Manusia Sebagai Animal Educandum
M.J. Langeveld
yang memandang manusia sebagai 'animal educandum' yang mengandung makna bahwa
manusia merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik. Manusia merupakan
makhluk yang perlu di didik, karena manusia pada saat dilahirkan kondisinya
sangat tidak berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada
dalam kondisi yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang
sangat besar. Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah dewasa akan mempunyai
tugas yang besar yakni sebagai khalifah dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas
sangat memerlukan bantuan dari orang yang ada disekitarnya. Bantuan yang
diberikan itulah awal kegiatan pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan
diembannya nanti dikemudian hari, dibalik ketidakberdayaan atau ketergantungan
yang lebih dari binatang. Hanya kemampuan-kemampuan tersebut masih tersembunyi,
masih merupakan potensi-potensi yang perlu dikembangkan. Disinilah perlunya
pendidikan dalam rangka mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga
menjadi kemampuan nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang
sebagai mahkluk yang dapat di didik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara
implicit terlihat pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk
yang harus di didik, apabila manusia bukan mahkluk yang dapat di didik.
Sejak manusia
menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah timbul gagasan untuk
melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui
pendidikan (Arifin, 2006:1), oleh karena itu dalam sejarah pertembuhan
masyarakat, pendidikan senantiasa jadi perhatian utama dalam rangka memajukan
kehidupan generasi sejalan dengan tuntutan masyarakat. Menurut
keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga adam dan
hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat dimuka bumi ini. Dalam keluarga
tersebut telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruangh
lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Dasar minimal
usaha mempertahankan hidup manusia terletak pada tiga orientasi hubungan
manusia, yaitu :
1.
Hubungan
manusia dengan Tuhan YME
2.
Hubungan
manusia dengan sesama manusia
3.
Hubungan
manusia dengan alam sekitar.
Dari prinsip
hubungan inilah, kemudian manusia mengembangkan proses pertumbuhan kebudayaan,
proses inilah yang mendorong manusia ke arah kemajuan hidup sejalan dengan
tuntutan zaman. Untuk sampai kepada kebutuhan tersebut, diperlukan satu
pendidikan yang dapat mengembangkan kehidupan manusia dalam dimensi daya cipta,
rasa dan karsa masyarakat beserta anggota anggotanmya.
Ketiga daya tersebut,
kakan menjadi motivasi bagi manusia untuk saling berpacu, sehingga
keberadaannya pendidikan akan menjadi semakin penting, bahkan pendidikan
merupakan kunci utama kemajuan hidup umat manusia dalam segala aspek.
Pandangan Pendidikan
Tentang Manusia sebagai Animal Educandum ialah pandangan Pendidikan tentang
Hakekat manusia sebagai makhluk yang secara biologis fisik atau jasmaniah tidak
jauh beda dengan hewan, tetapi dapat membedakan dirinya dengan hewan dengan
melakukan usaha yang bersifat pendidikan (Saifullah, 1982:14 ). Berdasarkan
pandangan tersebut, manusia akan berasumsi pada ketentuan ketentuan berikut :
Mengapa Manusia Harus Di Didik / Mendidik
Sebagai “anak
didik” dalam ilmu pendidik tidak terlepas kaitannya dengan sifat ketergantungan
seseorang anak terhadap pendidik tertentu. Seseorang anak disebut anak didik
apabila ia menjadi tanggung jawab pendidik tertentu. Sebutan anak didik harus
dikait dengan seorang pendidik tertentu. Dan pendidik yang dimaksud disini
adalah seorang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan si anak-anak yang
dimaksud adalah anak yang mempunyai sifat ketergantungan kepadanya (pendidik.
Menurut
Langeveld, anak didik adalah anak atau orang yang belum dewasa atau belum
memperoleh kedewasaan atau seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang
pendidik tertentu anak didik tersebut adalah anak yang memiliki sifat
ketergantungan kepada pendidiknya itu, karena ia secara alami tidak berdaya ia
sangat memerlukan bantuan pendidikannya untuk dapat menyelenggarakan dan
melanjutkan hidupnya baik secara jasmani maupun secara rohani. Maka dari itu
ditinjau dari Dasar Biologis. Pendidikan adalah perlu karena anak manusia
dilahirkan tidak berdaya :
1.
