Akan memiliki pedoman dan pegangan;
4)      Akan membangun dirinya.
Seorang dewasa yang memiliki pandangan hidup adalah seseorang yang :
1)      Yang secara sadar mengetahui cita-citanya;
2)      Yang secara sadar memilih bentuk kehidupan yang ditempuhnya;
3)      Yang mengetahui nilai-nilai yang dijunjung tinggi;
4)      Yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah serta  melaksanakanya secara jujur.
Dengan demikian, pandangan hidup suatu bangsa adalah :
1)      Cita-cita bangsa;
2)      Pikiran-pikiran yang mendalam;
3)      Gagasan mengenai wujud kehidupan yang lebih baik.
Jadi pandangan hidup suatu bangsa adalah inti sari (kristalisasi) dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenaranya, yang berdasarkan pengalaman sejarah dan yang telah menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita – citakan, terkandung pula dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
Pancasila sebagai pandangan hidup sering juga disebut way of life, pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia atau petunjuk hidup. Walaupun ada banyak istilah mengenai pengertian pandangan hidup tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih lanjut Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dipergunakan sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari – hari masyarakat Indonesia baik dari segi sikap maupun prilaku haruslah selalu dijiwai oleh nilai – nilai luhur pancasila.
Hal ini sangat penting karena dengan menerapkan nilai – nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari – hari maka tata kehidupan yang harmonis diantara masyarakat Indonesia dapat terwujud. Untuk dapat mewujudkan semua itu maka masyarakat Indonesia tidak bisa hidup sendiri, mereka harus tetap mengadakan hubungan dengan masyarakat lain. Dengan begitu masing – masing pandangan hidup dapat beradaftasi artinya pandangan hidup perorangan / individu dapat beradaptasi dengan pandangan hidup kelompok karena pada dasarnya pancasila mengakui adanya kehidupan individu maupun kehidupan kelompok.
Selain sebagai dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani hidup. Dalam konsepsi dasar itu terkandung gagasan dan pikiran tentang kehidupan yang dianggap baik dan benar bagi bangsa Indonesia yang bersifat majemuk.
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapai sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapi dan menetukan arah serta bagaimana cara bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang timbul, baik persoalan-persoalan di masyarakat sendiri maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pedoman dan pegangan bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangn hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikan dengan pandangn hidup, dan kebutuhan-kebutuhan yang baik dan memuaskan bagi suatu bangsa, belum tentu baik dan memuaskan bagi bangsa lain. Oleh karena itu pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekohan dan kelestarian suatu bangsa.
Negara Republik Indonesia memang tergolong muda dalam barisan Negara-negara lain di dunia. Tetapi bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui gemilangnya Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Kemudian mengalami penderitaan penjajahan sepanjang tiga setengah abad, sampai akhirnya bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kembali kemerdekaan nasionalnya sama tuanya dengan sejarah penjajahan itu sendiri. Berbagai babak sejarah telah dilalui dan berbagai jalan ditempuh dengan cara yang berbeda-beda, mulai dari cara yang lunak sampai dengan cara yang kasar, mulai dari gerakan kaum cendikiawan yang terbatas smapai pada gerakan yang menghimpun kekuatan rakyat banyak, mulai dari bidang pendidkan, kesenian daerah, perdagangan sampai pada gerakan-gerakan politik.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa yang akan datang, yang secara keseluruhan membentuk kepribadianya sendiri. Oleh karena itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadianya sendiri, yang bersamaan dengan lahirnya bangsa dan Negara itu, kepribadian itu ditekankan sebagai pandangan hidup dan dasar Negara Pancasila. Bangsa Indonesia lahir dengan kekuatan sendiri, maka percaya pada diri sendiri juga merupakan salah satu cirri kepribadian bangsa Indonesia. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjungan bangsa kita sendiri, dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh bangsa kita dan gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai Dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki  yaitu dalam pembukaan UUD 1945, Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan UUD sementara Republik Indonesia tahun 1950 pancasila itu tetap tercantum di dalamnya.
Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional kita, Pancasila selalu menjadi pegangan bersama pada saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kerohanian bangsa, dikehendaki sebagai Dasar Negara.
c.    Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai filsafat Negara Republik Indonesia diangkat dari realitas sosial budaya dan tata nilai dasar masyarakat Indonesia. Pendapat para ahli bahwa hakikat ber-Pancasila, ialah :
1)      Segala perilaku atau kegiatan harus sesuai dengan nilai dan sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa
2)      Kondisi manusia yang berada dalam kesamaan dan perbedaan, tetapi dalam kondisi seperti itu, manusia harus hidup berdampingan secara damai dan rukun
3)      Bangsa Indonesia memiliki satu kepribadian secara orisinal
4)      Rakyatlah yang berdaulat serta melaksanakan musyawarah untuk mufakat dengan jalan kekeluargaan dan gotong royong
5)      Perlu berbuat serasi antara hak dan kewajiban
Nilai-nilai dasar ini telah menjiwai dan merupakan perwujudan kepribadian bangsa. Nilai dasar tersebut berakar dan hidup dalam masyarakat dengan sifat fundamental dan universal. Hal itu juga bersumber dari keyakinan atau pandangan hidup bangsa yang benar, baik, dan unggul. Jadi, Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa.sa, Pancasila juga berperan sebagai pedoman dan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang diterima dan berlaku untuk semua pihak Secara sederhana, ideologi dipahami sebagai gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang tersusun secara sistematis yang diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat dan diwujudkan di dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai yang tercermin di dalam pandangan hidup ditempatkan secara sistematis kedalam seluruh aspek kehidupan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan didalam upaya mewujudkan cita-citanya.
Fungsi filsafat hidup adalah menjelaskan cita-cita yang diyakini dan mengatur tata nilainya. Hal tersebut dapat membentuk ide atau gagasan dasar bagi segala aspek kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, membawa komitmen perwujudan dalam perilaku kehidupan. Nilai dasar itu menuntut orientasi dalam perbuatan. Merupakan pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta mewarnai sikap dan kehidupan masyarakat. Nilai Pancasila pun mesti hidup dan membudaya dalam masyarakat dan tercermin dalam perilaku sehari-hari anggota masyarakat tersebut.
Adapun nilai-nilai dasar di dalam sosial budaya Indonesia yang berkembang sejak awal peradaban terutama meliputi :
1)      Adanya kesadaran ke-Tuhanan dan kesadaran keagamaan
2)      Kesadaran kekeluargaan, sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat,
3)      Kesadaran musyawarah mufakat dalam menentukan dan memecahkan masalah bersama,
4)      Kesadaran gotong royong atau tolong menolong
5)      Kesadaran tenggang rasa dan tepa selira.
Pandangan hidup yang dijadikan ideologi bangsa mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sebuah bangsa dan pikiran-pikiran terdalam serta gagasan-gagasan sebuah bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pandangan hidup sebuah bangsa adalah perwujudan nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad bagi bangsa itu.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karna itu, Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
Manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kuasa, dikodratkan hidup secara berkelompok. Kelompok manusia itu akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Perkembangan manusia dari yang mengelompok itu sampai pada suatu keadaan dimana mereka itu terjalin ikatan hubungan yang kuat dan serasi. Ini adalah pertanda adanya kelompok manusia itu dengan cirri-ciri kelompok tertentu, yang membedakan mereka dengan kelompok-kelompk manusia lainya. Kelopmok ini membesar dan menjadi suku-suku bangsa. Tiap suku bangsa dibedakan oleh perbedaan nilai-nilai dan moral yang mereka patuhi bersama. Berdasarkan hal ini kita dapat menyebutkan adanya kelompok suku bangsa Minangkabau, Batak, Jawa, Flores, Sunda, Madura, dan lain sebagainya. Semua suku itu adalah modal dasar terbentuknya kesadaran berbangsa dan adanya bangsa Indonesia yang kita miliki adalah bagian dari bangsa itu sekarang ini. Kelompok-kelompok manusia tersebut dikatakan suku bangsa, karena mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup kelompok ini akan membedakan mereka dengan kelompok suku bangsa lain di Nusantara ini. Jadi kita kenal dengan pandangan hidup suku Jawa, Sunda, Batak, Flores, Madura, dan lain-lain sebagainya.