Anak
manusia di lahirkan tidak dilengkapi insting yang sempurna untuk dapat
menyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungan.
2.
Anak
manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai persiapan untuk dapat secara
tepat berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif.
3.
Awal
pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani atau
mencapai kebebasan fisik dan jasmani.
Manusia adalah
subjek pendidikan dan sekaligus pula sebagai objek pendidikan, subagai subjek
pendidikan manusia (khususnya manusi dewasa) bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pendidikan secara moral berkewajiban atas perkembangan pribadi
anak anak mereka, generasi penerus, manusia dewasa yang berfungsi sebagai
pendidik bertanggung jawab untk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan
tujuan dan nilai nilai yang dikehendaki manusia dimana pendidikan berlangsung.
Sebagai objek pendidikan, manusi (khususnya anak) merupakan sasaran pembinaan
dalam melaksanakan pendidikan, yang pada hakekatnya ia memilki pribadi yang
sama seperti manusia dewasa, namun Karena kodratnya belum berkembang (Sadullah,
2001: 80).
Proses
pendidikan merupakan interaksi pluralistis antara manusia dengan manusia,
dengan lingkungan alamiah, social dan cultural akan sangat ditentukan oleh
aspek manusianya. Kedudukan manusi sebagai subjek dalam masyarakat dan di alam
semesta ini memiliki tanggung jawab besar dalam mengemban amanat untuk membina
dan mengembangkan manusia sesamanya. Memelihara lingkungan hidup bersama lebih
jauh manuis bertanggung jawab atas martabat kemanusiaanya.
Dalam eksistensinya
manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal
merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan. Sebab itu, sosok manusia ideal
tersebut belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan (prinsip
idealitas). Manusia sebagai Makhluk yang perlu dididik (Animal Educandum) dan
dapat dididik (Animal Educabile).
Manusia adalah
makhluk Allah SWT, sebagai kesatuan badani-rohani, manusia hidup dalam ruang
dan waktu, memiliki kesadaran (consciousnesss), memiliki penyadaran diri
(self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan, instink, nafsu, serta mempunyai
tujuan. Manusia mempunyai potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
memiliki potensi untuk berbuat baik dan untuk berbuat jahat; memiliki potensi
untuk mampu berpikir (cipta), potensi berperasaan (rasa), potensi berkehendak
(karsa), dan potensi untuk berkarya. Dimensi eksistensi manusia meliputi
individualitas/ personalitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan dan
keberagamaan. manusia adalah
individual/ personal, adapun karakteristiknya bahwa manusia adalah satu
kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga
bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom, serta berada dalam pertumbuhan
dan perkembangan.
Menurut Kant
dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). "Manusia dapat menjadi
manusia hanya melalui pendidikan", Pernyataan tersebut sejalan dengan
hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan identitas kepada manusia dengan
sebutan Animal Educandum (M.J. Langeveld, 1980).
Terdapat tiga prinsip
antropologis yang menjadi asumsi perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan
perlunya manusia mendidik diri, yaitu:
1.
prinsip
historisitos
2.
prinsip
idealitas, dan
3.
prinsip
posibilitas/aktualitas.
Mengapa manusia dapat dididik/mendidik
konsep hakikat manusia
Berdasarkan lima prinsip antropotogis yang melandasi kemungkinan manusia akan
dapat dididik, yaitu :
1.
prinsip
potensialitas
2.
prinsip
dinamika,
3.
prinsip
individualitas,
4.
prinsip
sosialitas, dan
5.
prinsip
moralitas.
Anak dilahirkan tak
berdaya tapi mempunyai potensi untuk berubah. Karena anak mempunya beberapa
sifat diantaranya :
1.
Anak
bersifat lentur.
2.
Anak
mempunyai otak yang besar dan permukaan sangat luas.
3.
Mempunyai
pusat saraf yang berfungsi berhubungan dengan perbuatan berfikir, sehingga
terjadi penangguhan reaksi dalam menerima perangsang maka terjadilah belajar. bahwa manusia itu untuk dapat menentukan
status manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan.
Dalam hal ini keharusan
mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung
aspek-aspek kepentingan yang antara lain dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1.
Aspek
Pedagogis.