Pandangan hidup merupakan wawasan atau cara pandang mereka untuk memenuhi kehidupan di dunia dan bekal di hari akhir. Bangsa Indonesia yang terdiri dari suku bangsa tersebut, meyakini adanya kehidupan di dunia dan hari akhir. Berdasarkan hal tersebut kita menemukan persamaan pandangan hidup di antara suku-suku bangsa di tanah air ini, ialah keyakinan mereka adanya dua dunia kehidupan. Inilah yang menyatukan pandangan hidup bangsa Indonesia, walaupun mereka terdiri atas berbagai suku yang berbeda.
Bangsa Indonesia yang terikat oleh keyakinan Kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan kuatnya tradisi sebagai norma dan nilai kehidupan dalam masyarakat adalah tali persamaan pandangan hidup antara berbagai suku bangsa di Nusantara ini. Pandangan hidup kita berbangsa dan bernegara tersimpul dalam falsafah kita Pancasila. Pancasila memeberikan pancaran dan arah untuk setiap orang Indonesia tentang masa depan yang  ditempuhnya. Inilah pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam kelima Sila Pancasila.

3.      Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional

Pendidikan adalah pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan. Pendidikan juga merupakan bagian dari praktek kultural maupun proses transformasi sosial. Dengan ini, proses perubahan sosial dan juga politik di tiap level gerakan sosial akan mempengaruhi ataupun memberikan dampak dalam proses pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa bagaimanapun juga, proses pendidikan pada akhirnya sarat dengan muatan dan agenda politik dengan kenyataan di atas.
Wawasan kependidikan dalam Filsafat Pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut :
1)   Pendidikan adalah proses pembudayaan manusia, yakni usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian manusia, yang dilakukan baik dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat dan berlaku seumur hidup. Pendidikan adalah proses regenerasi untuk melangsungkan eksistensi manusia budaya yang lebih maju.
2)   Tujuan pendidikan adalah menumbuhkan Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS). MIS yaitu manusia pembangunan yang berkembang secara integral, selaras, serasi, seimbang antara cipta, rasa, karsa dan karya serta jasmani-rohani yang sehat.
3)   Kurikulum pendidikan, melaksanakan kurikulum yang komprehensif, memadukan antara teori dan praktek. Wawasan kurikulum yang dikembangkan adalah:
a)      Wawasan budaya bangsa berdasar pada kondisi sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia
b)      Wawasan ideologi dan pandangan hidup Pancasila
c)      Wawasan kemajuan Ilmu dan Teknologi
d)     Wawasan religius dan keimanan
e)      Wawasan Pembangunan Nasional
f)       Wawasan ketahanan bangsa
g)      Proses belajar dan mengajar, mengembangkan proses komunikasi diagonal (interaksi aktif). Mengembangkan Cara Belajar Siswa Aktif.
4)   Hakekat proses belajar dan mengajar yaitu :
a)      Dalam proses belajar mengajar terjadi interaktif antara siswa dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru
b)      Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi dan media atau teknologi pendidikan yang tepat guna
c)      Kegiatan belajar mengajar direncanakan dan diimplementasikan menjadi suatu sistem
d)     Materi dan sistem penyajian bersifat dinamis selalu berkembang
5)   Hakekat lembaga pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi adalah :
a)      Lembaga pendidikan profesional yang melaksanakan pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia
b)      Menyelenggarakan program-program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat baik kuantitatif dan kualitatif
6)   Hakekat anak didik adalah bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan wawasan pendidikan sepanjang hayat.
7)   Hakekat guru sebagai pendidik adalah agen perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan pendukung serta pengembang nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator dan bertanggung jawab atas tujuan belajar.
8)   Hakekat masyarakat adalah sebagai lingkungan pendidikan.
Pancasila dijadikan sebagai ideologi atau paradigma pendidikan diungkapkan dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 1989 yang menetapkan menetapkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Rincian selnjutnya tentang hal itu tercantum dalam Penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 19889, yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan, adalah pengamalan Pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain : Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinngi kualitasnya dan mampu mandiri (Undang-Undang, 1992: 24).