Dalam aspek ini para
ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang memerlukan
pendidikan. Dalam kenyataanya manusia dapat dikategorikan sebagai animal,
artinya binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak
dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dressur, artinya latihan untuk
mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah.
2.
Aspek
Sosiologis dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi
pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu makhluk yang berwatak dan
berkemampuan dasar atau memiliki gazirah (instink) untuk hidup bermasyarakat.
Sebagai makluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social
responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik
(inter relasi) dan saling pengaruh mempengaruhi antara sesama anggota
masyarakat dalam kesatuan hidup mereka
3.
Aspek
Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah
aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia itu adalah makhluk yang
berketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo divinous (makhluk yang
percaya adanya Tuhan) atau disebut dengan homo religious artinya makhluk yang
beragama. Adapun kemampuan dasar yang meyebabkan manusia menjadi makhluk yang
berketuhanan atau beragama adalah karena di dalam jiwa manusia terdapat instink
yang disebut instink religious atau gazirah diniyah (instink percaya kepada
agama). Itu sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan instink religious dan
gazirah diniyah tersebut tidak akan mungkin dapat berkembang secara wajar.
Dengan demikian pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan
instink religious atau gazirah Diniyah tersbut.
Pendidikan
hanya akan menyentuh perilaku manusiawi yang memiliki cirri-cirisebagai berikut
:
1)
Manusia
memiliki untuk menguasai hawa nafsunya.
2)
Manusia
memiliki kesadaran intelektual dan seni. Manusia dapat mengembagkan
pengembangan dan teknologi, sehingga menjadikan ia sebagai makhluk berbudaya.
3)
Manusia
memiliki kesadaran diri. Manusia dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada
dirinya. Manusia dapat mengadakan instropeksi.
4)
Manusia
adalah makhluk social. Ia membutuhkan orang lain untuk hidup bersama-sam berorganisasi
dan bernegara.
5)
Manusia
memiliki bahas, simbolis, baik secara tertulis, maupun lisan.
6)
Manusia
dpat menyadarai nilai-nilai (etika maupun estetika). Manusia dapat berbuat
sesuai denga nilai-nilai tersebut. Manusia memiliki kata hati atau hati nurani.
7)
Manusia
dapat berkomunikasi dengan tuhan Yang maha Esa, sebagai pencipta alam semesta.
Manusia dapat menghayati kehidupan beragama, yang merupakan nilai yang paling tinggi
dalam kehidupan manusia.
Ciri-ciri tersebut di
atas sama sekali tidak dimiliki oleh hewan . dengan cirri-ciri itulah manusia
dapat dididik dan dapat memperbaiki perilakunya dalam suatu bentuk pribadi yang
utuh.hanya manusialah yang dapat dididik dan memungkinkan dapat menerima
pendidikan.
Batas-Batas Kemungkinan Pendidikan
Dalam menentukan
batas batas pendidikan manusia akan mengalami persoalan, mereka akan
menemui beberapa pertanyaan tentang kapan pendidikan dimulai dan
bila mana pendidikan akan berakhir. Dalam sebuah hadist menyatakan : Artinya :
carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat. Dan juga pernah kita temukan satu
istilah dalam bahasa inggris yang menyatakan : Long live education” yang
artinya “pendidikan seumur hidup”. Dari pernyataan pernyatan tersebut
tergambarkan jelas bahwa pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan
akan berlangsung terus sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu
menerima pengaruh pengaruh, oleh karena itu pendidikan akan berlangsung seumur
hidup. Namun dalam mengalami proses pendidikan menusia akan mendapatkan
pendidikan dimana akan terdapat pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam
jangka waktu tertentu (Daradjat, 2000:48 ).
1.
Kapan
pendidikan itu dimulai ?
Pendidikan
dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan ke arah pendidikan nyata,
yaitu pada minggu dan buln pertama seorang anak dilahirkan, sedangkan
pendidikan yang sesungguhnya baru terjadi kemudian. Pendidikan dalam bentuk
pemeliharaan adalah bersifat murni, sebab pada pendidikan murni diperlukan
adanya kesadaran mental dari si terdidik.
Dari segi
psikologis usia 3 – 4 tahun dikenal sebagai masa berkembang, atau masa krisis,
dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang ketidakpatuhan yang
sekaligus merupkan landasan untuk menegakkan kepatuhan yang sesungguhnya.