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengalaman Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya. Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia. Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:
a)      Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan disebut sistem Pendidikan Pancasila
b)      Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan
c)      Fungsi pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan warga negara Indonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, mengembangkan bangsa Indonesia dan mengembangkan kebudayaan Indonesia
d)     Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.
e)      Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.
Ciri-ciri Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia mempunyai ciri-ciri yang penting antara lain, nasionalis dan demokrasi. Sifat nasionalisme mengandung makna bahwa sistem pandidikan harus mengandung isi dan jiwa pendidikan yang didasarkan atas kebudayaan sendiri, dan kebudayaan tersebut haruslah merupakan alat penyeleksi masuknya kebudayaan asing. Adapun ciri demokrasi mengandung makna cara memberi pendidikan menanamkan kemerdekaan berpikir dan berinisiatif atas kemauannya sendiri. Sifat demokrasi mengandung arti bahwa mendirikan sekolah bukan monopoli pemerintah, tetapi juga memberi kesempatan seluas-luasnya bagi partikelir. Demokrasi mengandung arti pula bahwa kekurangan biaya janganlah menjadi penghalang untuk meneruskan pelajaran, sebab ada aturan tunjangan biaya dari pemerintah. Untuk itu, pendidikan bukan monopoli perseorangan atau golongan tertentu saja tetapi diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan Pendidikan Nasional
a)      UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4, dinyatakan tujuan pendidikan nasional, yaitu: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
b)      UU RI No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dinyatakan tujuan pendidikan nasional yaitu:  “ … bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Hal di atas sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan:
a)      Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri
b)      Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh (mampu menangkal setiap ajaran, paham, dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila)
Pengertian Kurikulum, Pendidik, dan Peserta Didik dalam UU RI No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
a)      UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dinyatakan bahwa kurikulum adalah: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”
b)      UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dinyatakan bahwa pendidik adalah: “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”
c)      UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, dinyatakan bahwa peserta didik adalah: “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pad jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.”
Kedudukan Sistem Pendidikan Nasional sebagai alat dan tujuan perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Sifat Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. Target yang ingin dicapainya meliputi :
a)      Pemberian pendidikan dasar;
b)      Pemberian hak memperoleh pendidikan;
c)      Pemberian kesempatan memperoleh pendidikan;
d)     Pengakuan pengalaman seumur hidup merupakan pendidikan seumur hidup;
e)      Pengupaya peningkatan harkat dan martabat kehidupan;
f)       Pendayagunaan sumber daya pendidikan disediakan oleh pemerintah dan masyarakat.

4. Hubungan Pancasila dengan  Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat  Pendidikan

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pengungkapan dan penelaahan dunia fisik dan dunia riil secara sistemik (menyeluruh) dan sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran tata hidup manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat keselarasan. Pancasila sebagai sistem filsafat juga mempunyai ajaran-ajaran tentang metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila dan logika Pancasila.
Pancasila adalah jiwa bagi seluruh rakyat indonesia , kepribadian bangsa indonesia, pandangan bangsa indonesia dan dasar negara. Disamping itu, pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa indonesia juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak bahagia jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi,sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, tuhan maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia adalah negara yang berdasarkan padaPancasila dan Undang- Undang dasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional. Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara ( Rapar ; 1988 ). Demikian juga dengan Indonesia. Pendidikan selain sebagai sarana tranfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya. Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai bangsa-bangsa lainnya dengan sistem pendidikannya yang kuat demikian juga sebaliknya sistem pendidikan yang lemah akan menjadikan sustua bangsa tidak berdaya ( Tadjab ; 1994 ). Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan idiologi bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajarapabila dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan nasioanl yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pnacasila. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang ada padaakhirnya menentukan eksistensi dan martabat bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan pancasila seyogyanya terbina secar optimal supaya terjamin tegaknya martabat dan kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem pendidikan nasioanal tanpa filsafat pendidikan.
Filsafat merupakan kegiatan reflektif dan merupakan kegiatan akal budi, tetapi juga merupakan perenungan dan merupakan suatu tahap lebih lanjut dari kegaitan rasional umum. Tujuan filsafat adalah untuk memperoleh kebenaran yang mendasar, menelusuri makna dan inti suatu masalah, oleh karena itu filsafat merupakan eksploitasi tentang hakekat realita yang ada dalam kegiatan manusia. Masalah pendidikan tidak dapat dipecahkan hanya dengan menggunakan pendekatan ilmiah semata, akan tetapi harus juga menggunakan analisa filsafat.
Hubungan antara filsafat dengan pendidikan menjadi sangat penting sebab filsafat menjadi dasar, arah dan pedoman sustu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelarasakan dan mengharmoniskan dan menrangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Filsafat menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan dan tingkah laku serta membina kepribadian manusia.

5.      Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Trilogi Ilmu Pengetahuan

a.    Ontologi
Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
1)      Tuhan yang mahaesa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
2)      Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya;
3)      Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
4)      Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
5)      Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.
Secara garis besar, interelasi eksistensi manusia sebagai pribadi dan warganegara, yang menghayati kedudukan dan fungsinya, hak dan kewajibannya untuk berbakti dan mengabdi dapat digambarkan sebagai berikut:
1)      T Eksistensi Tuhan yang mahaesa sebagai sumber semua eksistensi, sumber motivasi dan cita-cita kebajikan, puncak proses teleologis eksistensi kesemestaan. Subyek manusia – sadar atau tidak – menuju dan kembali kepada-Nya.
2)      AS Eksistensi Alam Semesta, sebagai prawahana kehidupan manusia dan makhluk semesta.
3)      SM Eksistensi Subyek Manusia yang unik, mandiri, merdeka, berdaulat, dengan potensi martabat dan kepribadian yang mengemban amanat ketuhanan/ keagamaan, sosial, nasional dan kemanusiaan.
4)      SB Eksistensi Sosio-Budaya sebagai kreasi, karya dan wahana kehidupan manusia.
5)      SK Eksistensi Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan puncak prestasi bangsa-bangsa; perwujudan identitas nasional, kemerdekaan, kedaulatan dan kewibawaan nasional.
6)      P Pribadi manusia, sebagai eksistensi tunggal, utuh dan unik, berada dalam antarhubungan fungsional dengan semua eksistensi horisontal. Artinya, pribadi berada di dalam, dipengaruhi dan untuk semua eksistensi horisontal itu. Secara khusus dengan Tuhan yang mahaesa, pribadi manusia menghayati hubungannya dengan Tuhan secara secara vertikal sebagai sumber motivasi dan harapan, rohani, religius.
b.   Epistemologis
Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
1)      Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.

2)      Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
a)      Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
b)      Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi;
c)      Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
3)     Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
a)      Pengetahuan indrawi;
b)      Pengetahuan ilmiah;
c)      Pengetahuan filosofis;
d)     Pengetahuan religius.
4)      Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya.
5)      Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
c.    Aksiologis
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
1)      Tuhan yang mahaesa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
2)      Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
3)      Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
4)      Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
5)      Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
6)      Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
7)      Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
8)      Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.
Skema pola antarhubungan sosial manusia meliputi:
1)      hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan pribadi manusia (P) dalam antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas yaitu hubungan antarbangsa (A2-P-B2);
2)      hubungan sosial-vertikal antara pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C: Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis PC).
a)      kualitas hubungan sosial-vertikal (garis PC) menentukan kualitas hubungan sosial horisontal (garis APB);
b)      kebaikan sesama manusia bersumber dan didasarkan pada motivasi keyakinan terhadap Ketuhanan yang mahaesa;
c)      kadar/ kualitas antarhubungan itu ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis PC. Tegasnya, garis PC1 akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2 menghasilkan garis A2PB2. Jadi, kualitas kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas kesadaran kemanusiaan.
Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan teleologis; normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam dan hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial, spiritual, supranatural dan suprarasional. Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self dan ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi kehidupan abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.

SUMBER :
1.    Ahmad Kosasih Djahiri,Pancasila sebagai ideologi bangsa,Jakarta: Prenada Media,2008 Lembaga Pancasila Indonesia,Pancasila Sebagai Dasar Negara,Jakarta:2000
Diposkan oleh Joko adi yulianto di 01:39
2.    Diposkan oleh : Sanyata Jaka Santosa, M.Pd di serang 3/02/2009 09:51:00 PM
4.    http://sahabatilmucenter.wordpress.com/landasan-pendidikanfilsafat-ilmu/