Disini pulalah mulai terbuka penyelenggaraan pendidikan artinya sentuhan
sentuhan pendidikan untuk menumbuhkembangkan motivasi anak dalam perilakunya ke
arah tujuan pendidikan.
2.
Bilamana
pendidikan itu berakhir ?
Sebagaimana
sulitnya menetapkan kapan sesungguhnya pendidikan anak berlangsung untuk
pertama kalinya, begitu pulalah sulitnya menentuka kapan pendidikan itu berlangsung
untuk terakhir kalinya. Sehubungan dengan itu, perlu suatu kehati hatian kalau
juga ingin mengatakan bahwa sepanjang tatanan yang berlaku, proses pendidikan
itu mempunyai titik akhir yang bersifat alamiah. Titik akhir bersifat
prinsipel dan tercapai bila seseorang manusia muda itu dapat berdiri
sendiri dan secara mantap mengembangkan serta melaksanakan rencana sesuai
pandanagan hidupnya.pada kondisi yang disebutkan di atas pendidikan sudah tidak
menjadi masalah lagi, ia telah dapat mendidik dirinya sendiri, tetapi tidaklah
dapat disangkal bahwa mungkin juga diperlukan untuk tetap menerima ajaran dalam
bidang bidang tertentu dalam memajukan kehidupanya, bantuan pendidikan yang
demikian itu disebut pembentukan manusia dewasa”.
Adapun secara umum yang
disebut manusia dewasa adalah :
1.
Manusia
mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri tanpa menggantungkan
diri kepada orang lain.
2.
Manusia
yang bertanggung jawab, yaitu manusia yang dapat mempertanggung jawabkan segala
perbuatannya, dan dapat dimintai pertanggung jawaban dari perbuatannya.
3.
Manusia
yang telah mampu memahami norma norma serta moral dalam kehidupan dan sekaligus
kesanggupan untuk melaksanakan norma dan moral tersebut.
Maka dari itu,
manusia dewasa akan lebih dapat mendidik dirinya sendiri disbandingkan orang
lain, namun dalam keadaan tertentu manusia dewasa juga akan membutuhkan didikan
dari orang lain.
Pandangan Islam
1.
Pandangan
Islam terhadap Pendidikan.
Agama Islam
mempunyai misi untuk memberikan rahmat kepada makluk sekalian alam agar mereka
memperoleh kebahagiaan hidup duni akhirat, ayat al-qur’an menyatakan :
Ini mengandung pengertian tentang hakekat misi islam tersebut, sebagai pembawa misi, islam menunjukkan implikasi implikasi pendidikan yang bergaya imperatif, motivatif dan persuasive.
Ada beberapa prinsip yang mendasari pandangan tersebut, yaitu :
Artinya :”dan tidaklah kami mengutusmu melainkan memberi rahmat untuk seluruh
alam”.
Ini mengandung pengertian tentang hakekat misi islam tersebut, sebagai pembawa misi, islam menunjukkan implikasi implikasi pendidikan yang bergaya imperatif, motivatif dan persuasive.
Ada beberapa prinsip yang mendasari pandangan tersebut, yaitu :
1)
nilai
nilai yang mendasari dan menjiwai tingkah laku manusia muslim, baru dapat
terserap bilamana ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan yang baik.
2)
Tujuan
hidup manusia muslim untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat batu benar
benar disadari dan dihayati bila mana dibina melalui proses pendiodikan yang
berkesinambungan.
3)
Posisi
dan fungsi manusia sebagai hamba allah, baru dapat di pahami dan dihayati bila
mana ditanamkan kesadaran tentang perlunya sikap orientasi berhubungan dengan
tuhan, masyarakat, dan alam sekitar, serta dengan dirinya sendiri.
4)
Kelengkapan
kelengkapan dasar yang diberikan dalam diri manusiaberupa fitrah. Kelengkapan
dasar tersebut tidak mungkin dapat berkembang bila tidak didukung melalui
proses pendidikan secara optimal.
Secara
universal, membudayakan manusia melalui agama tanpa melalui proses kependidikan
akan sulit di realisasikan, karena pendidikan adalah sarana membudayakan
manusia. Inilah esensi dari implikasi islam yang menitik beratkan pada proses
pendidikan manusia dalam rangka konservasi dan tranformasi serta internalisasi
nilai nilai dalam kehidupan seperti yang dikehendaki oleh agama islam, agar
mereka tetap berada dalam islam sampai meninggal dunia (Arifin, 2006:33 ).
2.
Pandangan
Islam terhadap Manusia.
Pembahasan
tentang ilmu pendidikan tidak mungkin terbataskan dari objek yang menjadi
sasaranya, yaitu manusia, dan karena yang sekarang menjadi pembahasan adalah
tentang ilmu pendidikan islam, maka secara filosofis, harus mengikut sertkan
objek utamanya, yaitu manusia dalam pandangan islam. Manusia adalah makhluk
allah, ia dan alam semesta bukan terjadi sendirinya, tetapi di ciptakan oleh
allah.
Prof. Dr. Omar Mohammad
al Taumi al Syaibani memperinci pandangan Islam terhadap manusia itu atas
delapan prinsip :
1)
Kepercayaan
bahwa manusia makhluk yang termulia di dalam jagat raya ini.
2)
Kepercayaan
akan kemuliaan manusia.
3)
Kepercayaan
bahwa manusia itu ialah hewan yng berfikir.
4)
Kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai 3 dimensi, badan akal, ruh.
5)
Kepercayaan
bahwa manusia dalam pertumbuhanya terpengaruh oleh factor factor warisan
(pembawaan) dan alam lingkungan.
6)
Kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7)
Kepercayaan
bahwa ada perbedaan perseorangan diantara manusia.
8)
Kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai keluhan sifat dan selalu berubah.
Dalam hubunganya
dengan pendidikan islam akan kita lihat dari 3 titik saja, yaitu :
1)
Manusia
sebagai makhluk yang mulia.
2)
Sebagai
khalifah allah di bumi.
3)
Sebagai
makhluk pedagogik.
Dimensi-dimensi Manusia
1. Individualitas
Personalitas
Dari uraian di atas
dapat di pahami bahwa manusia bukan hanya badannya, bukan pula hanya rohnya.
Manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badani dan
rohaninya, dst. Dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan adanya perbedaan
pada setiap orang, sehingga masing-masing bersifat unik.
2. Sosialitas
Sekalipun setiap
manusia adalah individual/personal, tetapi ia tidak hidup sendirian, tak
mungkin hidup sendirian, dan tidak mungkin hidup hanya untuk dirinya sendiri,
melainkan hidup pula dalam keterpautan dengan sesamanya.
3. Ke-berbudayaan
Kebudayaan adalah
"keseluruhan sistem gagasan, tindakan manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar" (Koentjaraningrat,
1985). Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu:
asebagai kompleks dari
ide-ide, ilmu pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan,
dsb.;
sebagai kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; dan
sebagai benda-benda
hasil karya manusia.
Manusia memiliki
inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, ia hidup berbudaya dan
membudaya. Manusia menggunakan kebudayaan dalam rangka memenuhi berbagai
kebutuhannya atau untuk mencapai berbagai tujuannya.
4. Moralitas
Eksistensi manusia
memiliki dimensi moralitas, sebab manusia memiliki kata hati yang dapat
membedakan antara baik dan jahat. Adapun menurut Immanuel Kant disebabkan pada
manusia terdapat rasio praktis yang memberikan perintah mutlak (categorical
imperative).
5. Keberagamaan
Keberagamaan merupakan
salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam
bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya. Hal ini terdapat pada manusia manapun, baik dalam
rentang waktu (sekarang akan datang), maupun dalam rentang geografis dimana
manusia berada.
6. Historisitas,
Komunikasi / interaksi dan Dinamika
Berbagai dimensi
eksistensi manusia sebagaimana telah diuraikan terdahulu mengimplikasikan bahwa
eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas, komunikasi/interaksi, dan
dinamika.
SUMBER :
Diposkan oleh Esty Pratiwi di 23:57
http://enjabpunya.blogspot.com/2010/01/manusia-disebut-dengan-animal-educandum.html
http://m-arif-am.blogspot.com/2010/09/drs-m-arif-am-ma.html
http://ppraudlatulmubtadiin.wordpress.com/2009/11/15/pandangan-pendidikan-tentang-manusia-sebagai-animal-educandum/
http://supriyadihs.blogspot.com/2010/01/manusia-perlu-di-didik-dan-dapat-di.html